• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

3.4. Prosedur Kerja 1. Di lapangan

a. Persiapan Lahan (Pembersihan dan Pengolahan Lahan)

Sebelum lahan diolah terlebih dahulu dilakukan analisis kandungan unsur hara di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (Lampiran 6). Lahan penanaman murbei (Morus cathayana) seluas 10x3 m yang berada di depan Hutan Tridarma Universitas Sumatera Utara terlebih dahulu dibersihkan dari rerumputan. Lahan yang telah dibersihkan dibagi menjadi 2 yaitu lahan yang dipupuk dan lahan tanpa pupuk masing- masing seluas 5x3 m. Dari masing-masing lahan tersebut diolah menggunakan cangkul sedalam 30-50 cm dan kemudian dibuat bedengan setinggi 5-10 cm. Setiap perlakuan yang dipupuk dan tanpa pupuk dibuat masing-masing 5 bedengan. Fungsi bedengan adalah agar pertumbuhan murbei lebih merata, mempermudah pemeliharaan dan pemanenan daun. Setiap bedengan dibuat parit-parit sedalam ±30 cm. Fungsi parit-parit adalah tempat menampung genangan air karena perakaran murbei tidak tahan terhadap genangan air (Balai Persuteraan Alam, 2007).

b. Penanaman murbei Morus cathayana

Stek murbei yang digunakan diperoleh dari Desa Kacinambung, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Stek yang didapatkan dipotong menggunakan parang yang tajam agar tidak melukai stek yang didapat. Panjang stek murbei adalah 20-25 cm dengan mata tunas 4-5 buah. Salah satu ujung stek dipotong sedikit meruncing ±1,5 cm dan ujung lainnya mendatar, kemudian diletakkan ke dalam plastik dan di basahi dengan sedikit air. Kemudian esok harinya stek yang didapat ditanam pada setiap bedengan dimana masing-masing bedengan ditanam 5 stek dengan jarak tanam 0,5 m (Balai Persuteraan Alam, 2007).

c. Pemeliharaan Tanaman murbei Morus cathayana

Stek tanaman murbei telah ditanam, dipelihara dan dirawat. Apabila ada stek yang mati, maka segera diganti dengan stek yang baru. Selain itu stek di bersihkan dari gulma-gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman murbei dan dilakukan penyiraman tiga minggu sekali. Tanah selalu digemburkan untuk menjaga aerasi tanah.

d. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk disekeliling tanaman murbei sebanyak. Dosis pemupukan untuk tanaman murbei dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1. Dosis Pemupukan Tanaman Murbei Jenis Pupuk Kandungan Unsur Hara Kadar (%) Unsur Hara Dosis Pemupukan (kg/ha) Konversi Dosis Pemupukan (kg/m2) Urea N 46% N 210 0,32 TSP P 36% P 100 0,15 N,P,K N,P,K 16% N, 16% P, 16% K 260 0,39

(Balai Persuteraan Alam, 2007)

3.4.2. Di laboratorium

a. Penetasan telur ulat Sutera Bombyx mori L.

Telur ulat sutera diperoleh dari Pusat Pembibitan Ulat sutera Candiroto, Jawa Tengah. Telur dimasukkan ke dalam kertas HVS putih, dilipat dengan kertas karbon dan disusun di dalam keranjang plastik hingga menetas.

b. Pemeliharaan Ulat Sutera Bombyx mori L.

Ulat sutera yang baru menetas (instar I) dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu ulat sutera yang diberi pakan daun murbei Morus cathayana yang

tanamannya diberi pupuk dan tidak diberi pupuk dimana masing-masing terdiri dari 20 ulat dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya sudah dilapisi dengan tisu basah dan kertas alas. Daun murbei yang diberikan dipotong kecil-kecil. Pemberian pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore. Pada akhir instar I yang ditandai dengan ulat berhenti makan dan berganti kutikula (molting) tempat pemeliharaan ulat sutera dibersihkan dengan cara mengganti kertas alas, mengangkat feses dan sisa pakan. Hal yang sama dilakukan pada awal dan akhir instar II sampai instar V, namun pada instar III-V daun murbei yang diberikan tidak lagi dipotong-potong melainkan secara utuh atau bersama cabangnya.

c. Pertumbuhan dan Efisiensi Makan Ulat Sutera Bombyx mori L.

Pengukuran pertumbuhan dan efisiensi makan dilakukan pada ulat sutera instar III-V. Pada akhir instar II ulat yang sudah berhenti makan, ditempatkan terpisah secara individu pada cawan petri sampai ganti kutikula (molting). Setelah ganti kutikula, ulat memasuki awal instar III dan ditimbang bobot badannya. Pakan daun murbei yang tanamannya diberi pupuk dan tidak diberi pupuk sebelum diberikan kepada ulat sutera ditimbang terlebih dahulu. Pakan yang diberikan untuk ulat sutera instar III adalah 0,70 g/hari. Pada akhir instar III yang ditandai dengan ulat sudah berhenti makan dan berganti kutikula (molting) tempat pemeliharaan ulat sutera dibersihkan dengan cara mengganti kertas alas, mengangkat feses dan sisa pakan. Pada akhir instar III ulat sutera ditimbang bobot badannya. Feses dan sisa pakan yang dihasilkan ulat kemudian dikumpulkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C hingga beratnya konstan. Hal yang sama dilakukan pada awal dan akhir instar IV sampai instar V namun pakan yang diberikan pada ulat sutera instar IV adalah 2 g/hari dan instar V adalah 4 g/hari.

d. Pengukuran Konsumsi Makan dan Pertumbuhan Ulat Sutera Bombyx

mori L.

Parameter pertumbuhan dan konsumsi makan, serta efisiensi makan ulat diukur berdasarkan metoda gravimetric Waldbauer (1968) yang telah dimodifikasi oleh Scriber dan Slansky (1981). Pada saat ulat memasuki awal dan akhir instar III-V, ulat digulung dengan menggunakan alumunium foil dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60°C hingga beratnya konstan untuk setiap perlakuan.

Untuk mengetahui berat kering pakan yang diberikan kepada setiap larva adalah dengan mengambil suatu bagian daun yang akan digunakan untuk penelitian dan mengeringkannya dalam oven bersuhu 60°C sampai berat daun konstan.

e. Perhitungan Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L.

Indeks nutrisi dari Waldbauer (1968) yang sudah dimodifikasi oleh Scriber dan Slansky (1981) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Laju pertumbuhan larva (Growth rate/GR).

Laju pertumbuhan larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: GR = (mg/hari)

TW G

b. Laju konsumsi larva (Consumption Rate/CR)

Laju konsumsi larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: CR = (mg/hari)

TW F

c. Efisiensi konversi pakan yang dicerna (Efficiency of Conversion of Digested Food/ECD)

Efisiensi konversi pakan yang dicerna dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: ECD = 100% ) (  E F G

d. Efisiensi konversi pakan yang dimakan larva (Efficiency of Conversion of Ingested Food/ECI)

Efisiensi konversi pakan yang dimakan larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

ECI = 100%

F G

e. Perkiraan pakan yang dicerna (Approximate Digestibility/AD)

Perkiraan pakan yang dicerna dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: AD = ( )100% F E F Keterangan:

G = Pertambahan berat larva selama instar III-V, dihitung berdasarkan berat akhir larva dikurangi berat awal larva.

E = Berat feses yang dihasilkan larva selama instar III-V. F = Berat pakan yang dimakan larva selama instar III-V. T = Lamanya perioda pemberian makan selama instar III-V.

W = Berat rata-rata larva selama instar III-V, dihitung

berdasarkan )

2

(beratawalulatberatakhirulat Semua perhitungan di atas dihitung dalam berat kering.

f. Pengukuran kadar Protein dan karbohidrat Daun

Pengukuran kadar protein dengan metode Kjeldahl dan karbohidrat daun murbei Morus cathayana dilakukan di Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan (Lampiran 7 dan 8).

g. Pengukuran Faktor Lingkungan

Kondisi yang dicatat dalam laboratorium adalah suhu kamar dan kelembaban ruangan pengukuran dilakukan dengan alat hygrometer dan thermometer (Lampiran 12).

Dokumen terkait