• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Gadjah Mada

KAJIAN NILAI AMBANG BATAS (NAB) IKLIM KERJA YANG TERPAPAR PANAS

4. Prosedur Pengumpulan Data

Mekanisme pengumpulan data yang disajikan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Prosedur Pengumpulan Data Keterangan:

P-1, P-2,..P-7 : Pengukuran temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban K : Penyebaran Kuisioner (studi awal)

Gambar 1 menunjukkan prosedur pengambilan data selama jam pengamatan setiap hari. Proses pengukuran data-data termal seperti temperatur udara, kecepatan angin dan kelembaban dilakukan dalam range 1 jam dan dimulai jam 8.00 sampai jam 16.00 yang dilakukan paa salah satu industri manufaktur. Data termal tersebut akan digunakan untuk menghitung Indeks Suhu Bola Basah (ISBB). Hasilnya digunakan untuk melakukan analisa implementasi Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 5l tahun 1999 yang menggunakan formulasi ISBB dalam penentuan Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja yang diizinkan.

Tabel 2. Kep-51 Men/1999 Tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang Diperkenankan

Pengukuran Waktu Kerja setiap Jam Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)OC

Waktu Kerja Waktu Istirahat Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

Beban kerja terus-menerus

(8 jam/hari) - 30,0 26,7 25,0

75% 25% 30,6 28,0 25,9

50% 50% 31,4 29,4 27,9

25% 75% 32,2 31,1 30,0

Adapun Rumusan ISBB yang dipergunakan untuk kondisi pekerjaan dalam ruangan tanpa radiasi matahari berasal dari buku Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods oleh Neville Stanton dkk yang ditunjukkan pada rumus 1 berikut.

Waktu (Jam) P-1 9-10 10-11 11-12 12-13 13-14 14-15 15-16 8-9 P-3 P-2 P-4 P-5 P-6 P-7 K L - 2

L-37 Laporan Akhir Hibah Bersaing Tahun ke-3, 2013

ISBB : 0,7 x temperatur basah + 0,3 x globe temperatur ... (1)

Analisa akan dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 5l tahun 1999 seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

5. Hasil

Hasil yang dipeoleh dari pengukuran yang dilakukan di lantai pabrik diuraikan berikut ini. Hasil Kuesioner

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 12 orang pekerja yang terpapar panas diperoleh votes pekerja terhadap sensasi panas, persepsi aliran udara dan efek paparan panas di ruang kerja seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Kueisoner Termal dari 12 Pekerja di Lantai Produksi

Pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Sensasi Panas 1,67 1,67 1,55 1,33 1,33 1,67 1,33 2 2 1,55 1,55 1,60 Persepsi Aliran Udara -1,67 -1,65 -1,2 -1,67 -1,33 -1,33 -1,33 -2 -1,65 -2 -1,33 -1,56 Efek Panas -1,67 -2 -1,65 -1,33 -1,33 -1,67 -1,53 -2 -1,67 -1,67 -1,45 -1,63

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata sensasi panas para pekerja akibat paparan panas adalah lebih dari skala -1 (hangat) dan umumnya adalah berada pada skala-2 (panas). Hal ini menunjukkan bahwa para pekerja benar-benar merasakan sensasi panas selama melakukan pekerjaannya. Aktivitas yang dilakukan seperti memotong, mengelas, membubut, mengecat dan mengepak menambah beban panas ke tubuh menjadi bertambah. Sensasi panas ini semakin bertambah seiring dengan pertambahan waktu kerja dari pagi hingga sore hari akibat akumulasi panas yang terjadi di lantai produksi. Akumulasi panas ini salah satu penyebabnya adalah penggunaan mesin-mesin produksi yang digunakan dalam berproduksi mampu menaikkan temperatur ruang kerja.

Kondisi panas ini diperburuk oleh sistem ventilasi yang kurang baik mengakibatkan panas yang terjadi stagnan berada di dalam ruangan dan bergerak naik ke bagian atas bangunan atau bagian atap. Udara panas yang terperangkap pada bagian atap akan berakumulasi lagi dengan panas yang masuk dari atap akibat radiasi metahari di luar bangunan. Persepsi para pekerja terhadap aliran udara rata-rata bernilai negatif yang mengindikasikan bahwa para pekerja benar-benar berada pada ketidaknyamanan.

Akibatnya efek paparan panas tersebut kepada para pekerja adalah sangat mengganggu pekerjaan terlihat dari kerigat yang dikeluarkan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan dan mengambil waktu istirahat di luar dari jam yang telah ditentukan oleh perusahaan. Umumnya kelebihan keringat dikeringkan menggunakan baju yang dikenakan atau handuk tetapi sering juga para pekerja keluar ruangan untuk menjaga keseimbangan tubuh. Adapun resistansi pakaian yang sering digunakan oleh pekerja ditunjukkan pada Tabel 3. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa rata-rata resistansi pakaian yang dikenakan oleh pekerja sebesar 0,57. Nilai ini menunjukkan nilai resistansi pakaian yang umum dikenakan oleh orang-orang yang tinggal pada daerah tropis lembab seperti di daerah kota Medan. Tetapi jika paparan panas yang terjadi di lantai produksi tersebut dibiarkan terjadi terus menerus dan asupan cairan tidak sesuai masuk ke dalam tubuh maka para pekerja maka pekerja dapat mengalami dehidrasi yang dapat menimbulkan heat stress.

L-38 Laporan Akhir Hibah Bersaing Tahun ke-3, 2013

Tabel 3. Jenis Pakaian dan Thermal Insulation Clo (Iclo) Pekerja Operator Celana Dalam Singlet Baju Kaos Celana Pendek Celana Panjang Sepatu Tipis/Tebal Jumlah Operator 1 0,3 0,04 - - 0,25 0,02 0,61 Operator 2 0,3 - 0,09 - 0,25 0,02 0,66 Operator 3 0,3 0,04 - - 0,25 0,04 0,63 Operator 4 0,3 - 0,09 - 0,25 0,04 0,68 Operator 5 0,3 - 0,09 - 0,25 0,02 0,66 Operator 6 0,3 - 0,09 0,06 - 0,02 0,47 Operator 7 0,3 - 0,09 0,06 - 0,02 0,47 Operator 8 0,3 - 0,09 0,06 - 0,02 0,47 Operator 9 0,3 - 0,09 - 0,25 0,02 0,66 Operator 10 0,3 - 0,09 0,06 - 0,02 0,47 Operator 11 0,3 0,04 - - 0,25 0,04 0,63 Operator 12 0,3 0,04 - 0,06 - 0,02 0,42 Rata-Rata 0,57

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

Perhitungan nilai indeks suhu bola basah (ISBB) dilakukan dengan menggunakan rumus 1 di atas. Data pengukuran temperatur basah dan globe temperatur dilakukan pada 12-titik pengukuran dimana pekerja berada seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai ISBB pada setiap Titik Pengukuran

Temperatur Temperatur pada Posisi Pekerja (=titik pengukuran, dalam derajat C)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Basah 27,11 26,67 27,53 27,00 26,82 27,17 26,95 26,76 26,87 27,13 27,14 26,91 Kering 30,22 29,71 30,09 30,06 29,66 30,67 30,40 29,92 30,49 30,20 30,05 30,47 Globe 31,36 33,10 32,27 31,23 33,33 31,86 31,93 31,56 32,82 31,56 31,99 32,37 ISBB 28,39 28,60 28,95 28,27 28,77 28,58 28,44 28,20 28,66 28,46 28,60 28,55

Nilai ISBB berfluktuasi pada range antara 28 sampai 29 °C. Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh aktivitas mesin produksi yang digunakan adalah berbeda pada setiap titik pengukuran sehingga pancaran panas yang ditimbulkan juga berbeda-beda. Berdasarkan tabel 2 di atas dengan nilai ISBB yang ada dan jenis pekerjaan adalah sedang ke berat maka persentasi waktu kerja adalah berada pada range 50 sampai 75 % adalah bekerja dan 25 sampai 50 % adalah istirahat. Sedangkan berdasarkan pembagian shift kerja yang diterapkan di perusahaan yaitu 1-shift kerja dengan lama jam kerja 8 jam/hari dan jumlah hari kerja sebanyak 6 hari/minggu. Jadwal kerja dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB dengan waktu istirahat makan siang selama 1 jam dan jika jumlah permintaan tinggi maka dilakukan overtime mulai pukul 16.00 WIB sampai 20.00 WIB dengan waktu istirhat selama 30 menit. Maka dari pengamatan secara ramdom yang dilakukan terhadap 2 orang pekerja di bagian produksi diperoleh waktu kerja dan waktu istirahat aktual seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Adapun data waktu kerja dan istirahat ini harus dilengkapi lagi untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Rata-rata persentasi waktu kerja pekerja adalah 6,8 jam dan waktu istirahat adalah 1,2 jam atau sekitar 85% waktu kerja dan 15% waktu istirahat. Maka terjadi range selisih sebesar 10 sampai 35% antara waktu kerja dan istirahat aktual dengan waku kerja dan istirahat yang ditetapkan oleh Keputusan Mentri yang ada pada Tabel 2 di atas. Pada kondisi ISBB yang sama, para pekerja melakukan kerja dengan jam kerja yang lebih lama dari yang ditetapkan Tabel 2. Secara teknis, nilai NAB yang ditetapkan tersebut di atas sulit untuk diimplementasikan karena Metode ISBB yang digunakan adalah diadopsi dari American

L-39 Laporan Akhir Hibah Bersaing Tahun ke-3, 2013

Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) yang dikembangkan berdasarkan iklim di Amerika yang memiliki 4-musim dan berbeda dengan iklim yang ada di Indonesia umumnya dan kota Medan khususnya yaitu temperatur tinggu dan lembab untuk sepanjang tahun. Hal ini tentu mempengaruhi kriteria paparan panas yang terjadi di Indonesia dan Amerika. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan di dalam merumuskan ISBB untuk mendapatkan Nilai Ambang Batas (NAB) yang lebih sesuai diimplementasikan di industri- industri manufaktur yang ada khususnya di kota Medan. Secara teknis nilai NAB tersebut dirasakan sangat merugikan perusahaan dan implementasinya dapat mengakibatkan banyaknya waktu menganggur atau tidak produktif dari para pekerja.

Tabel 5. Lama Waktu Kerja dan Waktu Istirahat perhari (jam)

Waktu Kerja dan Waktu Istirahat /8 jam kerja perhari (jam)

Pekerja Kerja Istirahat

1 2 3 Rata-Rata 1 2 3 Rata-Rata

Operator 1 6,5 7 6,8 6,8 1,5 1 1,2 1,2

Operator 2 6,8 6,8 7 6,9 1,2 1,2 1 1,1

Pada sisi lain, kajian paparan panas dengan menggunakan indikator ISBB dalam penentuan nilai NAB tersebut dapat digunakan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan lingkungan kerja yang terpapar panas yaitu secara engineering control atau management control. Misalnya dengan pemakaian turbine ventilator untuk melepas udara panas yang terperangkap di atap pabrik dan membuangnya ke udara luar serta menggantikannya dengan udara baru dari luar untuk masuk ke dalam ruangan atau dengan pengaturan shift kerja para pekerja secara rotasi antara ruang kerja yang terpapar panas ke ruang kerja yang kurang atau tidak terpapar panas. Umumnya jika salah satu perbaikan ini dilakukan maka paparan panas yang terjadi di lantai produksi akan dapat direduksi.

6. Kesimpulan

Pemerintah Indonesia sudah melakukan penetapan Nilai Ambang Batas Iklim kerja yang terpapar panas dalam suatu Keputusan Mentri Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenteker) RI No. 5l tahun 1999. Indikator yang digunakan dalam melakukan kajian iklim kerja yang terpapar panas menggunakan rumusan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB). Akan tetapi nilai NAB yang ditetapkan tersebut masih sulit diterapkan di beberapa industri manufaktur yang ada di kota Medan khususnya. Jumlah jam kerja dan jam istirahat yang ditetapkan dalam keputusan tersebut terlalu besar dan cenderung merugikan perusahaan karena besarnya waktu istirahat/waktu tidak produktif pekerja. Disisi lain Kepmenteker tersebut dapat digunakan sebagai kajian dalam melakukan perbaikan lingkungan kerja yang terpapar panas secara engineering control maupun management control.

Daftar Pustaka

ASHRAE, 1989a, Physiological principles, comfort and health, in Fundamentals Handbook, Atlanta.

Livchak, Andrey. 2005. The Effect of Supply Air System on Kitchen Thermal Environment, Parsons, K. 2003. Human Thermal Environments: The Effect of Hot, Moderate and Cold

Environment on Human Health, Comfort and Performance. Second Edition. London: Taylor & Francis.

Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan. Yogyakarta: Andi

L-40 Laporan Akhir Hibah Bersaing Tahun ke-3, 2013

LAMPIRAN 6

Dokumen terkait