• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.2 Prosedur Kerja

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Tahap pendahuluan terdiri dari penentuan kemampuan puasa ikan, laju ekskresi amoniak ikan, dan tingkat konsumsi oksigen. Sedangkan pada tahap utama yaitu penentuan perlakuan penelitian, pengukuran konsentrasi kortisol, gambaran darah pada ikan, histologi jaringan (insang) baik pasca pengangkutan dan setelah 7 hari pasca pengangkutan (setelah pemeliharaan), kelangsungan hidup setelah pengangkutan dan setelah pemeliharaan 30 hari pasca pengangkutan, laju pertumbuhan harian yang diukur setelah pemeliharaan selama 1 bulan pasca pengangkutan, dan pengukuran nilai kualitas air media pengangkutan.

Untuk pengukuran konsentrasi kortisol, gambaran darah dan histologi jaringan (insang) selain dilakukan pengukuran pada setiap perlakuan juga dilakukan pengukuran pada ikan normal (N) sebagai perbandingan.

3.2.1 Prosedur Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

Penentuan puasa ikan dilakukan dengan cara menyiapkan akuarium dengan ukuran 0,6 × 0,5 × 0,5 m3 yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 2 hari yang kemudian diisi air dengan tinggi 25 cm yang diaerasi selama 2 hari. Setelah itu ikan uji dimasukkan sebanyak 15 ekor dan dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu selama 15 menit. Pergantian air sebanyak 5-20 % yang dilakukan setiap hari. Kemudian mengamati tingkah laju ikan uji setiap hari dan mencatatnya pada hari keberapa ikan mulai lemas dan akhirnya mengalami kematian. Selama pemuasaan atau pemberokan dilakukan pengamatan kualitas air yaitu suhu, pH, dan DO.

3.2.2 Prosedur Penentuan Laju Ekskresi Amoniak Ikan

Penentuan laju ekskresi amoniak ikan bertujuan untuk mengetahui jumlah amoniak yang diekskresikan tiap satuan waktu, sehingga dapat diketahui jumlah akumulasi amoniak pada waktu tertentu. Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan stoples bervolume 3 liter yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 2 hari, kemudian diisi air hingga volume 3 liter. Ikan uji setelah makan dan pada saat puasa dengan ukuran 2. Ikan uji dimasukkan ke dalam wadah masing-masing dengan biomassa 10 g per wadah. Kemudian dilakukan pengambilan sampel air sebanyak 30 mL setiap 12 jam untuk mengukur suhu, pH, oksigen dan konsentrasi TAN.

3.2.3 Prosedur Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)

Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) ditentukan dengan menyiapkan 3 buah stoples bervolume 3 liter yang telah dibersihkan dan dikeringkan dan kemudian diisi air yang sebelumnya diberi aerasi selama 3 hari (sampai kandungan oksigen dalam air jenuh) hingga penuh. Ikan uji setelah makan dan pada saat puasa dengan ukuran 2 g dimasukkan ke dalam wadah masing-masing dengan biomassa 10 g/wadah, kemudian ditutup dengan tutup yang sebelumnya sudah dimasukkan DO meter hingga rapat dan tidak ada lagi gelembung udara. Lalu diukur kandungan DO tiap satu jam selama 6 jam.

3.2.4 Prosedur Penentuan Perlakuan Penelitian Utama

Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah : A = Tanpa zeolit, arang aktif dan minyak cengkeh (kontrol) B = zeolit (20 gr), arang aktif (10 gr)

C = zeolit (20 gr), arang aktif (10 gr), minyak cengkeh (3 ppm) D = zeolit (20 gr), arang aktif (10 gr), minyak cengkeh (6 ppm) E = zeolit (20 gr), arang aktif (10 gr), minyak cengkeh (9 ppm) F = zeolit (20 gr), arang aktif (10 gr), minyak cengkeh (12 ppm)

Minyak cengkeh yang digunakan pada penelitian ini mengandung eugenol sebesar 60,91%. Hasil pengukuran chromatography minyak cengkeh dapat dilihat pada Lampiran 1.

Prosedur percobaan utama ini dimulai dengan memuasakan ikan uji selama 2 hari. Kemudian pada saatpengepakan ikan, kantung diisi air sebanyak 1,3 L dan ikan uji sebanyak 150 ekor per kantong. Kemudian dimasukkan zeolit, arang aktif

dan minyak cengkeh serta diberi oksigen sebanyak 1 : 4. Kantung plastik diikat dengan karet hingga tidak ada udara yang keluar. Kantung plastik yang sudah dikemas dimasukkan ke dalam kotak Styrofoam dan di dalamnya diisi dengan es. Pengamatan keadaan ikan berupa tingkat kelangsungan hidup dilakukan setiap 6 jam dan pengambilan sampel air sebanyak 50 mL per kantong setiap 24 jam untuk pengamatan kualitas air.

3.2.5 Prosedur Pengukuran Kortisol dengan HPLC (AOAC 1999)

Sampel diambil sebanyak 1 gr atau satu ekor ikan. Kemudian Ikan dimatikan dengan cepat, agar kondisi stres yang dialami tidak meningkatkan konsentrasi hormon kortisol pada ikan. Ikan yang sudah dimatikan diekstrak dengan cara : 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung teflon kemudian ditambahkan 5 L standar sampel (0,62 nMol = 200 ng cortisol) dan ditambahkan 10 mL dichloro methan. Sampel dikocok selama 5 menit dan disentrifuge pada kecepatan 1300 rpm. Sampel didiamkan selama 15 menit pada suhu 20°C. Buang bagian yang jernih yang terdapat pada sampel yang telah disentrifuge, kemudian tambahkan 1 ml NaOH 0,1 M. Kemudian sampel dikocok selama 1 menit dan disentrifuge dengan kecepatan 1300 rpm lalu didiamkan selama 5 menit pada suhu 20°C. Setelah itu buang bagian atas sampel yang disentrifuge dengan cepat lalu ditambahkan 1 ml air serta kocok selama 1 menit dan disentrifuge dengan kecepatan 1300 rpm lalu didiamkan selama 5 menit pada suhu 20°C (ulangi sebanyak 2 kali). Keringkan larutan dichloro methan dibawah vacuum, larutan kortisol yang telah kering ditambahkan dengan 100 l (H2O + alkohol). Biarkan selama 5 menit, kemudian saring dengan 0.5 milliphore.

Setelah diekstrak sampel diinject ke alat HPLC dengan detector 254 nm. Plak sampel dan standar sampel dibandingkan dengan sepadex atau luas area contoh, maka akan diperoleh konsentrasi (ppm) sampel (kortisol).

3.2.6 Prosedur Pengukuran Gambaran darah

1) Penghitungan jumlah sel darah merah (Eritrosit)

Darah diambil dari ikan dengan menggunakan injeksi yang terlebih dahulu telah diisi dengan cairan antikoagulan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Darah yang tersedot dimasukkan kedalam ependorf, dan kemudian darah dihisap dengan menggunakan pipet pencampur sampai dengan skala 0,5 dan

ditambahkan dengan larutan hayems yang dihisap dengan menggunakan pipet yang sama hingga mencapai skala 101. Setelah itu, pipet digoyanglan membentuk angka delapan selama 3-5 menit. Tetesan pertama dibuang dan tetesan berikutnya diteteskan kedalam haemocytometer dan ditutup dengan kaca penutup. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak kecil yaitu pada sudut kiri atas, sudut kanan atas, sudut kiri bawah, sudut kanan bawah dan pada bagian tengah. Jumlah sel darah merah yang terhitung dikonversikan dengan rumus :

Jumlah sel darah merah = sel darah merah terhitung x 104 sel/mm3.

2) Penghitungan jumlah sel darah putih

Metode pengambilan darahnya sama dengan metode pengambilan darah merah. Darah dihisap dengan pipet pencampur sampai dengan skala 11 dan ditambahkan larutan turk. Kemudian pipet digoyangkan hingga membentuk angka delapan selama 3-5 menit. Tetesan pertama dibuang, dan tetesan selanjutnya diteteskan diatas haemocytometer lalu ditutup dengan kaca penutup. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak besar. Jumlah sel darah putih yang terhitung dikonversikan dengan rumus

Jumlah sel darah putih = sel darah putih terhitung x 50 sel/mm3

3) Pengukuran kadar hematokrit

Menggunakan Microhematocrit method, darah dimasukkan kedalam tabung mikrohematokrit sampai 4/5 bagian. Kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan crestaseal. Darah disentrifuge pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah itu akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan plasma yang jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) yang merupakan trombosit dan leukosit dan lapisan eritrosit yang berwarna merah. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume eritrosit dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (Microcapillary hematocrit reader) dan dinyatakan dalam persentase (% Ht).

4) Kadar Haemoglobin (Hb)

Pengukuran kadar haemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan haemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida.

Mula-mula darah diisap menggunakan pipet sahli hingga skala 20 mm3. Kemudian dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0.1 N sampai skala 10 (kuning). Didiamkan selama 3–5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin, kemudian diaduk dan ditambahkan aquadestila (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb).

5) Diferensiasi Leukosit

Satu tetes darah diteteskan di atas gelas objek yang bersih. Dengan menggunakan gelas objek yang lain darah disinggungkan sehingga antara kedua objek gelas tersebut membentuk sudut  30. Setelah itu darah didorong ke arah depan dengan tidak mengubah sudut kedua objek gelas tersebut. sediaan darah yang tipis setelah dikeringanginkan difiksasi selama  5 menit. Sediaan yang telah difiksasi kemudian diwarnai dengan zat warna Giemsa selama  30 menit. Sediaan diangkat dan kelebihan zat warna dibilas dengan air kran. Kemudian dikeringanginkan dan siap untuk diamati. Pengamatan pada sediaan apusan ditunjukkan untuk menghitung rasio jumlah trombosit dan eritrosit.

3.2.7 Prosedur Histologi

1. Fiksasi dilakukan dengan cara merendam jaringan ke dalam larutan fiksatif. Fiksatif yang digunakan adalah bouin dan paraformaldehid 4%. Sebelum perendaman dilakukan, jaringan insang disayat-sayat terlebih dahulu dengan tujuan agar larutan fiksatif tersebut dapat masuk ke dalam jaringan secara merata. Lama perendaman jaringan di dalam larutan fiksatif adalah seminggu. 2. Bahan dehidrasi/dehidrant yang digunakan adalah alkohol. Prosedur dehidrasi

dengan dehidrant adalah memasukan jaringan ke dalam alkohol secara bertahap dimulai dari alcohol 70%, 80%, 90% dan 95% masing-masing selama 24 jam. Selanjutnya jaringan dimasukan ke alkohol absolut (100%) I, II dan III masing-masing 1 jam.

3. Bahan yang digunakan sebagai bahan penjernih adalah xylol. Proses penjernihan ini dapat dilakukan secara bertahap, yakni melalui xylol 1, xylol 2 dan xylol 3. Lama perendaman pada masing-masing xylol adalah 1 jam. Dalam

proses infiltrasi dengan parafin yang bertitik didih sekitar 58oC digunakan inkubator yang suhunya tetap terjaga sekitar 58 0C. Agar proses ini berjalan sempurna, perendaman spesimen jaringan pada parafin diulang 3 kali masing-masing selama 1 jam. Pemindahan jaringan dari masing-masing-masing-masing parafin dilakukan dengan menggunakan pinset.

4. Prosedur embedding adalah sebagai berikut :

- Wadah untuk penanaman dipanaskan kemudian diolesi dengan gliserin secara merata di permukaan cetakan

- Cetakan dipanaskan, dan parafin cair dituangkan ke dalam cetakan - Kemudian parafin cair dimasukan ke dalam cetakan

- Pengaturan jaringan pada cetakan, untuk memudahkan orientasi pada saat pemotongan

- Cetakan yang telah berisi parafin yang masih cair dan jaringan diapungkan di atas permukaan air dingin. Setelah parafin mengeras, cetakan yang berisi jaringan tersebut ditenggelamkan dan direndam selama satu malam

- Cetakan diangkat dari dalam air, kemudian dimasukan ke dalam refrigerator untuk memudahkan pelepasan blok parafin

- Blok parafin dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan ujung pisau - Blok parafin dipotong dengan menggunakan pisau yang dipanaskan

- Blok parafin dibentuk persegi empat dengan sudut-sudutnya ditumpulkan, kemudian dilekatkan pada blok kayu dengan menggunakan pisau yang dipanaskan.

5. Prosedur pemotongan (sectioning) adalah sebagai berikut :

- Sebelum pemotongan, blok parafin dimasukan ke dalam refrigerator atau lemari pendingin

- Blok parafin dipasang pada penjepit yang ada pada mikrotom

- Pengaturan orientasi blok parafin untuk mendapatkan posisi yang tegak lurus dan tepat di depan pisau

- Trimming, yaitu proses pemotongan untuk mendapatkan keseluruhan jaringan yang terdapat pada blok. Ketebalan proses trimming ini adalah 10 µm.

- Mikrotom diputar, sambil mengambil hasil irisan dengan menggunakan kerta yang ujungnya dibasahi.

- Pita-pita hasil irisan dimasukan dan diapungkjan ke dalam air dingin, kemudian diseleksi dengan menggunakan jarum.

- Pengambilan irisan yang diapungkan di air dingin menggunakn objek gelas untuk dipindahkan ke dalam penangas air yang bersuhu 48-50 0C untuk beberapa saat (bergantung pada suhu penangas).

- Fiksasi dengan cara menyentuhkan irisan dengan objek gelas, kemudian ditiriskan untuk beberapa saat sebelum diletakan di atas hot plate sampai air yang terdapat pada objek gelas mengering.

- Penyimpanan preparat ke dalam inkubator minimal 24 jam sebelum proses pewarnaan

6. Prosedur pewarnaan Hemaktosilin-Eosin adalah sebagai berikut :

- Deparafinasi, yaitu proses menghilangkan parafin secara bertahap menggunakan xylol (xylol III, xylol II dan xylol I) selama kurang lebih 5 menit

- Rehidrasi, yaitu proses pemberian air pada jaringan secara bertahap ke dalam deretan alkohol mulai dari konsentrasi tinggi sampai konsentrasi rendah (mulai 100% - 70%) selama kurang lebih 5 menit.

- Pencucian pada air mengalir selama 10 menit, kemudian air suling selama 5 menit

- Pewarnaan dengan hemaktosilin selama 5–7 menit

- Pencucian pada air mengalir lagi selama 10 menit, kemudian air suling selama 5 menit

- Pewarnaan dengan eosin selama 15 menit - Pencucian pada air suling selama 5 menit.

3.2.8 Prosedur Pemeliharaan Ikan Pasca pengangkutan

Pemeliharaan ikan dilakukan setelah pengangkutan atau pasca pengangkutan selama 30 hari. Ikan dipelihara di dalam akuarium ukuran 0,6 × 0,5 × 0,5 m3. Pada saat pemeliharaan ikan diberi makan dan dilakukan pergantian air sebanyak 20-30% setiap harinya. Selama pemeliharaan, dilakukan pengukuran

laju pertumbuhan harian. Pengukuran dilakukan satu kali dalam satu minggu. Pertumbuhan yang diukur adalah bobot tubuh ikan.

Dokumen terkait