• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 83-86)

BAB IV : METODE PENELITIAN

4.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Persiapan pelaksanaan penelitian tentang efektivitas CBT dan REBT terhadap klien dengan perilaku kekerasan dan halusinasi di RSMM Bogor diawali dengan pengurusan perizinan penelitian dengan menyertakan proposal penelitian yang sudah disetujui pembimbing dan surat pernyataan lolos uji etik. Peneliti kemudian menemui kepala ruangan dan katim untuk menjelaskan tujuan penelitian, lama penelitian dan intervensi yang akan dilakukan kepada klien yang dijadikan responden setelah ada surat edaran dari Diklit RSMM Bogor ke 8 ruangan yang akan dijadikan tempat penelitian. Ruangan yang digunakan diantaranya Sadewa, Yudistira, Arimbi, Utari, Gatot Kaca, Bratasena, Antareja, dan Dewi Amba.

Peneliti bersama dua orang peneliti lainnya yang sama-sama sedang melakukan penelitian sejenis menyamakan persepsi tentang prosedur, cara pengambilan data dan waktu pengumpulan data untuk mempermudah pengumpulan data. Uji interrater reliability antara peneliti dan dua orang peneliti lainnya tidak dilakukan karena sudah dianggap memiliki pemahaman yang sama mengenai kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Klien baik kelompok intervensi maupun kontrol yang sudah terpilih selanjutnya diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan, dampaknya terhadap klien dan pelayanan keperawatan di rumah sakit secara berkelompok.

Penjelasan dilanjutkan dengan meminta kesediaan klien untuk menjadi responden dalam penelitian dengan menandatangani informed concern.

Penandatanganan informed concern yang rencananya dengan meminta persetujuan keluarga tidak bisa dilakukan karena peneliti tidak bertemu dengan keluarga klien. Peneliti kemudian meminta persetujuan dari kepala ruangan untuk mewakili keluarga dan bila keluarga berkunjung ke rumah sakit maka kepala ruangan akan menjelaskan bahwa klien telah berperan serta dalam penelitian ini.

4.7.2 Tahap Pelaksanaan

Peneliti mengawali pelaksanaan terapi dengan melakukan pre test pada klien baik yang menjadi kelompok intervensi maupun kontrol dengan cara meminta klien untuk mengisi kuesioner tentang data demografi, respon pengungkapan marah, dan respon pengungkapan halusinasi. Pengukuran gejala perilaku kekerasan dan halusinasi secara fisik dilakukan dengan mengobservasi kondisi klien saat itu dan mengukur tanda- tanda vital seperti tekanan darah, pernapasan, dan nadi. Hasil pengamatan dan pengukuran selanjutnya dimasukkan ke dalam lembar observasi. Pre test dilakukan secara individu pada setiap klien yang dijadikan responden. Setelah dilakukan pre test maka peneliti melakukan kontrak pertemuan dengan klien yang menjadi kelompok intervensi.

Pertemuan peneliti dengan kelompok intervensi untuk melaksanakan terapi CBT dan REBT secara individu. Peneliti sebelumnya memastikan bahwa klien sudah mendapatkan terapi generalis baik perilaku kekerasan maupun halusinasi minimal sudah mampu mengenal penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dampak perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, latihan fisik dengan napas dalam, latihan fisik dengan memukul bantal atau kasur, dan mengungkapkan marah secara verbal untuk masalah perilaku kekerasan.

Klien juga minimal sudah mampu mengenal halusinasi, mampu menghardik halusinasi, mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan aktivitas tertentu untuk mengatasi masalah halusinasi. Pelaksanaan kedua

terapi tersebut disepakati dengan klien sebanyak delapan kali pertemuan. Klien yang tergabung dalam kelompok kontrol dilakukan validasi dan evaluasi terhadap kemampuan klien menggunakan terapi generalis dalam mengontrol perilaku kekerasan dan halusinasi yang dilakukan oleh perawat ruangan sesuai standar asuhan keperawatan (SAK).

Klien yang menjadi kelompok intervensi dilanjutkan dengan pemberian terapi CBT dan REBT dengan jumlah pertemuan sebanyak 8 kali. Pertemuan pertama dilakukan Pre test, kemampuan mengidentifikasi kejadian yang mengganggu dialami klien dan dampaknya terhadap perasaan dan perilaku klien (REBT sesi 1) dan diakhiri dengan mengevaluasi kemampuan sesi 1 REBT. Pertemuan kedua diawali dengan mengevaluasi kemampuan REBT sesi I, melakukan pretest kemampuan klien mengidentifikasi pikiran dan perilaku negatif serta upaya melawan pikiran negatif yang sudah dilakukan. Pertemuan dilanjutkan dengan melakukan latihan CBT sesi I : mengidentifikasi pikiran dan perilaku negatif serta melawan satu pikiran negatif. Pertemuan ketiga mengevaluasi kemampuan REBT sesi I dan CBT sesi I serta melatih CBT sesi II : melawan pikiran negatif kedua. Pertemuan keempat mengevaluasi CBT sesi I – II, REBT sesi I dan pretest kemampuan klien melawan keyakinan yang tidak nyata dilanjutkan dengan melatih REBT sesi II : melawan keyakinan yang tidak nyata yang pertama .

Pertemuan kelima mengevaluasi kemampuan CBT sesi I – II, REBT sesi I – II dan melatih REBT sesi III : melawan keyakinan yang tidak nyata kedua (berdasarkan identifikasi pada sesi II REBT). Pertemuan keenam mengevaluasi kemampuan CBT sesi I, II, REBT I, II, III dan melakukan pretest kemampuan klien melawan perilaku negatif dilanjutkan dengan melatih CBT sesi III : melawan perilaku negatif yang pertama. Pertemuan ketujuh mengevaluasi CBT sesi I, II, III, REBT sesi I, II, III dan melatih CBT sesi IV : membimbing klien latihan melawan perilaku negative yang kedua. Pertemuan ke delapan mengevaluasi kemampuan CBT sesi I, II, III,

IV, REBT sesi I, II, III dan melakukan pretest tentang kemampuan klien mencegah munculnya keyakinan, pikiran dan perilaku yang negative. Pertemuan dilanjutkan dengan melatih CBT sesi V : latihan mencegah munculnya pikiran dan perilaku negatif dan melatih REBT sesi IV : latihan mencegah muncul perasaan dan perilaku akibat keyakinan yang tidak nyata terhadap kejadian yang dialami. Pertemuan diakhiri dengan mengevaluasi kemampuan klien dalam mencegah kekambuhan.

Peneliti melaksanakan terapi CBT dan REBT ini setiap hari untuk 7-8 orang klien. Pelaksanaan terapi ini tidak banyak menghadapi kendala karena klien berperan secara aktif sesuai kesepakatan. Rata-rata klien dapat menyelesaikan semua sesi kedua terapi karena rata-rata memiliki latar belakang pendidikan paling banyak SMA dan sarjana. Responden dengan latar belakang pendidikan SD dan SMP mengalami sedikit hambatan yaitu saat latihan mengidentifikasi pikiran negatif (sesi 1 CBT) yang membutuhkan waktu lebih lama, selanjutnya berdasarkan kesepakatan waktunya ditambah 10 menit. Setelah diajak mendiskusikan tentang kejadian atau peristiwa yang mengganggu yang dialami dengan tambahan waktu 10 menit maka klien rata-rata mampu mengungkapkan pikiran negatif yang dialami.

Post test pengukuran gejala perilaku kekerasan dan halusinasi dilakukan

pada hari kesembilan pertemuan dengan kelompok intervensi. Post test pada klien yang termasuk kelompok kontrol juga dilakukan pada hari yang bersamaan dengan pelaksanaan post test pada kelompok intervensi.

Penelitian diakhiri setelah peneliti melakukan terminasi akhir untuk semua responden dikedua kelompok.

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 83-86)

Dokumen terkait