• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data.

Ada berbagai tehnik pengumpulan data yang terdapat dalam petunjuk melakukan penelitian yaitu studi kepustakaan, pengamatan (observasi), wawancara (interview), dan pertanyaan-pertanyaan. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian ini disesuaikan dengan ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum yang bersumber dari data yang akan diteliti. Data tersebut berupa data primer yang dalam pengumpulan datanya diperoleh secara langsung dari masyarakat baik umum maupun masyarakat militer melalui pengamatan, dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data kepustakaan44. Penelitian eksistensi peradilan militer dan kebijakan sistem pertangungjawaban pidana dalam hukum pidana militer ini adalah penelitian hukum normatif merupakan jenis penelitain kepustakaan yaitu penelitian atas data sekunder. Oleh karena itu penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan.

2. Prosedur Pengolahan data.

Penelitian mengenai eksistensi Peradilan Militer dan sistem pertanggungjawaban hukum pidana militer, merupakan jenis pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya45. Dalam suatu kebijakan sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana militer dapatlah memberi peran yang signifikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer dan

44

Masri Singarimbun, 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta. LP3ES, Hal : 152

45.

bekerjanya perangkat peradilan militer (Ankum, Papera, Polisi Militer, Oditur, dan Pengadilan Militer.

3. Jenis dan sumber data.

Jenis dan sumber data dalam penelitian hukum ini pada dasarnya dapat diperoleh melalui bahan-bahan kepustakan atau diperoleh secara langsung dari masyarakat umum dan masyarakat militer. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat seperti yang telah dijelaskan diatas, dinamakan data primer, sedangkan data dari bahan-bahan kepustakaan disebut data sekunder. Bahan data sekunder ini merupakan bahan yang erat hubungannya dengan bahan data primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan informasi terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier ini biasa disebut bahan rujukan antara lain meliputi kamus hukum dan ensiklopedia hukum. Berdasarkan pada penggolongan data tersebut maka penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan sumber data sekunder, sedangkan penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan data primer46. Penelitian kebijakan sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana militer di Indonesia ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian ini dipergunakan sumber data sekunder yang diperoleh dari daftar kepustakaan. Penelitian tentang kebijakan sistem pertanggungjawaban pidana

46

Ronny Hartijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hal.: 52.

dalam Hukum Pidana Militer di Indonesia merupakan suatu kajian yang meneliti

tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana berkaitan

pertanggungjawaban pidana terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana dengan Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang menjelaskan semua tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer harus dipertanggungjawabkan di Pengadilan Militer.

Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, menghendaki pemisahan dalam hal pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh anggota militer yaitu tindak pidana umum, harus dipertanggungjawabkan dan disidangkan dipengadilan umum, disinilah peranan peradilan militer untuk menegakkan hukum sesuai dengan eksistensinya. Penelitian ini juga menjelaskan bagaimana peran Komandan dalam menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh anak buahnya ditinjau dari peran Komandan selaku ANKUM (Atasan yang berhak Menghukum) dan PAPERA (Perwira Penyerah Perkara) yang dapat memutus apakah tindak pidana itu bisa diteruskan ke Pengadilan Militer ataupun tindak pidana tersebut hanya dijatuhi hukuman disiplin militer.

4. Metode Penyajian Data

Dalam merumuskan suatu penelitian, data yang ingin disampaikan sebagai sarana penunjang dari suatu proses penelitian karya ilmiah dibagi menjadi beberapa katagori. Berdasarkan penyajian data tersebut, dapat dilakukan dengan bentuk suatu tabel maupun grafik yang dilakukan setelah proses penyusunan data tersebut selesai. Penyajian sedemikian itu bersama-sama dengan pengukuran nilai-nilai deskriptif merupakan proses penyederhanaan data atau informasi kedalam bentuk yang sesuai dengan analisa. Adapun dalam melakukan penelitian ini, penulis

menggunakan studi analisa yuridis normatif karena penulis ingin mengedepankan faktor yuridis dalam hubungan dengan norma yang berlaku sampai dengan sekarang ini dengan mendasarkan pada berbagai literatur yang ada untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu. Penganalisaan deskriptif dan perspektif ini bertitik tolak dari analisa yuridis-sistematis yang pendalamannya dikaitkan atau dilengkapi dengan analisa yuridis-empiris47.

D. Penentuan Populasi dan Sampel.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang tetapi juga obyek dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/ subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu48. Populasi dalam penelitian ini adalah Orang atau pejabat pada Pengadilan Militer, Oditur pada Oditurat Militer, Perwira Hukum dari kesatuan Brigif-3 Marinir, Polisi Militer Angkatan Laut. Berdasarkan populasi yang ada dapat ditentukan sampel berupa Purposive sampling yaitu suatu metode pengambilan sampel yang dalam penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai yang dianggap telah mewakili dari masalah yang diteliti. Bersasarkan sampel yang menjadi informasi terdiri dari produk hukum yang dikeluarkan instansi terkain antara lain:

a. Pengadilan Militer …………...………...: 1 (satu) Orang

47

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Universitas Diponegoro, Semarang, 1996.

48.

b. Oditurat Militer ………... 1 (satu) Orang c. Komandan Brigif-3 Marinir selaku Papera ..1 (satu) Orang

d. Pomal ………... 1(satu) Orang

Jumlah………...…. 4(empat) Orang

E. Analisa Data

Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dilakukan seleksi mana data yang relevan, kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan data sedemikian rupa. Oleh karena itu, analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif 49. Analisa ini diuraikan secara deskriptif dan perspektif. Analisa deskriptif dan perspektif ini dilakukan dengan argumentasi. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini tidak hanya mengungkapkan ataupun menggambarkan data sebagaimana adanya, melainkan juga bertujuan menggambarkan realitas eksistensi peradilan militer dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana militer di Indonesia sesuai apa yang diharapkan50. Setelah dilakukan pengumpulan data dan pengolahan data, kemudian diadakan analisis dengan menggunakan analisis Kuantitatif, yang dilakukan dengan menguraikan data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk kalimat- kalimat yang disusun secara sistematis, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui serta diperoleh kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan dalam menjawab permasalahan yang ada.

49

Ronny Hartijo Soemitro, op.Cit., hal :44.

50

V. PENUTUP

A. Simpulan.

1. Secara yuridis eksistensi peradilan militer dimuat dalam Pasal 24 ayat (2)

UUD 1945 amandemen keempat yang berbunyi : kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan Umum, lingkungan peradilan Agama, lingkungan peradilan Militer, lingkungan peradilan Tata usahan Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi jo Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta berdasarkan berkerjanya sistem dan sub-sistem peradilan militer itu sendiri.

2. Hambatan-hambatan yang terjadi terhadap eksistensi peradilan militer

dalam penegakan sistem pertanggungjawaban pidana bagi prajurit yaitu

anggota Militer yang berprofesi sebagai hakim militer bila dibandingkan dengan kekuatan jumlah Prajurit/ anggota militer di Indonesia maka hakim militer masih sangat jauh dari ideal sehingga akan terjadi penumpukan perkara ditingkat pengadilan militer. Kewenangan Papera dan Ankum yang terlalu besar menjadi penghambat dalam penegakan sistem

pertanggungjawaban pidana terhadap prajurit yang melakukan

B. Saran

1. Pembangunan substansi hukum harus diarahkan kepada pembentukan

suatu undang-undang yang komprehensif, dalam hal ini perubahan undang-undang peradilan harus diikuti dengann perubahan dalam hukum materil, hukum formil dan hukum pelaksanaann pidana. Untuk pemisahan yurisdiksi peradilan militer, penyidik dan penuntut tetap dari kalangan militer, dengan hakim kombinasi antara hakim militer dan hakim umum (sipil), apabila perkara militer murni maka komposisi hakim terdiri dari 2 (dua) hakim militer dan 1 (satu) hakim sipil, apabila perkara pidana umum maka 2 (dua) hakim sipil, dan 1 (satu) hakim militer.

2. Dalam rangka untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi

dalam sistem pertanggungjawaban pidana, maka kewenangan Ankum dan Papera dikurangi, demi terwujudnya sistem peradilan pidana yang mandiri, akuntabel, dan transparan sehingga apabila prajurit melakukan pelanggaran pidana Komandan satuan segera mendorong untuk diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Penambahan jumlah Hakim Militer dan tempat kedudukan Pengadilan/ Oditurat Militer diseluruh Indonesia, sehingga bagi prajurit yang berada di daerah operasi, tempat penugasan yang terpencil dapat dengan segera ditangani proses pidananya tanpa mengorbankan karir prajurit yang bersangkutan.

A. BUKU-BUKU

Abidin Farid, Zainal. Hukum Pidana I Cet. I, Jakarta; Sinar Grafika. 1995.

Amiroedin Sjarif.1996, Hukum Disiplin Militer Indonesia., Rineka Cipta. Jakarta.

Disjarad. 1979,Sejarah TNI 1945-1973. Peranan TNI AD, Bandung Dinas Sejarah

TNI Angkatan Darat..

Darwan Prinst.2003,. Pengadilan Militer. Cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Faisal Salam.1994, Moch. Peradilan Militer Indonesia. Cet . I. Bandung, Mandar

Maju.

Hersoebeno. 1994,Pemeriksaan Permulaan Dalam sistem Peradilan Militer,

Jakarta ; Perguruan Tinggi Hukum Militer.

Hamzah, Andi. 1990, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. , Cet. IV, .

Jakarta; Ghalia Indonesia,

Indriyanto Seno Adji dan Juan Felix Tampubolon.2001, Perkara H.M. Soeharto

Politisasi Hukum Dalam Kajian Perspektif Hukum (Acara) Pidana. Jakarta

: Multi Media Metrie.

Kansil, C.S.T,. 1980,Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta.

Mahfud, Moh. MD. 1998.,Politik Hukum di Indonesia. Cet. I. Jakarta; Prataka

LP3ES Indonesia.

---, 1976, Perkembangan Peradilan Militer di Indonesia 30 tahun, Cet.

Pertama.

Moeljatno. 1997,Dalam Marliman Projohamidjojo. Memahami Dasar-dasar

Hukum Pidana Indonesia. Jilid 2 , Cet. I. Jakarta; Pradya Paramita.

Mertokusumo.2002., Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta; Liberty.

Nawawi, Barda Arief.1994., Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan

Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro

---, 2003.Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

---, 2002.Masalah Kebijakan Penegakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung,.

---, 2006.Meneropong Kompetensi/ Jurisdiksi Peradilan Militer di

Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan sistem Hukum, Hotel Salak

Bogor.

Nasution, AH. 1999, Memenuhi Panggilan Tugas. Kenangan Masa Gerilya. Jilid

2A. Jakarta; Haji Masagung.

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, . 2010, Badan Pembinaan Hukum,

Tindak Pidana Di KUHP berikut Uraiannya. Diterbitkan Babinkum TNI.

Permanasari, Arlina. Dkk. 1999., Pengantar Hukum Humaniter. , Jakarta;

Internasional committee of the Red Cross.

Pusat Studi Hukum Militer Sekolah Tinggi Hukum Militer.2005, Hukum Militer

Indonesia Suatu Pengantar, Jakarta; Agustus.

Reksodiputro, Mardjono. 1999. Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan

Pidana . Cet III. Jakarta; Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum

Universitas Indonesia.

Soegiri. Dkk. 1976., 30 Tahun Perkembangan Peradilan Peradilan Militer di

Negara Republik Indonesia. Cet, I. Jakarta; Indra Djaja..

Sianturi, S.R. 2010., Hukum Pidana Militer Di Indonesia. Cet .3. Jakarta; Badan

Pembinaan Hukum TNI.

Simons dalam P.A.F. Lamintang. 1990. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia.

Cet. 2. Bandung; Sinar Baru.

Soekamto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI- Press, Jakarta.

---, 1983, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum , CV.

Rajawali Press. Jakarta.

Soemitro Hartijo Ronny. 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri,

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-undang Tentang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981, TLN.

Undang-undang Tentang Disiplin Prajurit ABRI, UURI Nomor 26 Tahun 1997, LN No. 74 Tahun 1997, TLN.

Undang-undang Tentang Peradilan Militer, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997, LN. No. 3713.

Undang-undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, UURI Nomor 4 Tahun 2004, LN No. 8 Tahun 2004 TLN No. 4358.

Undang-undang Tentang Tentara Nasional Indonesia. UURI Nomor 34 Tahun 2004, LN No. 127 Tahun 2004 TLN No. 4439.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang HukumAcara

Pidana, Kesindo Utama. Surabaya, 2007.

Soesilo, 1988, R, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

komentar Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, Cet kesepuluh

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Badan Pembinaan Hukum, Himpunan

Peraturan Perundang-undangan Bagi Prajurit TNI, Babinkum TNI, 2005.

---, Undang-undang Bidang Pertahanan Keamanan (HANKAM) 1997,

Babinkum TNI, 1997.

---, Atasan yang berhak Menghukum Dalam Lingkungan Tentara Nasional

Indonesia, Babinkum TNI, 1998.

---, Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Tentara

Nasional Indonesia, babinkum TNI, 2000.

Peraturan Panglima TNI tentang Atasan yang berhak menghukum bagi Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Perpang Nomor /25/XII/2012

Keputusan Panglima Nomor Kep/22/VIII/2005.TNI, Peraturan Disiplin Prajurit

Tentara Nasional Indonesia.

---, Nomor Kep/06/X/2003 tanggal 20 Oktober 2003.Nama, tempat

kedudukan, dan daerah hukum pengadilan militer, Pengadilan militer tinggi, dan Pengadilan m iliter pertempuran, serta Oditurat militer, Oditurat militer tinggi, dan Oditurat militer pertempuran.,

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor: Perkasal/82/XII/2011 tanggal 29

Desember 2011 tentang Penunjukan Perwira Penyerah Perkara di

Lingkungan TNI Angkatan Laut.

Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Kep/1434/X/2012 tanggal 4

Oktober 2012 tentang Buku Petunjuk Teknis Penerapan sanksi

administratif bagi Prajurit TNI Angkatan laut.

---, Kep/1386/IX/2012 tanggal 24 Desember 2012 tentang Buku Petunjuk

Teknis Tata cara sidang disiplin bagi Prajurit di Lingkungan TNI Angkatan Laut.

Dokumen terkait