• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES ESTERIFIKASI GLISEROL

Dalam dokumen PROSES PRODUKSI TRIASETIN DARI REFINED (Halaman 33-38)

Proses esterifikasi gliserol merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk memproduksi produk turunan gliserol. Reaksi esterifikasi dapat menghasilkan bermacam-macam ester yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai lebih tinggi berupa gliserol trihepanoat, gliserol monostearat, mono gliserida oleat, gliserol triasetat atau triasetin. Produk dari konversi gliserol ini bersifat ramah lingkungan dan terbarukan karena bukan merupakan turunan dari minyak bumi. Konversi gliserol biasanya juga dapat dilakukan dengan cara lain selain esterifikasi gliserol yaitu dengan oksidasi gliserol, dan reduksi gliserol (Puspitasari, 2018).

Monoacetylglycerol atau monoasetin (MAG), diacetylglycerol atau diasetin (DAG) dan triacetylglycerol atau triasetin (TAG) diperoleh melalui reaksi esterifikasi. Di antara ketiga produk tersebut, triacetylglycerol atau triasetin (TAG) dianggap sebagai aditif teroksigenasi yang paling efektif dalam meningkatkan viskositas diesel dan biodiesel dan sifat dingin serta meningkatkan jumlah setana diesel dan mengurangi emisi gas berbahaya. Terlebih lagi, TAG adalah penguat oktan untuk bensin (Martin;dkk, 2019).

2.3.1 MEKANISME REAKSI ESTERIFIKASI GLISEROL

Reaksi esterifikasi adalah reaksi ionik antara asam karboksilat dan alkohol dimana terjadi reaksi adisi dan penataan ulang eliminasi yang menghasilkan ester.

17

Ester merupakan sebuah hidrokarbon yang diturunkan dari asam karboksilat (Sari, dkk., 2015). Mekanisme reaksi esterifikasi dapat dijelaskan melalui beberapa tahap reaksi berikut.

a. Pembentukan senyawa proton pada asam karboksilat. Pada proses ini terjadi perpindahan proton dari katalis asam atom oksigen pada gugus karbonil (Prasetyo, dkk., 2012).

Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukan Senyawa Proton pada Asam Karboksilat (Prasetyo, dkk., 2012)

b. Alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, dimana atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol yang bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium. Pada proses ini terjadi pelepasan proton atau deprotonasi dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan senyawa kompleks teraktivasi (Prasetyo, dkk., 2012).

Gambar 2.3 Mekanisme Alkohol Nukleofilik Menyerang Karbon Positif (Prasetyo, dkk., 2012)

c. Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil yang diikuti pelepasan molekul air menghasilkan ester (Prasetyo, dkk., 2012).

Gambar 2.4 Mekanisme Protonasi Terhadap Gugus Hidroksil (Prasetyo, dkk., 2012)

18

Mekanisme reaksi esterifikasi di atas dapat dirangkum sebagai berikut.

Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Prasetyo, dkk., 2012)

Sedangkan mekanisme reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.6 Mekanisme Reaksi Esterifikasi Gliserol (Kale, 2016)

Berdasarkan Gambar 2.8 dapat dilihat bahwa gliserol yang direaksikan dengan asam asetat akan menghasilkan triasetin dan air. Reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat dapat berlangsung dengan katalis asam dan bersifat reversible. Penggunaan katalis diperlukan untuk meningkatkan laju reaksi (Silaban, dkk., 2015).

Kale (2016) telah melaporkan bahwa batasan selektivitas untuk TAG dalam asetilasi yang dalam hal ini melalui reaksi esterifikasi gliserol telah diamati. Mekanisme reaksi esterifikasi gliserol merupakan reaksi endotermis dan reaksi standarnya dengan energi bebas Gibbs (∆G) positif yang menunjukkan bahwa reaksi tidak spontan dan ditolak secara termodinamika. Energi bebas Gibbs dari reaksi pertama (∆GGliserol ➔ MAG) dan reaksi kedua (∆GMAG ➔ DAG) adalah berturut-turut 19,15 dan 17,80 kJ/mol. Sedangkan untuk tahap reaksi ketiga memiliki energi bebas Gibbs yang relatif tinggi, yaitu sebesar 55,58 kJ/mol. Hal ini menandakan bahwa tahap reaksi ketiga menjadi yang paling sulit. Untuk meningkatkan selektivitas TAG yang diinginkan, maka perlu untuk menggeser kesetimbangan dan mencari rute terbaik dengan cara penghilangan air yang terbentuk selama berjalannya reaksi. Air dapat dihilangkan dengan cara distilasi azeotropik menggunakan eksternal komponen yang disebut sebagai entrainer (Kale, 2016).

19

2.3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI ESTERIFIKASI

Faktor- fakor yang mempengaruhi konversi gliserol menjadi triasetin dalam reaksi esterifikasi (Sari, dkk., 2015), yaitu:

1. Temperatur

Menurut Karnjanakom; dkk (2018) dalam reaksi esterifikasi menunjukkan pengaruh suhu reaksi terhadap konversi gliserol menjadi produk triasetin, sehingga dilakukan percobaan variasi suhu yaitu 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, 100°C, 110°C dan 120°C. Seperti yang diamati, pada suhu rendah, produk utamanya adalah monoasetin (MAG) dan peningkatan suhu reaksi dari 60°C hingga 90°C menghasilkan peningkatan substansial dalam konversi gliserol dan selektivitas diasetin (DAG) dan triasetin (TAG), menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi meningkatkan proses endotermik dan mempromosikan deprotonasi gliserol lebih lanjut. Gliserol dikonversi sepenuhnya dengan selektivitas TAG terbaik sebesar 100% diperoleh pada suhu reaksi optimum 100°C.

Sehingga disimpulkan bila temperatur semakin tinggi, maka akan diperoleh nilai konversi gliserol yang tinggi juga. Hal ini terjadi karena dengan semakin tingginya temperatur reaksi, maka kecepatan reaksi juga akan semakin meningkat. Pada persamaan Arrhenius sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut.

k = A.e-E/RT

Jika nilai temperatur reaksi semakin tinggi, maka kecepatan reaksi akan bertambah besar sehingga konversi yang diperoleh akan semakin besar pula (Satriadi, 2015). Titik didih asam asetat sebagai reaktan sebesar 117,9°C (Merck, 2020), oleh sebab itu dalam penelitian ini, peneliti mengambil suhu sebesar 100oC±5oC sebagai variabel tetap yang telah dilakukan oleh Karjankom;dkk (2018)

2. Katalisator

Pada umumnya, semakin tinggi jumlah katalis yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kesetimbangan reaksi esterifikasi tercapai. Fenomena ini dapat dijelaskan oleh ketersediaan yang lebih tinggi dari situs aktif yang memungkinkan protonasi simultan yang lebih banyak dari asam asetat.

20

Penggunaan jumlah katalis yang lebih rendah akan menyebabkan waktu reaksi yang lebih lama (Dosuna dan E. M., 2012). Dan juga pengunaan jenis katalis homogen maupun heterogen berperan penting dalam mengkonversi gliserol menjadi triasetin. Reaksi esterifikasi konvensional dilakukan dengan menggunakan katalis homogen seperti asam sulfat, asam fosfat dan asam klorida, akan tetapi penggunaan katalis homogen memiliki kesulitan pemisahan katalis, menyebabkan korosi material dll. Oleh sebab itu pengunaan katalis heterogen lebih disukai (Veluturla; dkk, 2017).

Penggunaan katalis poli–(asam stirena sulfonat) berbasis limbah eps foam (expanded polysterene foam) pernah dilakukan oleh Ditama (2013) dengan metode eterifikasi, dimana perbandingan molar campuran gliserol dan benzil alkohol sebesar 1:3, kondisi reaksi suhu 110 °C selama 12 jam, serta katalis sebesar ± 1% menghasilkan mono–benzil gliserol eter sebesar 8.10%, 1,3– dibenzilgliseroleter sebesar 2.60%, dan dibenzil eter sebesar 9.80%, dimana hasilnya belum optimal, sedangkan Karnjanakom; dkk (2018) memperoleh selektivitas TAG sebesar 100% dengan menggunakan katalis sebesar 5% dari massa gliserol, maka dari itu pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk menggunakan katalis heterogen yaitu katalis asam padat poli–(asam stirena sulfonat) dengan variasi sebesar 1%; 2%; 3%; 4% dan 5% terhadap massa gliserol.

3. Pengadukan

Asetilasi gliserol dengan asam asetat dan katalis merupakan reaksi slurry cair-padat yang melibatkan perpindahan massa ekternal dari bulk fasa cairan ke dalam katalis yang diikuti oleh difusi intra dan interpartikel, adsorpsi, reaksi, dan desorpsi produk. Difusi intra dan interfasa dari reaktan menghadapi resistensi perpindahan massa yang menghasilkan hasil yang lambat atau menurun. Berbagai teknik dapat digunakan untuk menentukan apakah reaksi asetilasi perpindahan massanya terkontrol atau terbatasi. Salah satu tekniknya yaitu dengan melakukan pengadukan dengan kecepatan tertentu. Adanya pengadukan pada proses pembuatan triasetin menggunakan katalis asam padat mampu menghancurkan katalis yang disintesis menjadi halus (125 – 180 𝜇m), meningkatkan perpindahan massa, dan menghilangkan keterbatasan

Dalam dokumen PROSES PRODUKSI TRIASETIN DARI REFINED (Halaman 33-38)

Dokumen terkait