• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SALURAN TRANSMISI DAN KORONA

3.6 Pelaksanaan Penelitian

3.6.2 Proses Analisa Data

Setelah data diperoleh, selanjutnya dibuat one-line diagram pada software ATPDraw sesuai dengan jaringan transmisi 275 KV yang diteliti.

1. Memasukkan data

Data-data yang dibutuhkan untuk melakukan pengaturan tegangan dimasukkan sesuai dengan kondisi sistem tenaga listrik yang diteliti setelah one-line diagram selesai dibuat. Data-data yang dibutuhkan tersebut telah diuraikan pada poin ”pengambilan data” di atas.

47 2. Menjalankan simulasi

Simulasi pada softwareATPDraw dapat dijalankan dengan terlebih dahulu melakukan proses drawing pada lembar kerja. Komponen-komponen elektronika dan impuls generator seperti diode, kapasitor, resistor dan ground dapat diperoleh pada tools yang disedikan oleh ATPDraw.

3. Menampilkan hasil

Hasil yang diharapkan dari simulasi menggunakan software ATPDraw untuk penurunan nilai profil tegangan puncak akibat adanya

sambaran petir di tranmsisi 275 kV akan ditampilkan dalam bentuk grafik dan juga dalam bentuk tabel.

48

BAB IV

ANALISIS PEMODELAN KORONA PADA SALURAN

TRANSMISI YANG MENGALAMI SURJA

TEGANGAN LEBIH PETIR

4.1 Saluran Transmisi 275 kV Tanpa Pengaruh Korona

Gambar 4.1 Pemodelan saluran transmisi tanpa korona

Sebuah saluran transmisi kawat telanjang maupun saluran transmisi berisolasi kabel dapat direpresentasikan sebagai sebuah konstanta – konstanta terpisah seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4.1. Parameter Transmisi seperti resistansi, induktansi, dan kapasitansi secara seragam dan merata di distribusikan di sepanjang saluran transmisi. Pada gambar diatas Ls merepresentasikan induktansi saluran, sedangkan Resistor (Rs) dan Kapasitor (Cs) masing-masing merepresentasikan energi yang hilang akibat korona dan besarnya kapasitansi saluran. Setiap titik percabangan dapat diberikan probe Voltage (V) seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4.1. Probe V tersebut berfungsi untuk mengukur nilai tegangan terhadap perubahan waktu (µs) untuk masing-masing titik yang ingin diketahui. Proses drawing dan simulasi pemodelan korona diatas digunakan softwere ATPDraw dengan surja petir dianggap bernilai 800 kV.

49 4.2 Saluran Transmisi 275 kV Dengan Pengaruh Korona

Gambar 4.2 Pemodelan saluran transmisi dengan korona

Pada pemodelan saluran transmisi dengan korona, terdapat komponen tambahan lainnya seperti yang tertera pada Gambar 4.2. Komponen tambahan yang dimaksud adalah berupa dioda dan sumber tegangan DC. Dioda merepresentasikan komponen penahan sumber tegangan DC dalam keadaan transient. Sementara sumber tegangan DC merepresentasikan tegangan awal terjadinya korona. Menurut Carneiro and Marti (1991) pemodelan korona akan mendekati nilai nyatanya bila pembagian segment korona pada saluran berjarak 50-100 m. Setiap 100 m diinputkan rangkaian yang merupakan reperesentasi dari korona, setiap segmentnya dirangkai seri hingga panjang saluran sesuai dengan panjang GI Pangkalan Susu menuju GI Binjai.

4.3 Data Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 275 kV

Saluran Transmisi 275 kV Pangkalan Susu – Binjai merupakan bagian dari sistem interkoneksi sistem kelistrikan Sumatera. Transmisi ini menggunakan tipe saluran ganda (double circuit) dan 2 berkas subkonduktor ACSR Zebra. Berikut adalah data-data spesifikasi menara dan konduktor Saluran Udara Tegangan

50 Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV yang diperoleh dari TRAGI PLN Binjai dan kemudian akan digunakan dalam pemodelan.

4.3.1 Menara Transmisi

Salah satu unit pendukung utama saluran transmisi hantaran udara (OHL) adalah menara transmisi. Menara transmisi yang didesain harus mampu menopang berat konduktor transmisi pada ketinggian yang aman dari tanah. Menara transmisi yang digunakan pada OHL Pangkalan Susu-Binjai adalah menara Lattice Tower tipe AA, dengan jumlah menara yang menopang saluan transmisi

sepanjang 69.9 km adalah sejumlah 217 set menara. Menara lattice tower ini disusun oleh material baja dengan bentuk persegi yang banyak digunakan untuk tipe saluran transmisi double circuit. Konstruksi dari menara yang digunakan pada saluran transmisi 275 kV Pangkalan Susu-Binjai dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini.

51

52 Sesuai dengan keadaan gemoteris lintasan saluran transmisi yang permukaaan tanahnya tidak selamanya rata dan cenderung bergelombang, maka tinggi rata rata kawat konduktor diatas tanah adalah sebagai berikut :

= − 23 (4.1)

dimana,

h = tinggi rata-rata kawat diatas tanah (m) ht = tinggi kawat pada menara (m)

dari persamaan diatas dapat ditentukan tinggi rata-rata konduktor masing-masing dari atas permukaan tanah.

a) Kawat fasa T = −23 = 46.4−237.5 = 41.4 b) Kawat fasa S = −23 = 38.95−237.5 = 33.95 c) Kawat fasa R = −23 = 31.5−237.5 = 26.5 4.3.2 Konduktor Transmisi

Berikut adalah data konduktor saluran transmisi yang digunakan sebagai penghantar arus listrik dari GI Pangkalan Susu menuju GI Binjai.

53 Tabel 4.1 Data Konduktor Transmisi SUTET 275 kV Pangkalan Susu-Binjai

Tipe Konduktor ACSR Zebra

Jumlah Al/St 54/7

KHA 943 A

Resistansi 0.06494 Ω/km

Tipe Saluran Double Circuit

Jarak Antar Berkas 26 cm

Diameter 2.86 cm

Luas Al 434.3 mm2

Luas St 56.3 mm2

Andongan 7.5m

4.4 Analisa Data dan Simulasi

4.4.1 Analisa Pengaruh adanya Korona Pada Saluran Transmisi

Korona memiliki peran penting dalam menentukan studi distorsi dan atenuasi pada tegangan lebih yang merambat sepanjang saluran transmisi. Analisa pemodelan simulasi saluran transmisi terhadap pengaruh efek korona dimulai dengan penentuan besar nilai tesistansi, induktasi, dan kapasitansi serta tegangan awalan korona (inception Voltage). Berikut perhitungan secara manual yang dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter-parameter tersebut.

Konduktor Zebra , fasa T, A = 26 cm , H = 41.4 m

Menghitung radius ekivalen konduktor berkas menurut Skiling and Dykes :

= 1 + 2 −1 = 2 1.43 1 + 2 2−1 1.43 2 26 = 2.438

54 Menghitung nilai induktansi saluran :

�= 2. 107ln

= 0.7788

= 0.02438 0.7788 = 0.0189

�= 2. 107ln 41.4

0.0189= 1.537 � /

Menghitung nilai kapasitansi saluran :

= 10 −9 18 ln2 = 10 −9 18 ln2 (41.4) 0.02438 = 6 1012 /

Menghitung nilai medan kritis korona :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.82 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.438 = 29.32 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60

55

= ln2

= 2.438 29.32 ln2 41.4

0.02438 = 581.179

Menghitung surge impedance :

= � = 1.537

6 1012 = 506.12 Ω

Data-data tersebut dapat dikumpulkan dalam bentuk tabel guna memperjelas dan mempermudah proses penelitian yang dilakukan.

Tabel 4.2 Paramater Saluran Transmisi 275 kV Pangkalan Susu-Binjai Tipe Konduktor (mm) Zebra (435/55)

Radius (cm) 1.43

Tinggi Fasa Terganggu (m) 41.4

Resistansi (Ω/km) 0.06494

Induktansi (µH/m) 1.537

Kapasitansi (pF/m) 0.006

Medan Kritis (kV/cm) 29.32

Inception Voltage (kV) 581.179

Dari perolehan data-data diatas, maka dapat dilakukan proses penginputan nilai masing-masing parameter yang dibutuhkan kedalam softwere ATPDraw

56 untuk kemudian diolah dan dianalisa oleh softwere, sehingga memberikan output berupa grafik dua dimensi seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.4 Kurva respon saluran terhadap surja petir Tabel 4.3 Hasil simulasi respon saluran terhadap surja petir

Dari grafik dan tabel diatas terlihat bahwa tegangan puncak saluran mengalami peredaman akibat adanya efek korona sepanjang saluran transmisi. Gelombang surja normal dengan tegangan puncak 800 kV mengalami redaman sebesar 18.29% akibat pengaruh yang diberikan oleh pertiwa korona, sehingga tegangan surja setelah mengalami redaman adalah sebesar 653.61 kV. Hal ini terjadi dikarenakan tegangan serta energi dari surja tersebut sebagian besarnya

Parameter V Peak (kV) Redaman (kV) Redaman (%) Waktu muka (µs) Surja Petir 800 - - 1.2 Ada korona 653.61 146.39 18.29 14.2 Tanpa Korona 930.58 - - 4.2

57 diubah menjadi energi cahaya, energi bunyi berisik, serta rugi-rugi sepanjang transmisi atau yang kita sebut dengan rugi-rugi korona.

Hubungan korona terhadap waktu muka juga dapat dilihat pada grafik hasil simulasi diatas. Adanya korona pada saluran transmisi ternyata akan mengubah waktu muka surja dari keadaan normalnya. Waktu muka surja normal 1.2 µs akan bergeser menjadi 14.2 µs dengan adanya korona dan menjadi 4.2 µs bila mengabaikan korona pada saluran transmisi 275 kV Pangkalan Susu – Binjai.

4.4.2 Analisa Pengaruh Korona dengan Perubahan Ketinggian Konduktor Pada pemodelan saluran transmisi yang terdapat korona, penulis juga akan mevariasikan ketinggian konduktor dari atas permukaan tanah. Adapun variasi yang dilakukan ialah memilih dan membandingkan salah satu fasa konduktor dengan ketinggian yang berbeda-beda ketika mengalamai sambaran petir secara langsung (direct stroke).

Berikut perhitungan parameter saluran transmisi yang dilakukan secara manual :

Fasa T, Konduktor Zebra , A = 26 cm , H = 41.4 m

Menghitung radius ekivalen konduktor berkas menurut Skiling and Dykes :

= 1 + 2 −1 = 2 1.43 1 + 2 2−1 1.43 2 26 = 2.438

58 Menghitung nilai induktansi saluran :

�= 2. 107ln

= 0.7788

= 0.02438 0.7788 = 0.0189

�= 2. 107ln 41.4

0.0189= 1.537 � /

Menghitung nilai kapasitansi saluran :

= 10 −9 18 ln2 = 10 −9 18 ln2 (41.4) 0.02438 = 6 1012 /

Menghitung nilai medan kritis saluran :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.82 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.438 = 29.32 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60

59

= ln2

= 2.438 29.32 ln2 41.4

0.02438 = 581.179

Menghitung surge impedance :

= � = 1.537

6 1012 = 506.12 Ω

Fasa S, Konduktor Zebra , A = 26 cm , H = 33.95 m

Menghitung radius ekivalen konduktor berkas menurut Skiling and Dykes :

= 1 + 2 −1 = 2 1.43 1 + 2 2−1 1.43 2 26 = 2.438

Menghitung nilai induktansi saluran:

�= 2. 107ln

= 0.7788

= 0.02438 0.7788 = 0.0189

�= 2. 107ln 33.95

60 Menghitung nilai kapasitansi saluran :

= 10 −9 18 ln2 = 10 −9 18 ln2 (33.95) 0.02438 = 7 1012 /

Menghitung nilai medan kritis :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.82 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.438 = 29.32 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60 = 60 ln2 = ln2 = 2.438 29.32 ln2 33.95 0.02438 = 566.98

Menghitung surge impedance :

= � = 1.49869

7 1012 = 447.21 Ω

61 Menghitung radius ekivalen konduktor berkas menurut Skiling and Dykes :

= 1 + 2 −1 = 2 1.43 1 + 2 2−1 1.43 2 26 = 2.438

Menghitung nilai induktansi saluran :

�= 2. 107ln

= 0.7788

= 0.02438 0.7788 = 0.0189

�= 2. 107ln 26.5

0.0189= 1.449 � /

Menghitung nilai kapasitansi saluran :

= 10 −9 18 ln2 = 10 −9 18 ln2 (26.5) 0.02438 = 7.229 1012 /

Menghitung nilai medan kritis :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.82 (1)0.67 1 + 0.3

62 Menghitung tegangan awal korona:

= 60 = 60 ln2 = ln2 = 2.438 29.32 ln2 26.5 0.02438 = 549.28

Menghitung surge impedance :

= � = 1.449

7.229 1012 = 447.708 Ω

Data-data tersebut dapat dikumpulkan dalam bentuk tabel guna memperjelas dan mempermudah proses penelitian yang dilakukan. Dalam Tabel 4.4 terlihat bahwa ketinggian konduktor akan berpengaruh terhadap nilai kapasitasi serta induktansi saluran tersebut. Berbeda hal nya dengan induktansi, kapasitansi saluran akan meningkat nilainya bila jarak saluran tersebut kepermukaan tanah di perkecil nilainya, sementara nilai induktansi akan semakin mengecil.

63 Tabel 4.4 Hasil simulasi pengaruh korona dengan variasi ketinggian konduktor

dari atas permukaan tanah

Fasa T S R Tinggi (m) 41.4 33.95 26.5 Kapasitansi (pF/m) 6 7 7.229 Induktansi (µH/m) 1.537 1.49869 1.449 Inception Voltage (kV) 581.179 566.98 549.28 V peak (kV) 653.61 646.11 641.79 Redaman (kV) 146.39 153.89 158.21 Redaman (%) 18.29 19.23 19.77 Waktu Muka (µs) 14.2 14.8 15

Gambar 4.5 Kurva Respon Redaman Terhadap Variasi Tinggi Konduktor

Pada Grafik hasil simulasi diatas menjelaskan bahwa fasa R memiliki fungsi peredaman yang lebih besar dari fasa-fasa lainnya. Fasa R mampu meredam 158.21 kV tegangan surja atau sebesar 19.77% dari 800 kV tegangan surja petir. Sementara fasa S dan fasa T hanya mampu meredam tegangan surja masing-masing sebesar 19.23 % dan 18.29 %.

64 Hubungan tinggi konduktor dari permukaan tanah terhadap waktu muka gelombang surja juga dapat diperhatikan dari Tabel 4.4 dan Gambar 4.5. Fasa T, dengan ketinggian 41.4 m dari atas tanah, ketika mendapat sambaran surja normal, maka waktu muka tegangan surja bergeser menjadi 14.2 µs. Berikutnya respon konduktor pada fasa S dan R dengan ketinggian masing-masing 33.95 m dan 26.5 m juga akan mengubah waktu muka surja menjadi 14.8 µs dan 15 µs.

4.4.3 Analisa Pengaruh Korona dengan Variasi Perbedaan Kekasaran Permukaan Konduktor

Faktor lain yang juga diperhitungkan dalam studi atenuasi gelombang surja akibat korona adalah kondisi kekasaran permukaan konduktor yang digunakan. Variasi konstanta kekasaran permukaan konduktor (m) yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah 0.2, 0.4, 0.6, dan 0.8. Dengan menggunakan konduktor ACSR Zebra dan tinggi konduktor fasa T sebesar 41.4 m dari atas permukaan tanah, maka nilai resitansi, induktansi dan kapasitansi saluran akan tetap bernilai sama dengan analisa sebelumnya. Variasi kekasaran permukaan konduktor hanya akan mengubah nilai medan kritis (Ec) saluran dan juga Inception Voltage. Perubahan nilai medan kritis dan inception voltage dapat dilihat dari perhitungan manual dibawah ini :

Kekasaran Permukaan Konduktor ( m = 0.2 )

Menghitung medan kritis :

65

= 30 0.2 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.438 = 7.1525 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60 = 60 ln2 = ln2 = 2.438 7.1525 ln2 41.4 0.02438 = 141.7765

Kekasaran Permukaan Konduktor ( m = 0.4 )

Menghitung medan kritis :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.4 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.438 = 14.305 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60

= 60 ln2

66

= 2.438 14.305 ln2 41.4

0.02438 = 283.553

Kekasaran Permukaan Konduktor ( m = 0.6 )

Menghitung medan kritis :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.6 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.438 = 21.457 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60 = 60 ln2 = ln2 = 2.438 21.457 ln2 41.4 0.02438 = 425.319

Menghitung surge impedance untuk semua jenis kekasaran permukaan konduktor:

= � = 1.537

6 1012 = 506.12 Ω

Data perhitungan diatas kemudian disusun dan dikumpulkan dalam bentuk tabel seperti dibawah ini. Hal ini akan memudahkan penulis dalam proses menganalisa data dan membandingkan setiap nilainya.

67 Tabel 4.5 Hasil simulasi pengaruh korona terhadap variasi kekasaran permukaan

konduktor Konstanta Kekasaran Permukaan Konduktor Medan Kritis (kV/cm) Inception Voltage (kV) V peak (kV) Redaman (kV) Redaman (%) Waktu (µs) 0.2 7.1525 141.7765 579.34 220.66 27.58 20.2 0.4 14.035 283.553 597.1 202.9 25.36 18.7 0.6 21.457 425,319 619.35 180.65 22.58 16.9 0.8 28.61 567.106 649.93 150.07 18.75 14.5

Gambar 4.6 Kurva Respon Redaman Terhadap Variasi Kekasaran Permukaan Konduktor

Grafik diatas merupakan hasil keluaran yang diperoleh dari pengoperasian softwere ATPDraw. Grafik tersebut memperlihatkan kondisi konduktor dengan

tingkat kekasaran permukaan yang tinggi akan menghasilkan tegangan puncak gelombang yang rendah sesuai data pada Tabel 4.5. Kondisi permukaan dengan m=0.2 akan mampu meredam tegangan puncak korona sebesar 27.58%, sedangkan ketika tingkat kekasaran permukaan diperkecil menjadi m=0.4, korona

68 akan mampu meredam surja petir sebesar 25.36%, dan m=0.6 redaman akan berada di nilai 22.58%, serta m=0.8 redaman yang dihasilkan hanya sebesar 150.07 kV atau 18.75% dari tegangan surja petir normal.

Kekasaran permukaan konduktor dalam meredam korona juga mengakibatkan perubahan pada waktu muka surja yang merambat sepanjang saluran. Untuk masing-masing tingkat kekasaran permukaan konduktor (m) yakni 0.2, 0.4, 0.6 dan 0.8, waktu muka surja menjadi 20.2 µs, 18.74 µs, 16.9 µs, dan 14.5 µs.

4.4.4 Analisa Pengaruh Korona dengan Variasi Panjang Saluran Konduktor

Panjang saluran transmisi akan mempengaruhi besar impedansi total dari saluran tersebut, sehingga secara bersamaan akan menambah rugi-rugi daya pada jaringan. Variasi panjang saluran yang akan digunakan adalah berjarak 500 m, maka setiap jarak 500 m akan dilihat tegangan puncak pada saluran sehingga dapat di ketahui tingkat peredaman yang mampu dilakukan korona untuk meredam surja petir.

Tabel 4.6 Hasil simulasi pengaruh korona terhadap variasi panjang saluran

Jarak Saluran (km) Puncak Impuls dengan Korona (kV) Redaman (kV) Redaman (%) Waktu muka (µs) 0.5 718.15 81.85 10.23 8.1 1 653.61 146.39 18.29 14.2 1.5 614.2 185.8 23.22 19.6 2 598.9 201.1 25.13 23.4

69 Gambar 4.7 Kurva Respon Redaman Terhadap Variasi Panjang

Konduktor

Grafik hasil simulasi diatas menjelaskan bahwa korona pada saluran transmisi akan memberi respon redaman terhadap surja petir yang merambat sepanjang saluran. Pada jarak 500 m pertama, korona mampu meredam 81.85 kV (10.23%) dari tegangan surja petir. 500 m berikutnya, tegangan puncak petir yang sudah diredam sebesar 146.39 kV (18.29%), hal ini tetap berlanjut untuk 500 m berikutnya dengan tegangan yang diredam sebesar 185.8 kV (23.22%). 500 m terkahir, atau dengan jarak total 2 km dari titik sambaran petir, tegangan surja petir yang tersisa di jaringan bernilai 598.9 kV. Dengan perkataan lain, bahwa korona mampu meredam surja petir dengan total redaman mencapai 25.13% dari surja petir hanya dengan jarak 2 km.

Mengubah panjang saluran juga akan mengubah waktu muka surja sepanjang saluran, pada jarak 500 m dari sambaran petir, waktu muka surja menjadi 8.1 µs. Untuk jarak yang lebih jauh lagi, yakni 1 km, 1.5 km, dan 2 km dari titik sambaran petir, masing-masing waktu muka petir menjadi 14.2 µs, 19.6

70 µs dan 23.4 µs. Dengan perkataan lain, penambahan panjang saluran akan mengubah waktu muka surja menjadi lebih lama dari keadaan normalnya.

4.4.5 Analisa Pengaruh Korona dengan Variasi Karakteristik Surja Petir Perbedaan karakteristik surja petir akan menjadi salah satu faktor penentu besar tingkat peredaman korona yang mampu dilakukan saluran transmisi. Dengan variasi waktu muka (front time) dan waktu ekor (tail time) surja petir, pemodelan korona pada saluran transmisi dapat dilakukan.

Tabel 4.7 Hasil simulasi pengaruh korona terhadap variasi surja petir

Standar Karakteristik Surja (µs) Waktu Muka (µs) Tegangan Puncak (kV) Redaman (kV) Redaman (%) Jepang 1-40 13.04 634.48 165.52 20.69 Amerika Serikat 1.5-40 13.1 645.07 154.93 19.36 Jerman dan Inggris 1-50 14 651.24 148.76 18.59 IEC 1.2-50 14.2 653.61 146.39 18.29

Gambar 4.8 Kurva Respon Redaman Terhadap Variasi Karakteristik Petir

71 Tabel dan Grafik hasil simulasi diatas menunjukan untuk karakteristik petir menurut standar IEC, korona pada saluran mampu meredam 18.29% surja petir, sedangkan karakteristik petir menurut Jepang, Inggris dan Amerika Serikat masing-masing korona mampu meredam surja petir sebesar 20.69%, 18.59% dan 19.36%.

Korona juga akan mengubah waktu muka dari masing-masing standar surja petir yang digunakan pada pemodelan. Pada standar jepang, waktu muka normal 1 µs akan menjadi 13.04 µs. Begitu pula hal nya dengan standar lainnya, waktu muka surja menurut standar Amerika Serikat (1.5µs) akan bergeser menjadi 13.1 µs. Sedangkan standar surja menurut IEC (1.2µs) dan Inggris (1 µs) masing-masing akan bergeser ke nilai 14.2 µs dan 14 µs.

4.4.6 Analisa Pengaruh Korona dengan Variasi Tipe Konduktor Saluran Transmisi

Pemodelan korona juga dilakukan dengan memvarasikan tipe konduktor yang digunakan untuk menghubungkan GI Pangkalan Susu menuju GI Binjai. Konduktor yang digunakan juga memiliki bahan penyusun material yang sama yakni alumunium yang diperkuat dengan baja (ACSR) namun dengan radius yang berbeda-beda. Adapun jenis konduktor ACSR yang digunakan ialah konduktor tipe Zebra, Camel dan Moose. Pemilihan konduktor untuk divariasikan mengacu pada kemampuan hantar arus (KHA) yang di miliki konduktor tersebut. Ketiga konduktor tersebut memiliki KHA yang hampir bernilai sama antara satu lainnya seperti pada Tabel 4.8, sehingga hal ini tidak akan mengubah jumlah berkas pada setiap sirkit saluran transmisi.

72 Berikut perhitungan yang dilakukan secara manual untuk menentukan besar parameter-parameter saluran transmisi dengan menggunakan variasi jenis konduktor.

Konduktor Camel , A = 26 cm , H = 41.4 m, r = 1.5075 cm

Menghitung radius ekivalen konduktor berkas menurut Skiling and Dykes :

= 1 + 2 −1 = 2 1.5075 1 + 2 2−1 1.5075 2 26 = 2.5506

Menghitung nilai induktansi:

�= 2. 107ln

= 0.7788

= 0.025506 0.7788 = 0.01986

�= 2. 107ln 41.4

0.01986= 1.528 � /

Menghitung nilai kapasitansi saluran :

= 10 −9 18 ln2 = 10 −9 18 ln 2 (41.4) 0.025506 = 6.871 1012 /

73

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.82 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.5506 = 29.22 /

Menghitung tegangan awal korona :

= 60 = 60 ln2 = ln2 = 2.5506 29.22 ln 2 41.4 0.025506 = 602.583

Menghitung surge impedance

= � = 1.528

6.871 1012 = 471.57 Ω

Konduktor Moose , A = 26 cm , H = 41.4 m, r = 1.5885 cm

Menghitung radius ekivalen konduktor berkas menurut Skiling and Dykes :

= 1 + 2 −1 = 2 1.5885 1 + 2 2−1 1.5885 2 26 = 2.6656

74 �= 2. 107ln = 0.7788 = 0.026656 0.7788 = 0.02076 �= 2. 107ln 41.4 0.02076= 1.5196 � /

Menghitung nilai kapasitansi saluran :

= 10 −9 18 ln2 = 10 −9 18 ln 2 (41.4) 0.026656 = 6.9088 1012 /

Menghitung Medan Kritis :

= 30 0.67 1 + 0.3 /

= 30 0.82 (1)0.67 1 + 0.3

1 2.6656 = 29.12 /

Menghitung tegangan awal korona:

= 60

= 60 ln2

75

= 2.6656 29.12 ln 2 41.4

0.026656 = 624.173

Menghitung surge impedance

= � = 1.5196

6.9088 1012 = 468.98 Ω

Data perhitungan tersebut dapat dikumpulkan dalam bentuk Tabel 4.8 seperti yang tertera dibawah ini, dengan tujuan untuk memudahkan proses menganalisis variabel-variabel yang terdapat pada tabel.

Tabel 4.8 Hasil simulasi pengaruh korona terhadap variasi jenis konduktor

Tipe Konduktor Zebra Camel Moose

Radius (cm) 1.43 1.5075 1.5885 Kapasitansi (pF/m) 6 6.871 6.9088 Induktansi (µH/m) 1.537 1.528 1.5196 Medan Kritis (kV/cm) 29.32 29.22 29.12 Inception Voltage (kV) 581.179 602.583 624.173 V peak (kV) 653.61 656.93 663.58 Redaman (kV) 146.39 143.07 136.42 Redaman (%) 18.29 17.88 17.05 Waktu Muka (µs) 14.2 14 13.4

76 Gambar 4.9 Kurva Respon Redaman Terhadap Variasi Tipe Konduktor

Pada Tabel 4.8 dan Grafik 4.9 diatas memperlihatkan bahwa radius konduktor menjadi salah satu faktor penentu besarnya korona yang terjadi di sepanjang saluran transmisi. Penambahan besar radius konduktor akan memperbesar nilai tegangan tegangan awal terjadinya korona (inception voltage). Disisi lain, bertambah besarnya inception voltage akan mengakibatkan mengecilnya kemampuan meredam surja petir oleh korona yang terdapat pada saluran. Pada koduktor ACSR tipe Moose misalnya, konduktor Moose memiliki radius yang lebih besar dibandingkan dengan konduktor Zebra maupun Camel, yakni dengan radius 1.5885 cm, konduktor Moose hanya mampu meredam 17.05% atau sebesar 136.42 kV dari tegangan awal surja 800 kV. Konduktor Camel dengan radius yang lebih kecil dari konduktor Moose yakni 1.5075 cm hanya mampu meredam tegangan surja sebesar 143.07 kV (17.88%).

77 Selain mengalami penurunan puncak gelombang (redaman), korona juga menyebabkan bergesernya waktu muka surja yang merambat sepanjang saluran. Semakin besar kemampuan korona untuk meredam surja petir, maka semakin jauh pula bergesarnya waktu muka dari tegangan lebih tersebut. Pada konduktor Zebra dengan kemampuan sebesar 18.29% untuk meredam surja petir, akan menggeser waktu muka surja menjadi 14.2µs. Sementara dengan menggunakan konduktor Moose, waktu muka surja akan lebih cepat, yakni menjadi 13.4µs.

78

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini telah menjelaskan prosedur pemodelan dan pengaruh korona terhadap saluran transmisi dengan parameter saluran yang divariasikan. Sebuah studi matematika sederhana pada pemodelan korona di bawah pengaruh sambaran surja petir dapat disimulasikan dengan menggunakan softwere ATPDraw-EMTP. Hasil simulasi program menunjukan bahwa pentingnya korona untuk disertakan dalam proses perencanaan saluran transmisi, sehingga dapat diketahui besarnya magnitud dan waktu muka surja petir yang merambat sepanjang saluran. Kesimpulan lainnya dapat dijelaskan oleh poin-poin dibawah ini:

1. Dengan memperkirakan pengaruh korona pada saluran transmisi, diperoleh nilai tegangan puncak surja 800 kV mengalami peredaman sebesar 146.39 kV atau sebesar 18.29% dan waktu muka surja bergeser menjadi 14.2 µs.

2. Penambahan nilai panjang saluran akan menambah kuantitas rugi-rugi korona, sehingga memperbesar kemampuan saluran untuk meredam tegangan surja.

3. Konduktor dengan diameter yang besar akan mempersulit proses terjadinya peristiwa korona, sehingga kemampuan redaman surja tegangan lebih pada saluran semakin mengecil.

4. Semakin rendah konduktor dari atas permukaan tanah, maka semakin besar pula nilai kapasitansi salurannya sehingga peristiwa korona

79 semakin mudah terjadi, sementara kemampuan redaman surja tegangan lebih menjadi meningkat.

5. Konduktor dengan kondisi permukan yang kasar akan memperbesar nilai rugi-rugi korona pada saluran dan memperbesar kemampuan redamannya.

6. Redaman berbanding lurus terhadap waktu muka surja, semakin besar kemampuan redaman surja, maka semakin lama pula waktu muka surja pada saluran.

5.2 Saran

Adapun saran dari penulis sebagai pengembangan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan menganalisis tegangan impuls surja petir terhadap pemodelan korona pada tegangan nominal transmisi yang lebih tinggi lagi misalnya 500 kV, dimana peristiwa korona sangat terlihat jelas dan perlu diperhitungkan.

2. Tugas akhir ini juga dapat dilanjutkan dengan menganalisis tegangan impuls hubung buka dan impuls petir terpotong sebagai sumber gangguan pada saluran transmisi.

6

BAB II

SALURAN TRANSMISI DAN KORONA

Saluran transmisi memegang peranan penting dalam proses penyaluran daya dari pusat-pusat pembangkit hingga kepusat-pusat beban. Agar dapat melayani kebutuhan tersebut maka diperlukan sistem transmisi tenaga listrik yang handal dengan tingkat keamanan yang memadai. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan peralatan utama maupun peralatan lainnya seperti instrumen gardu induk adalah sambaran surja petir baik secara langsung maupun tidak langsung pada peralatan di transmisi maupun peralatan di gardu induk. Dengan demikian, pada sebuah gardu induk dan sistem menara transmisi sangat diperlukan perlindungan terhadap gangguan akibat surja petir. Untuk melindungi kawat fasa serta menjadi medium tempat mengalirnya arus gangguan akibat sambaran surja petir maka diperlukan peralatan tenaga listrik yang disebut dengan kawat tanah dan lightning arrester [1].

2.1 Tegangan Tinggi Impuls

Tegangan tinggi impuls (impulse voltage) adalah tegangan yang naik dalam waktu singkat sekali kemudian disusul dengan penurunan yang relatif lambat menuju nol. Ada tiga bentuk tegangan impuls yang mungkin menerpa sistem tenaga listrik yaitu tegangan impuls petir yang disebabkan oleh sambaran petir (lightning), tegangan impuls hubung buka yang disebabkan oleh adanya operasi hubung buka (switching operation) dan tegangan impuls petir terpotong [1].

7 Gambar 2.1 Jenis-jenis tegangan impuls

Tegangan impuls di definisikan sebagai suatu gelombang yang berbentuk eksponensial ganda yang dapat dinyatakan dengan persamaan:

( ) = 0 (2.1)

dimana

Vo = Magnitud Tegangan (kV)

a,b = konstanta-konstanta yang dipengaruhi nilai RLC

Dari persamaan (2.1) dapat dilihat bahwa bentuk gelombang impuls ditentukan oleh konstanta a dan b, sedangkan nilai konstanta a dan b ini ditentukan oleh komponen rangkaian [2].

Definisi bentuk gelombang impuls [2]

1. Bentuk dan waktu gelombang impuls dapat diatur dengan mengubah nilai komponen rangkaian saluran (konstanta a dan b)

2. Nilai puncak (peak value) merupakan nilai maksimum gelombang impuls. 3. Muka gelombang (wave front) didefinisikan sebagai bagian gelombang

Dokumen terkait