BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN
A. Kepailitan di Indonesia
2. Prosedur dalam Permohonan Pernyataan Pailit
Permohonan pernyataan pailit berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dapat diajukan oleh pemohon-pemohon sebagai berikut;
a. Dalam hal debitor adalah perusahaan bukan bank dan perusahaan efek, yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah:
1) Debitor
2) Seorang atau lebih kreditor 3) Kejaksaan
b. Dalam hal perusahaan adalah Bank, yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Bank Indonesia. (saat ini ruang
lingkup kepailitannya diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan).15
c. Dalam hal perusahaan adalah perusahaan efek, yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) (saat ini ruang lingkup kepailitannya diatur oleh Otoritas
Jasa Keuangan).16
d. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailitnya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. (saat ini ruang lingkup kepailitannya diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan, kecuali BUMN masih
Menteri Keuangan). 17
15 Mengacu kepada ketentuan Pasal 55 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
16 Ibid.
17
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal yang berkaitan dengannya, ditetapkan oleh pengadilan, yaitu pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. Sesuai dengan ketentuan tersebut, maka permohonan pernyataan pailit oleh pihak-pihak yang berwenang mengajukan permohanan harus ditujukan kepada pengadilan niaga.
Dalam hal debitor telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan, bahwa pengadilan niaga yang berwenang menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya. Mengenai ketentuan ini, penjelasan pasal tersebut mengemukakan ketentuan ini hanya berlaku apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitor. Persetujuan dari suami atau istri debitor diperlukan, karena menyangkut harta bersama. Ikatan pernikahan yang sah harus dibuktikan dengan akta nikah yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh pasal tersebut, pada Pasal 3 ayat (2) juga menentukan bahwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila tidak ada persatuan harta atau harta bersama.
Permohonan pernyataan pailit, diajukan kepada pengadilan melalui panitera. Kemudian, panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberi tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang
sama dengan tanggal pendaftaraan.18
Kelengkapan yang harus dipenuhi dalam pengajuan kepailitan sesuai dengan
formulir yang disediakan oleh pengadilan niaga adalah sebagai berikut:19
a. Surat Permohonan bermaterai dari advokat yang kemudian ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat;
b. Izin Beracara atau Kartu Advokat yang telah dilegalisir pada kepaniteraan pengadilan niaga setempat;
c. Surat Kuasa Khusus;
d. Surat tanda bukti diri atau KTP suami atau istri yang masih berlaku (bagi debitor perorangan), akta pendirian dan tanda daftar perusahaan atau TDP yang telah dilegalisir (bagi debitor perseroan terbatas), akta pendaftaran yayasan atau asosiasi yang dilegalisir (bagi debitor yaysan atau partner), surat pendaftaran perusahaan atau bank atau perusahaan efek yang dilegalisir (bagi pemohon kejaksaan atau BI atau Bapepam; e. Surat Persetujuan suami atau istri (bagi debitor perorangan), Berita
Acara RUPS tentang permohonan pailit (bagi debitor perseroan terbatas), putusan dewan pengurus (bagi yayasan atau partner).
18 Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
19
f. Daftar aset dan kewajiban (bagi debitor perorangan), neraca keuangan terakhir (bagi perseroan terbatas atau yayasan atau partner); dan
g. Nama serta alamat kreditor dan debitor.
Jika yang mengajukan kreditor, maka ditambah dengan beberapa kelengkapan, antara lain surat perjanjian utang dan perincian utang yang tidak
dibayar.20
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari
terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.21 Sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 6 ayat (5), dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari persidangan.
Pasal 6 ayat (6) menentukan, sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal permohonan didaftarkan. Pasal 6 ayat (7), pengadilan dapat menunda penyelanggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Namun, penundaan itu hanya dapat dilakukan apabila ada pemohonan dari debitor berdasarkan alasan yang cukup.
Pasal 8 ayat (1) huruf (a) menentukan, pengadilan wajib memanggil debitor dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan (berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004) oleh kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan
20 Ibid.
21
Pengawas Pasar Modal dan Menteri Keuangan. Pengadilan dapat memanggil kreditor dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 telah terpenuhi, yaitu debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pasal 8 ayat (2) menentukan, pemanggilan debitor dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.
Menurut Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan oleh pengadilan niaga apabila fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi. Penjelasan Pasal 8 ayat (4) mengemukakan, yang dimaksud dengan fakta atau keadaan terbukti secara sederhana adalah fakta adanya dua kreditor atau lebih dan fakta utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Putusan pengadilan niaga atas permohonan pernyataan pailit, menurut Pasal 8 ayat (5) harus diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan.22
Penetapan mengenai tenggang waktu dalam Undang-Undang Kepailitan berbeda dengan cara perhitungannya dengan ketentuan HIR. Dalam Undang-Undang Kepailitan dirumuskan dengan menggunakan kata-kata “terhitung sejak tanggal”. Berbeda dengan cara menghitung menurut HIR dimana hari mulai
22 Dikutip dari Al-Asy‟ari, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Undang-Undang No.37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Skripsi, Universitas
waktunya yang ditentukan itu tidak turut dihitung atau dengan kata lainnya, yang
menjadi hari pertama cara menghitung menurut HIR adalah hari esoknya.23
Permohonan pernyataan pailit dalam putusannya harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Hal tersebut telah ditentukan dalam Pasal 8 ayat (7), selanjutnya pada Pasal 8 ayat (7) menentukan bahwa putusan tersebut dapat diajukan suatu upaya hukum. Salinan putusan pengadilan niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat kepada debitor, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, kurator dan hakim pengawas paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut diucapkan oleh hakim.