3.3.1 Diagram Alir Penelitian
Adapun diagram alir penelitian ini disajikan dengan Gambar 9 berikut.
18
3.3.2 Desain Survei
Desain survei merupakan suatu bentuk rencana atau rancangan jalur perjalanan yang dibuat untuk memudahkan survei akustik. Menurut Simmonds dan MacLennan (2005) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan desain survei, yaitu:
1 Menentukan wilayah geografis yang akan diamati sesuai dengan strategi efektif dan prinsip kerja yang akan diterapkan selama survei.
2 Memperhitungkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh area survei dengan memperhatikan luasan daerah yang akan di survei.
3 Memperhitungkan waktu yang tersedia untuk survei, berikan renggang waktu untuk melakukan aktifitas lainnya.
4 Menentukan strategi pengambilan contoh dan tipe dari jalur perjalanan yang akan dilakukan.
5 Menggambarkan perhitungan panjang jalur perjalanan di atas sebuah peta, pastikan bahwa contoh sampel akan dapat dikumpulkan dari semua bagian wilayah sepanjang jalur perjalanan.
Pada penelitian ini desain bentuk jalur survei yang digunakan adalah berupa jalur survei tipe garis menyesuaikan dengan kondisi kontur perairan. Desain yang dibuat dianggap dapat mewakili sampel dari bagian objek penelitian. Pengukuran parameter oseanografi ditentukan berdasarkan stasiun pengukuran. Posisi setiap stasiun berada pada setiap transek lintasan survei dengan interval jarak tertentu.
3.3.3 Pengambilan Data Akustik
Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan peralatan akustik yaitu SIMRAD EY60 split-beam windows scientific echosounder (Tabel 5) dan transducer ES-120 7C frekuensi 120 kHz (Tabel 6) yang digunakan sebagai pemancar dan penerima gelombang pulsa.
Tabel 5 Spesifikasi SIMRAD EY60 scientific echosounder system
Operating frequency 120 kHz
Operating modes active
Transmission power adjustable in steps 50 watt
Ping rate adjustable 60 m
Maximum ping rate 20 pings/sec
Data collection range 0 to 1500 m
Receiver filtering matched digital filters
Receiver noise figure 4 dB
Split-beam complex digital demodulation
Synchronization internal and external
Bottom detection settings adjustable
Transmit power maximum 4 kW
19 Tabel 6 Spesifikasi transducer tipe ES-120 7C
Spesifikasi Keterangan
Resonant frequency Beamwidth, circular Directivity
DI = 10 log D
Equivalent two-way beam angle 10 log ๐
Maximum pulse power input Maximum transducer depth
120 kHz 7 deg 28 ยฑ1 dB -20.5 ยฑ1 dB 1000 W 150 m
Transducer dipasang pada kedalaman 1 meter dari permukaan air agar pengaruh noise minimum dan tidak berpengaruh terhadap mutu rekaman. Instrumen dioperasikan di setiap stasiun dalam keadaan kondisi kapal diam. Perekaman data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ER60 yang akan merekam dan mengintegrasi semua target yang terdeteksi dalam satu file. Perekaman dilakukan selama 15-20 menit. Hasil dari perekaman oleh ER60 menghasilkan data dengan format: raw data (*.raw), indeks files (*.idk), dan bottom files (*.bot).
3.3.4 Pengambilan Data Contoh Dasar Perairan
Teknik pengambilan contoh substrat
Pengambilan contoh substrat dilakukan disetiap stasiun yang berada di muara sungai Mahakam, Kalimantan Timur dengan menggunakan van veen grab dengan luas bukaan sebesar 20 ร 20 cm. Contoh substrat yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik yang selanjutnya akan dianalisis dengan metode ayakan bertingkat. Jenis atau tipe substrat beserta ukuran substrat diketahui setelah dilakukan analisis tekstur substrat di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah, Kementrian Pertanian, Bogor.
Teknik pengambilan contoh makrozoobentos
Pengambilan sampel makrozoobentos baik jenis maupun jumlah individu dilakukan dengan cara mengambil contoh substrat dasar perairan. Alat yang digunakan adalah van veen grab (15 x 15 cm). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan diusahan tepat di bawah transducer. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik berisi formalin 10% yang telah dicampur dengan rose bengal agar awet. Sampel yang telah diawetkan kemudian dibawa ke laboratorium hidrobiologi, Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum, Palembang untuk selanjutnya dilakukan identifikasi.
20
3.3.5 Pengolahan Data Akustik
Pengolahan data akustik dilakukan di laboratorium akustik dan istrumentasi kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nilai acoustic backscattering volume (Sv) dasar perairan diekstrak menggunakan perangkat lunak Echoview 4.0 (Gambar 10). Data pantulan pertama (E1) diolah menggunakan threshold minimum -50 dB dan maksimum 0 dB. Data pantulan kedua (E2) diolah menggunakan threshold minimum -70 dB dan maksimum 0 dB. Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) sebesar 100 ping. Ketebalan integrasi E1 dan E2 adalah 0.2 m (Gambar 10). Prinsip dasar perhitungan nilai Sv adalah:
๐๐ (๐๐ต) = 10 log๐๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐ก๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐๐ ๐๐ก๐ฆ ๐๐๐๐ ๐ข๐๐๐ก ๐ฃ๐๐๐ข๐๐ ๐๐ก 1 ๐ ๐๐๐ ๐ก๐๐๐
๐๐๐๐๐๐๐๐ก ๐๐๐ก๐๐๐ ๐๐ก๐ฆ โฆโฆโฆโฆ (1) (Johanesson and Mitson 1983)
Nilai acoustic surface backscattering (Ss) diperoleh menggunakan persamaan yang menghubungkan bottom volume backscattering coefficient (Sv) dan surface backscattering coefficient (Ss). Pada echosounder dengan bim yang sempit (sharp beam), nilai integrasi sudut beam untuk volume backscattering (ฯ) ekuivalen dengan sudut beam untuk permukaan dasar (ะค) atau ฯ โ ะค, sehingga nilai hambur balik dasar perairan diperoleh dari (Manik 2011):
๐๐ = ๐๐
2 ๐๐ฃ๐ตโฆโฆโฆ....(2) ๐๐ (๐๐ต) = 10 log(๐๐
2 )+๐๐๐ตโฆโฆโฆ.. (3) Keterangan:
ะค = instantaneous equivalent beam angle for surface scattering ฯ = equivalent beam angle for volume scattering
c = kecepatan suara (m/s) ฯ = pulse length
SvB = volume backscattering of bottom
21
Gambar 10 Pengolahan data akustik
3.3.6 Pengolahan Data Contoh Dasar Perairan
Analisis substrat
Contoh substrat yang diambil dengan menggunakan van veen grab dengan luas bukaan 20 x 20 cm selanjutnya dianalisis sifat fisiknya yaitu tekstur substrat dan densitas dari substrat tersebut yang nantinya digunakan sebagai data in situ sekaligus sebagai data pembanding dari hasil data pengukuran akustik. Klasifikasi metode analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan metode ayakan bertingkat.
Klasifikasi tipe substrat menggunakan diagram segitiga dari Shepard (1954). Diagram dibangun dengan sudut-sudut terdiri dari kerikil-pasir-lumpur (Gambar 1). Fraksi kerikil (gravel) merupakan gabungan material ukuran kerikil dan kerakal. Fraksi pasir (sand) merupakan gabungan material ukuran pasir halus sampai kasar. Fraksi lumpur (mud) merupakan gabungan material lanau dan lempung (Dyer 1986).
Analisis contoh organisme bentik
Contoh organisme bentik yang telah diawetkan selanjutnya disaring pada saringan bertingkat dengan ukuran mata saringan yang telah disesuaikan (0.25 mm, 0.50 mm, dan 1.00 mm). Hasil saringan tersebut kemudian dicuci dengan air tawar hingga bersih dan diawetkan kembali dengan larutan formalin 10% atau alkohol 70%. Identifikasi sampel yang telah dibersihkan dilakukan di bawah mikroskop binokuler, dihitung jumlah individu dan jumlah jenis, serta ditabulasikan sebagai data pengamatan.
22
Analisis populasi dan komunitas makrozoobentos
Kepadatan
Kepadatan makrozoobentos menurut Brower et al. (1990) didefinisikan sebagai jumlah individu makrozoobentos per satuan luas (m2). Sampel makrozoobentos yang telah diidentifikasi kemudian dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus:
๐พ
๐=
10000 ๐ฅ ๐๐๐ด โฆโฆโฆ(4)
Keterangan :
K = Kelimpahan makrozoobentos (individu/m2) a = Jumlah makrozoobentos (individu)
b = Luas bukaan van veen grab (cm2) 10000 = Konversi dari cm2 ke m2
Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman Shannon (Hโ) adalah angka yang menunjukkan keanekaragaman suatu organisme dalam suatu ekosistem dan hubungannya dengan ekologi ekosistem tersebut.
๐ปโฒ = โ ๐๐ ๐ ๐๐๐2๐๐ ๐ = โ ๐ ๐=1(๐๐ ๐๐๐2๐๐) ๐ ๐=1 โฆโฆโฆ(5) Keterangan:
Hโ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pi = ๐๐
๐ = Komposisi organisme jenis ke-i ni = Jumlah individu pada spesies ke-i N = Jumlah individu total
(Bengen 2000)
Dominansi
Indeks dominansi adalah angka yang menunjukkan ada atau tidaknya dominansi spesies tertentu terhadap spesies-spesies lainnya yang berada dalam satu ekosistem yang sama, berkaitan erat dengan kestabilan kondisi lingkungan dan tekanan ekologi dalam ekosistem tersebut.
๐ถ =
๐๐ ๐ 2=
๐ ๐=1๐
๐2 ๐ ๐=1 โฆโฆโฆ(7) Keterangan: C = Indeks dominansini = Jumlah individu pada spesies ke-i N = Jumlah total individu dari semua spesies
pi = Perbandingan jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah total individu yang telah ditemukan.
23
3.3.7 Analisis Kompenen Utama (AKU)
Analisis komponen utama (AKU) adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi data secara linier sehingga berbentuk sistem koordinat baru dengan varians maksimum (Miranda et al. 2008). Dalam penerapannya, analisis komponen utama justru dibatasi oleh asumsi-asumsinya, yaitu asumsi kelinearan model regresi, asumsi keorthogonalan komponen utama dan asumsi varians yang besar memiliki struktur yang penting (Johnson dan Wichern 2007).
Siswadi dan Suharjo (1997) menyatakan analisis komponen utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur variansi-kovariansi melalui kombinasi linear dari variabel-variabel asal. AKU biasanya digunakan untuk:
1 Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda. 2 Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas
banyak variabel dan saling berkorelasi.
3 Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil. Variabel baru yang dimaksud di sini disebut dengan komponen utama, yang berciri merupakan kombinasi linear variabel-variabel asal, jumlah kuadrat koefisien dalam kombinasi linear bernilai 1, tidak saling berkorelasi, dan ragamnya terurut dari yang terbesar ke yang terkecil.
Keeratan hubungan antara peubah asal dengan komponen utama dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara peubah asal dengan komponen utama (Isyriyah dan Poerbaningtyas 2011). Pada penelitian ini AKU digunakan untuk melihat hubungan antara komposisi partikel tipe substrat dan nilai backscattering volume dasar perairan serta hubungannya dengan komunitas makrozoobentos.
24