• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Prapenuntutan

Dalam dokumen PRAPENUNTUTAN DALAM TINDAK PIDANA (Halaman 55-63)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Prapenuntutan

2. Prosedur Prapenuntutan

Administrasi perkara tindak pidana dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP- 518/A/J.A/11/2011 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP-132/J.A/11/1994 tanggal 7 November 1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana, yang berisikan bentuk naskah perubahan formulir dan naskah penyempurnaan petunjuk/cara pengisihan yakni terdiri dari :

a. Penerimaan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP)

Setiap penerimaan SPDP oleh kejaksaan di catat dalam register penerimaan dimulainya penyidikan atau dihentikannya penyidikan yaitu dalam register RP-6. Begitu pula apabila penyidik menghentikan penyidikannya berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu karena tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan dihentikannya penyidikan karena demi kepentingan hukum, jika penyidik harus memberitahukan kepada penuntut umum dan keluarga, maka hal ini tetap harus diregister di dalam RP-6.

44 Setelah SPDP telah diterima oleh kejaksaan, maka pemimpin dalam unit kerja kejaksaan selanjutnya menerbitkan Surat Petunjuk Jaksa Peneliti (P-16) yang mana jaksa yang telah ditunjuk tersebut ditugaskan untuk mengikuti perkembangan penyidikan, melakukan penelitian hasil penyidikan dan jika penyidikan dihentikan maka jaksa peneliti harus pula melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan oleh pihak penyidik. Dalam hal SPDP tidak ditindak lanjuti dengan penyerahan berkas perkara dalam batas waktu 30 hari kepada penuntut umum, maka selanjutnya penuntut umum meminta perkembangan hasil penyidikan kepada penyidik (P-17). Setelah 30 (tiga puluh) hari sejak meminta perkembangan hasil penyidikan kepada penyidik dan belum ditindak lanjuti dengan penyerahan berkas perkara tahap pertama, maka SPDP dikembalikan kepada penyidik.39

c. Penelitian berkas perkara tahap pertama

Penerimaan berkas tahap pertama di catat dalam register (RP-7), penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajarinya dan menelitinya, apabila berdasarkan hasil penelitian penuntut umum terhadap berkas perkara ditemukannya adanya kekurangan, dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya berkas perkara,

39 Kejaksaan Agung, Peraturan Jaksa Agung RI Tentang Standar OperasionalProsedur (SOP)

45 penuntut umum memberitahukan hal tersebut disertai petunjuk yang harus dilengkapi.40

Pemberian petunjuk tersebut merupakan tanggung jawab penyidik untuk dilengkapi, oleh karena itu penyidik dapat melakukan penyidikan tambahan, jika petunjuk tersebut tidak terpenuhi sedangkan petunjuk itu sangat berkaitan dengan pembuktian dalam persidangan, maka penuntut umum mengembalikan lagi berkas perkara tersebut disertai dengan petunjuk, bolak-baliknya berkas perkara hanya dapat dilakukan sebanyak tiga kali sesuai dengan ketentuan sebagaimana telah disebutkan di atas. Penelitian kelengkapan berkas perkara dituangkan dalam check list, penelitian yang sempurna oleh penuntut umum akan memberikan keberhasilan pada saat penuntutan disidang pengadilan.

d. Pemberian petunjuk dan pemberithuan penyidikan telah lengkap

Apabila menurut penelitian penuntut umum berkas perkara telah lengkap baik syarat formil maupun materilnya maka selanjutnya akan diterbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap (P-21), sehingga penyidik harus segera menyerahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik belum menyerahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak perkara dinyatakan lengkap, Penuntut Umum membuat pemberitahuan susulan bahwa penyidikan sudah lengkap (P-21A), dan apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan susulan

46 bahwa penyidikan sudah lengkap penyidik belum melakukan penyerahan tahap II, maka demi kepastian hukum penuntut umum mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik.41

Penelitian berkas perkara tahap pertama difokuskan kepada42 :

1. Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas/ persyaratan, tata cara penyidikan yang harus dilengkapi dengan surat perintah, berita acara, izin/ persetujuan ketua pengadilan. Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formal, perlu diteliti pula segi kualitas kelengkapan tersebut, yakni keabsahannya sesuai ketentuan undang-undang.

2. Kelengkapan materiil, yakni kelengkapan informasi, data, fakta dan alat bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian. Kriteria yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kelengkapan materiil antara lain :

Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kualifikasi dan pasal yang dilanggar), siapa pelaku, siapa-siapa yang melihat, mendengar, mengalami peristiwa itu (tersangka, saksi-saksi/ahli), bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi), dimana perbuatan dilakukan (locus delicti), bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicit), akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara

41Ibid, ayat (6).

42Himpunan tata naskah dan petunjuk teknis penyelesaian perkara pidana umum

47 viktimologis), apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang mendorong pelaku). Kelengkapan materiil terpenuhi bila segala sesuatu yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian telah tersedia sebagai hasil penyidikan.

Setelah memberikan petunjuk, selanjutnya penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada peniyidik. Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari, penyidik belum menyampaikan kembali berkas perkara yang telah dilengkapi sesuai petunjuk penuntut umum, maka penyidikan tambahan yang dilakukan oleh penyidik menjadi tidak sah, karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP, dan untuk itu agar memberitahukannya kepada penyidik.43

Dalam hal penyidik belum menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak perkara dinyatakan lengkap, penuntut umum membuat membuat pemberitahuan susulan bahwa penyidikan sudah lengkap, dan apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan susulan bahwa penyidikan sudah lengkap penyidik belum melakukan penyerahan Tahap II, maka demi kepastian hukum penuntut umum mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik.44

e. Penelitian tersangka dan barang bukti pada tahap II

43Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, Op.cit.

Pasal 12 ayat (5).

48 Apabila penuntut umum sudah menyatakan berkas perkara telah lengkap dengan P-21, maka selanjutnya penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti, selanjutnya diterbitkan surat perintah penunjukan jaksa penuntut umum oleh Kajari untuk penyelesaian perkara tindak pidana (P- 16A).

Untuk penerimaan tersangka dilakukan oleh penuntut umum sebagaimana diperintahkan dalam P-16A dan dicatat dalam berita acara penerimaan dan penelitian tersangka. Apabila terhadap tersangka diperlukan penahanan, digunakan dokumen-dokumen surat perintah penahanan tingkat penuntutan dan dicatat dalam register tahanan perkara tahap penuntutan.

Sedangkan untuk penerimaan tanggung jawab atas barang bukti dilakukan dengan berita acara penerimaan dan penelitian barang bukti. Sesuai dengan petunjuk teknis penyelesaian perkara pidana umum, hal- hal yang perlu diteliti meliputi :

1) Kuantitas (jumlah, ukuran, takaran/timbangan atau satuan lainnya); 2) Kualitas (harga/nilai, mutu, kadar dan lain-lain);

3) Kondisi (baik, rusak, lengkap/tidak); 4) Identitas/spesifikasi lainnya.

49 Pemeriksaan tambahan adalah kegiatan dimana penuntut umum berkoordinasi dengan penyidik untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dapat dilakukan45 :

1) Dalam hal penyidik menyatakan optimal, sementara petunjuk dari penuntut umum belum dipenuhi oleh penyidik, maka penuntut umum mengusulkan kepada kepala kejaksaan negeri/kepala cabang kejaksaan negeri untuk dilakukan pemeriksaan tambahan; 2) Dalam hal kepala kejaksaan negeri/kepala cabang kejaksaan

negeri memerintahkan kepala seksi tindak pidana umum kepala cabang kejaksaan negeri untuk menyiapkan surat perintah penunjukan penuntut umum guna melengkapi berkas perkara untuk ditandatangani;

3) Kepala seksi tindak pidana umum pada hari diterimanya surat perintah untuk melaksanakan pemeriksaan tambahan mengkoordinasikan pelaksanaannya dengan penuntut umum; 4) Pelaksanaaan pemeriksaan tambahan dilaksanakan oleh penuntut

umum dengan cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

5) Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil pemeriksaan tambahan perkara dapat dilimpahkan ke pengadilan, penuntut

50 umum segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkannya ke pengadilan negeri yang berwenang;

6) Apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan tambahan perkara tidak dapat dilimpahkan ke pengadilan, penuntut umum mengusulkan penghentian penuntutan;

7) Usulan penghentian penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan hukum acara pidana dan ketentuan lain yang terkait;

8) Penuntut umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemeriksaan tambahan;

9) Petugas administrasi/tata usaha mengadministrasikan pelaksanaan pemeriksaan tambahan.

Pelaksanaan pemeriksaan tambahan suatu berkas perkara yang dilakukan oleh penuntut umum selanjutnya dicatat dalam register perkara pemeriksaan tambahan, didalam ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) butir e undang-undang kejaksaan, diadakan sedikit perubahan, terhadap ketentuan di dalam KUHAP yang tidak memungkinkan pemeriksaan tambahan oleh jaksa sendiri. Dalam pasal itu dikatakan sebagai berikut : “Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelakasanaannya dikoordinasikan dengan penyidik”.

Ada dua batasan dalam ketentuan ini, yaitu : 1) Berkas perkara tertentu;

51 2) Dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Kalimat tersebut diatas menjelaskan bahwa untuk melengkapi berkas perkara pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Tidak dilakukan terhadap tersangka;

2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan/atau dapat meresahkan masyarakat dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara;

3) Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHP;

4) Prinsip koordinasi dan kerja sama dengan penyidik.

Sebenarnya ketentuan pembatasan pemeriksaan tambahan ini selaras dengan paham bahwa penyidikan itu monopoli polisi, sedangkan pemeriksaan tambahan oleh jaksa bersifat pengecualian, hal ini bertentangan dengan asas, bahwa penyidikan itu bagian dari persiapan penuntutan.

C. Perlindungan hukum anak sebagai pelaku dalam proses

Dalam dokumen PRAPENUNTUTAN DALAM TINDAK PIDANA (Halaman 55-63)

Dokumen terkait