• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu pengambilan dan preparasi sampel, ekstraksi senyawa bioaktif dari lintah laut, fraksinasi senyawa bioaktif, dan identifikasi senyawa bioaktif.

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Tahap pertama penelitian ini dimulai dari pengambilan dan preparasi sampel serta persiapan bahan dan alat untuk pengujian kandungan gizi dan ekstraksi senyawa aktif. Sampel diambil dari pantai dan mangrove dengan tipe sedimen berlumpur di daerah Pamekasan Madura. Lintah laut diambil ketika kondisi air laut mulai surut. Setelah terkumpul, lintah laut dicuci dengan air laut untuk membersihkan dari kotoran lumpur, kemudian dikeluarkan isi perutnya dengan cara membelahnya secara melintang dari oral menuju aboral. Lintah laut dicuci kembali sampai bersih dengan air mengalir, kemudian dikeringkan sekitar 3-4 hari dengan sinar matahari. Setelah kering lintah laut dihaluskan dengan mortal dan blender.

Penanganan sampel segar dilakukan dengan membawa lintah laut dalam keadaan hidup yang sudah dicuci dengan air laut, kemudian dibungkus dengan kain basah dan dimasukkan ke dalam wadah. Melalui cara ini, lintah laut bisa bertahan hidup sampai 5-7 hari.

Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah: analisis rendemen (Hustiany 2005), analisis proksimat meliputi: kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan karbohidrat (AOAC 2005), analisis asam amino (AACC 1994), analisis asam lemak (AACC 1983), analisis mineral dan logam berat (SNI 01- 2896-1998).

3.3.2 Ekstraksi lintah laut kering

Ekstraksi lintah laut dilakukan dengan fraksinasi bertingkat dengan berbagai perbedaan kepolaran pelarut. Bubuk lintah yang dihasilkan ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan dengan 100 ml kloroform. Campuran dikocok dengan bantuan shaker selama 24 jam kemudian disaring. Fraksinasi menggunakan pelarut kloroform dilakukan 3 kali atau sampai larutan berwarna jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam

labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran rendah.

Gambar 4 Bagan kerja ekstraksi lintah laut (Discodoris sp.) (Sherif et al. 2008 dengan beberapa modifikasi)

Residu dari fraksinasi kloroform kemudian dilarutkan dengan pelarut etil asetat. Residu hasil fraksinasi dengan kloroform ditambahkan dengan 100 ml pelarut etil asetat. Selanjutnya campuran dikocok dengan shaker selama 24 jam dan kemudian disaring. Fraksinasi dengan pelarut etil asetat dilakukan sebanyak 3 kali atau hingga larutan menjadi jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam

Tepung lintah laut 50 g

Maserasi dengan kloroform 100 ml, 24 jam, suhu ruang

Penyaringan Filtrat Evaporasi Ekstrak Kloroform Residu Penyaringan Filtrat Evaporasi Ekstrak Etil asetat

Maserasi dengan etil asetat 100 ml, 24 jam, suhu ruang

Residu Penyaringan Filtrat Evaporasi Ekstrak Etanol

Maserasi dengan etanol 100 ml, 24 jam, suhu ruang

labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran sedang.

Fraksinasi terakhir menggunakan pelarut etanol. Residu hasil fraksinansi dengan etil asetat ditambahkan dengan pelarut etanol sebanyak 100 ml. Campuran dikocok dengan shaker selama 24 jam dan kemudian disaring. Fraksinasi dengan pelarut etanol dilakukan sebanyak 3 kali atau hingga larutan menjadi jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran tinggi.

Larutan hasil fraksinasi bertingkat tersebut dikeringkan dengan evaporator pada suhu 40 0C. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan freezedryer. Kandungan zat aktif pada masing-masing fraksi dihitung bobotnya. Prosedur lengkap dari proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis yang dilakukan pada tahap ekstraksi ini meliputi: analisis rendemen, analisis fitokimia (Departemen Kesehatan RI 1995), dan analisis antioksidan (Blois 1958 diacu dalam Hanani et al. 2005).

3.3.3 Fraksinasi lanjutan

Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik kemudian dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254.

Pelaksanaan kromatografi preparatif dilakukan dengan mencari pelarut terbaik terlebih dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis. Eluen yang digunakan yaitu heksan, kloroform, etil asetat, metanol dan etanol. Pencarian eluen terbaik dimulai dengan menggunakan eluen tunggal sampai dengan eluen campuran atau perbandingan.

Sebanyak 5 ml eluen dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup, kemudian dibiarkan beberapa menit sampai larutan menjadi jenuh. Ekstrak kasar yang terpilih dilarutkan dalam pelarutnya, kemudian ditotolkan pada garis bagian bawah yang ditandai pada plat kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pipa kapiler dan dikeringkan beberapa menit. Kemudian dimasukkan ke dalam chamber dengan posisi agak tegak, sampel yang ditotolkan berada pada bagian bawah dan diusahakan tidak terendam oleh eluen. Kemudian chamber ditutup dan ditunggu sampai sampel terbawa eluen pada batas atas. Plat kromatografi

lapis tipis dikeluarkan dan dikeringkan. Selanjutnya plat dilihat hasilnya dengan menggunakan sinar UV 254 nm.

Setelah ditemukan eluen terbaik, dilanjutkan dengan kromatografi preparatif. Prosedur yang dilakukan hampir sama dengan KLT namun dengan ukuran yang lebih besar. Pembuatan preparat dengan menggunakan silika gel 60 F 254 yang dipasang pada lempeng kaca dengan ukuran 20x20 cm. Eluen terbaik yang diperoleh disiapkan sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam chamber. Larutan sampel ditotolkan pada plat KLT dan dimasukkan ke dalam chamber, setelah dilihat hasilnya dengan sinar UV 254 nm, kemudian setiap fraksi atau masing-masing Rf (Retardation factor) yang dihasilkan dikerok dan dikumpulkan. Hasil pengerokan dilarutkan dengan pelarut yang sama dengan sampel terpilih. Pada fraksi atau Rf yang diperoleh dicek dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Jika pada lempeng KLT masing-masing fraksi hanya terdapat 1 bercak, maka dimungkinkan pemisahan sudah hampir sempurna dan diharapkan diperoleh senyawa tunggal.

Analisis yang dilakukan pada masing-masing fraksi (Rf) yang diperoleh yaitu analisis antioksidan dengan metode DPPH menurut Blois (1958) diacu dalamHanani et al. (2005).

3.3.4 Identifikasi senyawa aktif

Fraksi terpilih dengan nilai aktivitas antioksidan terbaik dilanjutkan dengan melihat komponen senyawa yang terdapat di dalamnya yaitu menggunakan GC-MS. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa dilakukan untuk mendapatkan bobot molekul dan pola fragmentasi dari senyawa murni tersebut. Kondisi operasi dari GC-MS disajikan pada Tabel 2.

Analisis yang dilakukan pada tahap identifikasi senyawa aktif ini yaitu memilih senyawa yang memiliki puncak tinggi dan dicocokkan dengan senyawa yang ada pada library GC-MS dengan kemiripan >90%.

Dokumen terkait