• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Persiapan Ditcher dengan Pengeruk Tanah dan Alat Ukur

Persiapan ditcher dengan pengeruk tanah (Gambar 10) dilakukan oleh para perancang di Laboratorium Lapangan Leuwikopo. Proses perancangan dan pembuatan prototype ini dilakukan sejak bulan Desember 2005. Persiapan alat ukur yang dilakukan adalah pembuatan alat reliefmeter dengan bahan rangka dari aluminium berbentuk C dengan panjang 160 cm, lebar 6 cm, dan tinggi 10 cm. Kaki reliefmeter terbuat dari besi dengan diameter 19 mm dan panjang 110 cm sebanyak 2 buah. Pin yang digunakan dari bahan stainless steel dengan diameter 4 mm dan panjang 90 cm sebanyak 30 buah. Jarak antar pin yang digunakan adalah 5 cm (Gambar 11(a)).

Gambar 10. Ditcher dengan pengeruk tanah yang diuji.

Gambar 11. Peralatan pengukur profil guludan dan sudut pemotongan ditcher dengan pengeruk tanah.

Roda mekanisme

(a) Reliefmeter (b) Alat pengukur sudut Pengeruk

Rangka

Persiapan selanjutnya adalah pembuatan/persiapan alat ukur lainnya seperti pengukur sudut (aluminium bentuk  panjang 110 cm, lebar 15 mm, dengan ditempeli penggaris busur) (Gambar 11(b)), penggaris stainless (60 cm dan 100 cm), patok, stopwatch dan alat ukur lainnya. Persiapan instrumen sebelum pengujian lapangan juga dilakukan proses pengkalibrasian load cell dan strain amplifier (Gambar 12). Load cell dihubungkan dengan handy strain meter, kemudian digantungkan ke sebuah crane, lalu load cell tersebut diberi beban. Load cell yang digunakan adalah tipe Kyowa, LT-5TSA71C (Gambar 13(a)). Handy strain meter yang digunakan adalah tipe Kyowa, UCAM-1A (Gambar 13(b)). Pembebanan pada load cell dilakukan secara bertahap. Pada masing-masing pembebanan yang diberikan, hasil yang terbaca pada handy strain meter dicatat. Pembebanan dilakukan dua kali dengan cara pembebanan terbalik. Hasil yang didapatkan kemudian diolah sehingga diperoleh persamaan hubungan beban (N) dan regangan pada load cell (με).

Gambar 12. Cara mengkalibrasi Loadcell. Crane

Load cell

Beban Kabel

Handy strain meter Rantai

(a) (b)

Gambar 13. (a) Load cell dan (b) Handy strain meter. 2. Persiapan Lahan Uji

Sebelum pengujian kinerja ditcher dengan pengeruk tanah dilakukan, terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan uji. Persiapan lahan uji yang dimaksud adalah pembuatan lahan uji agar sesuai dengan kondisi kerja ditcher. Persiapan lahan uji ini dilakukan di lahan uji Leuwikopo dan lahan uji PG. Jatitujuh. Lahan yang akan diuji ini dibajak dengan menggunakan alat bajak piring. Pembajakan dilakukan sebanyak 2 kali, dimana arah pembajakan-2 melintang arah pembajakan-1. Waktu yang diperlukan antara pembajakan-1 dan pembajakan-2 adalah sekitar 3 – 7 hari, bergantung kondisi cuaca setempat. Proses pembiaran lahan ini agar kondisi tanah hasil pembalikkan oleh pembajakan-1 mengalami pengeringan, sehingga mempermudah proses pembajakan-2. Setelah pembajakan-2 dilakukan, lahan uji dibiarkan selama 3-7 hari agar mengalami proses pengeringan. Kegiatan selanjutnya setelah pembajakan-2 dilakukan adalah penggaruan dengan alat garu piring. Kegiatan selanjutnya setelah tanah hasil penggaruan kering adalah pengkairan (pembuatan guludan) dengan menggunakan furrower. Setelah 3-7 hari kegiatan pengkairan ini dilakukan berarti lahan uji telah siap.

Pada persiapan lahan uji di Leuwikopo, bentuk dan ukuran guludan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lahan uji PG. Jatitujuh dengan tinggi guludan sekitar 30 cm dan jarak antar puncak guludan 135 cm.

Sehingga setelah dilakukan pengkairan, guludan disesuaikan ukurannya dengan cara dicangkul (Gambar 14).

Gambar 14. Cara memperoleh bentuk guludan agar sesuai dengan yang diharapkan.

3. Pengukuran Kondisi Tanah Sebelum Percobaan

Parameter-parameter yang diukur untuk mengetahui kondisi tanah sebelum dilakukan percobaan adalah kadar air, kerapatan isi tanah (bulk density), tahanan penetrasi tanah, kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi, dan sudut gesek tanah-baja.

a. Kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density)

Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah dengan perlengkapan pengambil contoh tanah (ring sample) pada puncak guludan, tengah guludan dan cekungan guludan. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada 5 titik pengukuran secara acak pada masing-masing titik pengambilan pada guludan.

Pengukuran kerapatan isi tanah (bulk density) dilakukan dengan mengambil contoh tanah pada masing-masing titik pengambilan sebanyak 5 titik. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan pengambil contoh tanah (ring sample). Gambar 15 menunjukkan peralatan pengambilan contoh tanah. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan bulk density disajikan dalam Lampiran 1.

Mal guludan

Puncak guludan Cekungan guludan

Gambar 15. Peralatan pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah.

Kadar air dan kerapatan isi tanah ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Sapei et al., 1990) :

KA = k k b m m m − x 100%... (1) di mana : KA = kadar air tanah basis kering (%),

mb = massa tanah basah (g), mk = massa tanah kering (g). ρd =

V mk

... (2) di mana : ρd = kerapatan isi tanah (g/cm3),

mk = massa tanah kering (g), V = volume tanah (cm3). b. Tahanan penetrasi tanah

Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer (tipe SR-2) yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang dasar kerucut yang digunakan adalah 2 cm2 dengan sudut kerucut 300. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman yang dianggap mewakili kedalaman olah ditcher dengan pengeruk tanah, yaitu dilakukan pada empat titik pengukuran masing-masing pada kedalaman 0 - 60 cm pada tiap-tiap 5 cm, dan sebanyak 20 kali ulangan tiap kedalamannya (Gambar 16). Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus:

k p p A F T = 98 ...(3) dimana:

Tp = tahanan penetrasi (kPa),

Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat penetrometer (kgf) dan

Ak = penampang kerucut (2 cm2)

Gambar 17 menunjukkan peralatan pengukuran tahanan penetrasi tanah yang digunakan. Peralatan yang digunakan pada pengukuran tahanan penetrasi tanah adalah penetrometer dengan ujung cone.

Gambar 16. Pengukuran tahanan penetrasi tanah.

c. Kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi, dan sudut gesek tanah-baja

Pengukuran tahanan geser tanah dilakukan dengan gelang geser dan lengan torsi untuk mendapatkan nilai kohesi tanah. Pengukuran dilakukan pada puncak guludan dan pada cekungan guludan. Pengukuran tahanan gesek tanah-baja dilakukan dengan gelang gesek dan lengan torsi untuk mendapatkan nilai adhesi tanah. Seperti halnya pengukuran tahanan geser untuk mendapatkan nilai kohesi, pengukuran ini juga dilakukan pada puncak guludan dan cekungan guludan. Cara perhitungan kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi dan sudut gesek tanah-baja disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Gambar 18 menunjukkan proses pengukuran tahanan geser tanah dan tahanan gesek tanah-baja untuk mendapatkan nilai kohesi dan adhesi tanah. Peralatan yang digunakan seperti pada Gambar 19.

Gambar 18. Pengukuran tahanan geser tanah dan tahanan gesek tanah-baja.

(a) Penetrometer dengan (b) Penetrometer dengan gelang gesek gelang geser bersirip

4. Pengujian Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah

Pengukuran yang dilakukan saat pengolahan tanah berlangsung antara lain: (a) pengukuran tahanan tarik, (b) perubahan kondisi guludan (tanah) sebelum dan setelah dilintasi roda traktor, setelah dilintasi roda pengeruk, dan sebelum dan sesudah proses pengerukan tanah oleh pengeruk, (c) kecepatan maju pengolahan, (d) kedalaman pengolahan, dan (e) pengukuran kapasitas lapangan dan slip roda traksi.

a. Pengukuran tahanan tarik

Ditcher dengan pengeruk tanah hasil rancangan digandengkan pada traktor roda empat (disebut traktor-2). Selanjutnya traktor-2 digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor-1) yang menarik traktor-2. Gaya tarik traktor diukur dengan sebuah load cell yang dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor-1 dan traktor-2 (Gambar 20). Pada pengujian selanjutnya, Ditcher dengan pengeruk tanah langsung diturunkan sehingga langsung memotong tanah sedalam 10 cm pada alur tanam dan 40 cm pada puncak guludan, dan pengeruk juga akan langsung bekerja sesuai dengan tinggi rendahnya guludan yang ada.

Titik tarik bagian depan traktor-2 dibuat sama tinggi dengan titik gandeng (drawbar) traktor-1 sehingga arah tarikan menjadi horizontal.

Traktor-1 Traktor-2

Guludan Ditcher dengan pengeruk tanah Load cell

Handy-strain meter

Berdasarkan sistem pengukuran tahanan tarik, sinyal gaya tarik yang dialami oleh load cell dialirkan menuju handy-strain meter. Data yang terbaca pada handy-strain meter dicatat untuk kemudian diolah.

Tahanan tarik pengolahan merupakan selisih dari gaya tarik ketika Ditcher dengan pengeruk tanah dioperasikan dengan gaya tarik Ditcher dengan pengeruk tanah saat tidak dioperasikan. Tahanan tarik dihitung dengan rumus:

Ps = P1 - Ptr ... (4)

dimana:

Ps = tahanan tarik Ditcher dengan pengeruk tanah (N) P1 = tahanan tarik yang terukur saat percobaan (N)

Ptr = tahanan gelinding traktor ketika ditcher dengan pengeruk tanah tidak dioperasikan (N).

Pengukuran tahanan gelinding traktor tanpa pengolahan dilakukan dengan cara traktor-2 + ditcher dengan pengeruk tanah diangkat dan ditarik oleh traktor-1. Pengukuran tahanan gelinding traktor ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan kemudian dirata-ratakan. Pengukuran tahanan tarik dilakukan dalam 3 lintasan dengan panjang lintasan masing-masing 25 m.

b. Perubahan kondisi guludan (tanah)

Keadaan tanah guludan sebelum dilakukan pemotongan oleh ditcher dengan pengeruk tanah dengan arah melintang arah guludan mempunyai ketinggian rata-rata 30 cm. Keadaan ini akan berubah selama proses pembuatan saluran drainase. Perubahan kondisi tanah ini disebabkan adanya pemadatan tanah oleh roda traktor, pembuangan tanah oleh ditcher dengan pengeruk tanah dan kondisi setelah proses pengerukan. Pengukuran perubahan kondisi tanah ini dilakukan dengan menggunakan reliefmeter. Pengukurannya sendiri dilakukan pada saat kondisi awal

Arah maju traktor

Lintasan roda traktor

Patok Patok

25 m Traktor

guludan, kondisi tanah setelah terlintas roda pengeruk, dan kondisi tanah setelah dilakukan pengerukan tanah oleh pengeruk. Kondisi guludan awal sebelum pengoperasian Ditcher dengan pengeruk tanah seperti pada Gambar 21.

Gambar 21. Kondisi awal guludan. c. Pengukuran kecepatan maju pengolahan

Kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tempuh 25 m dengan menggunakan stopwatch (Gambar 22). Kecepatan maju dihitung dengan rumus:

t s

v= ... (5) dalam hal ini:

v = kecepatan maju pengolahan (m/detik), s = jarak tempuh (25 m) dan

t = waktu tempuh pada jarak s (detik).

Gambar 22. Pengukuran kecepatan maju traktor pada saat pengolahan. Puncak guludan

Alur tanam Leuwikopo

d. Pengukuran bentuk dan ukuran saluran

Pengukuran kedalaman pengolahan aktual diukur dengan cara memasukkan penggaris ukur (ukuran 100 cm) tegak ke dalam alur pengolahan sehingga ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Selain pengukuran kedalaman juga dilakukan pengukuran sudut kemiringan saluran, lebar saluran dalam, dan lebar saluran luar (Gambar 23). Lahan yang diperlukan dalam pengujian kira-kira seluas 200 m2. Saluran drainase yang diukur dengan ukuran yang diharapkan antara lain: lebar saluran bagian bawah (35 - 40 cm) dan bagian atas (±90 cm), serta kedalaman saluran (±40 cm dari puncak guludan) dan sudut potong yang diperoleh + 58o. Pengukuran pengolahan ini dilakukan pada 10 titik pada masing-masing lintasan.

Pengukuran profil guludan dilakukan dengan menggunakan alat reliefmeter dengan cara meletakkan reliefmeter pada bagian yang akan diukur, reliefmeter harus dalam kondisi datar (lihat penyifat datar) dan pin menempel pada tanah (tidak menggantung). Pengukuran profil guludan ini dilakukan untuk mengukur kondisi guludan awal, kondisi guludan setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah, kondisi guludan setelah terlintas oleh roda pengeruk, dan kondisi guludan melintang saluran hasil ditcher dengan pengeruk tanah (Gambar 24). Gambar 25 menunjukkan proses pengukuran sudut potongan ditcher dengan pengeruk tanah dengan menggunakan peralatan pengukur sudut.

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh Gambar 23. Pengukuran kedalaman saluran.

(a) Lahan Uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh

Gambar 24. Pengukuran profil guludan setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah dengan reliefmeter.

Gambar 25. Pengukuran sudut potongan ditcher dengan pengeruk tanah. e. Pengukuran kapasitas lapangan, dan slip roda traksi

Pengukuran kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lapangan efektif didapatkan dengan pengukuran waktu mulai bekerja dan waktu selesai bekerja ditcher dengan pengeruk tanah dan luas lahan yang diolah. Slip roda traksi diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di lapangan saat pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda traksi di lahan keras (aspal) (Gambar 26). Pengukuran slip roda traksi dilakukan pada tiap lintasan dan slip untuk roda kiri dan kanan pengukurannya dilakukan secara terpisah. Pengukuran dilakukan dengan mengukur 1 tingkat kecepatan dengan 10 kali ulangan kecepatan maju

pengolahan. Diukur juga lebar pengolahan, waktu belok, luas lahan diolah, sehingga akan didapatkan kapasitas lapangan teoritis dan kapasitas lahan efektif.

Pengukuran slip roda, dilakukan dengan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda dengan beban dan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda tanpa beban, kemudian slip roda traktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Srd = ⎜⎜ ⎟⎟ o i S S 1 x 100... (6) di mana :

Srd = Slip roda traksi (%),

So = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda, Si = jarak tempuh 5 kali putaran roda sebenarnya.

Gambar 26. Pengukuran jarak tempuh 5 putaran roda traksi.

Parameter yang diukur dalam pengukuran kapasitas lapangan adalah : (a) kapasitas lapangan teoritis, dengan cara mengukur kecepatan maju traktor dan jarak antar saluran, (b) kapasitas lapangan efektif, dengan cara mengukur luas lahan dan waktu kerja, dan (c) slip roda. Luas lahan yang digunakan pada pengukuran kapasitas lapangan adalah 100 m x 100 m. Pengukuran waktu kerja dilakukan pada saat traktor roda 4 mulai membuat saluran sampai selesai pembuatan saluran pada tiap jarak 30 m, sedangkan pengukuran kecepatan maju dilakukan dengan mengukur waktu tempuh

1 2 3 4 5

traktor roda 4 berjalan sepanjang 25 m. Efisiensi kerja dapat dihitung dengan rumus : % 100 x KLT KLE Eff = ... (7) s x v KLT = ... (8) t t t L KLE = ... (9) di mana : Eff = efisiensi kerja (%)

KLT = kapasitas lapangan Teoritis (ha/jam) KLE = kapasitas lapangan Efektif (ha/jam)

v = kecepatan maju (m/s) s = jarak antar saluran (m) Lt = luas total (m2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait