• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur penentuan alternatif pengelolaan sampah di setiap TPS pasar terdiri dari tiga tahap. Yaitu tahap identifikasi sistem pengelolaan sampah, tahap analisis biaya energi dan tahap penentuan alternatif. Masing-masing tahapan dijelaskan sebagai berikut.

1. Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Bogor

Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi sistem pengelolaan sampah Kota Bogor. Identifikasi ini diperoleh dari data sekunder dan hasil survai lapangan. Data sekunder diperoleh dari literatur maupun dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (DLHK Kota Bogor). Sedangkan survai lapangan dilakukan di beberapa TPS di Kota Bogor, diantaranya yaitu di pusat perbelanjaan Giant Yasmin dan Plasa Jambu Dua Bogor, Pasar Induk Kemang Bogor, Pasar Merdeka dan Pasar Bogor.

Produksi sampah di Kota Bogor pada tahun 2007 per harinya mencapai 2,210 meter kubik. Dari jumlah tersebut yang dapat diangkut oleh DLHK Kota Bogor sebanyak 1,515 meter kubik atau sejumlah kurang lebih 69 persen. Dengan demikian 695 meter kubik (31%) sampah tidak terangkut

Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengangkutan sampah di Kota Bogor, seperti terbatasnya kendaraan operasional, sulitnya sejumlah lokasi pemukiman penduduk dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah, serta kesadaran masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Untuk mengangkut sampah dari bak-bak sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Galuga, Pemkot Bogor memiliki kendaraan operasional antara lain: 64 dump truck, enam unit mobil pick-up, lima unit gerobak motor, 138 unit gerobak dorong, serta 100 unit kontainer penampung sampah yang tersebar di berbagai tempat di Kota Bogor.

Kesulitan lain dalam pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah tidak semua pemukiman warga Kota Bogor bisa terjangkau oleh kendaraan operasional pengangkut sampah, terutama pemukiman warga yang berada di lereng dan lembah bukit yang prasarana jalannya hanya berupa gang kecil. Selain itu, belum semua warga memiliki kesadaran yang tinggi untuk membuang sampah di bak-bak sampah yang telah disediakan. Ada juga warga yang tinggal di bantaran kali atau di lahan berlereng yang membuang sampah ke kali atau ke tanah kosong. Kondisi ini bisa menimbulkan permasalahan baru, yakni pencemaran lingkungan (www.monitordepok.com 26 Februari 2008, diakses 30 Agustus 2008).

Berdasarkan hasil survai lapangan di beberapa TPS di Kota Bogor, pengelolaan sampah di pusat perbelanjaan umumnya cukup baik, sampah sebelum diangkut ke TPA oleh truk sampah, di TPS tersebut sampah dipisahkan terlebih dahulu antara sampah basah dan sampah kering, sehingga lebih mudah dalam pengelolaan selanjutnya. Sedangkan di pasar-pasar tradisional, seperti pasar-pasar Merdeka sampah hanya dikumpulkan di

TPS pasar kemudian diangkut ke TPA oleh armada pengangkut sampah dari DLHK Kota Bogor.

Hasil identifikasi sistem pengelolaan sampah ini akan digunakan untuk menentukan batasan sistem dan metode pengambilan data yang akan dilakukan. Energi yang diperlukan untuk kegiatan pada sistem pengelolaan sampah ini adalah energi manusia dan energi bahan bakar. Energi manusia, dalam hal ini seperti personil angkutan truk sampah dan petugas kebersihan sampah di TPS. Untuk energi bahan bakar dimanfaatkan untuk transportasi sampah dari TPS ke TPA.

2. Metode Analisis

Analisis Komposisi Sampah

Pengambilan sampel sampah yang diambil secara acak, kemudian dipisahkan komposisi sampah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Adapun sampah organik adalah sisa sayuran, sisa buah-buahan, jerami, daun dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik adalah kertas, kaca, barang pecah belah, mika, plastik, kaleng, kain, besi, logam, kayu, karet (pada dasarnya kertas dan kayu merupakan sampah organik, tetapi sifat dari kedua benda ini sulit terdekomposisi sehingga penanganan untuk kertas dan kayu sama seperti sampah anorganik lainnya). Pengambilan sampel berdasarkan volume yang sama yaitu 3.375 x 10-3 m3.

2.2. Analisis Biaya Energi

2.2.1. Sistem Pengelolaan Sampah secara konvensional (Kumpul-Angkut-Buang)

Secara umum sistem pengelolaan sampah Kota Bogor adalah pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dan pengolahan sampah di TPA. Sehingga dari sini dibutuhkan biaya energi yang tidak sedikit, baik itu untuk pemeliharaan kendaraan pengangkut sampah maupun untuk para personil angkutan dan petugas kebersihan lainnya. Menurut Sudradjat (2007) jumlah kendaraan dan personil angkutan ditentukan berdasarkan volume sampah per hari. Batasan sistem yang dilakukan analisis biaya energi pada penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Dalam penelitian yang dilaksanakan, batasan sistem yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :

a. Kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola sampah dalam usaha pengangkutan sampah dari sumber ke TPS dan dari TPS ke TPA.

b. Kebutuhan energi manusia yang dihitung hanya meliputi kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, tidak termasuk bagian administrasi.

Analisis biaya energi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Besarnya energi yang dikeluarkan akan dikonversi dalam bentuk biaya, baik itu pada energi manusia maupun energi BBM. Data yang dibutuhkan yaitu volume sampah yang terbuang per hari, kapasitas truk satu kali angkut sampah, frekuensi angkut, upah personil angkutan, upah petugas kebersihan pasar, jumlah personil

angkutan, jumlah petugas kebersihan pasar, biaya pembelian bahan bakar untuk setiap truk, biaya pemeliharaan truk.

2.2.2. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Modern (pengolahan sebagian sampah di sumber sampah (TPS))

Sistem pengelolaan sampah secara modern ini yaitu dengan melakukan analisis penggunaan biaya energi untuk mengolah sebagian sampah yang berupa sampah organik untuk diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian sampah yang anorganik diangkut ke TPA. Biaya energi pembuatan kompos dihitung berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses pembuatan kompos.

2.3. Analisis Potensi Sampah

Potensi sampah organik untuk pupuk kompos dihitung berdasarkan harga jual pupuk kompos. Untuk kemasan karung (kapasitas 25 kg) mempunyai nilai jual Rp. 400/kg sampai Rp. 600/ kg, sedangkan pupuk kompos dalam kemasan plastik (kapasitas 5 kg) mempunyai nilai jual Rp. 700/kg sampai Rp. 1,000/kg.

Asumsi perhitungan:

Potensi pupuk kompos dengan mengasumsikan harga pupuk kompos sebesar Rp. 700/kg adalah massa pupuk kompos dikalikan dengan harga pupuk kompos. Misalkan dari hasil pengolahan sampah dihasilkan sebanyak 202.5 kg pupuk kompos, maka potensi pupuk kompos tersebut jika dijual sebesar Rp. 141,750,-.

3. Alternatif Sistem Pengelolaan Sampah

Penentuan alternatif sistem pengelolaan sampah yaitu dari hasil analisis biaya energi yang dikeluarkan. Sistem pengelolaan sampah yang mampu menghemat biaya energi akan direkomendasikan sebagai alternatif sistem pengelolaan sampah yang dapat diterapkan pada kondisi tersebut.

Pengelolaan sampah seharusnya dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah citra sampah sebagai barang negatif menjadi barang positif di mata masyarakat. Tingginya sampah organik di Kota Bogor yaitu

sebanyak 72.88 % dari keseluruhan komposisi sampah yang ada, maka alternatif pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan pengomposan. Selain dapat mengendalikan bahaya pencemaran, pengomposan juga dapat menghasilkan produk yang menguntungkan secara ekonomis dan kemudahan dalam teknologi produksi kompos.

Dokumen terkait