• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : BENTUK-BENTUK ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKE-

B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari`ah Berdasarkan Hukum Posi-

3. Proses Litigasi Pengadilan

Sudah menjadi asas dalam hukum acara perdata bahwa pengadilan (hakim) wajib mendamaikan pihak berperkara146. Asas ini mengharuskan pengadilan (hakim) agar dalam menangani suatu perkara perdata yang diajukan kepadanya terlebih dahulu berupaya mendamaikan kedua belah pihak berperkara. Upaya mendamaikan kedua belah pihak berperkara di persidangan adalah sesuatu yang imperatif (wajib dilakukan). Kelalaian hakim mengupayakan perdamaian bagi kedua belah pihak berperkara akan mengakibatkan batalnya pemeriksaan perkara tersebut demi hukum147.

Sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui sulh (perdamaian) maupun secara tahkim (arbitrase) akan diselesaikan melalui lembaga Pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, secara eksplisit menyebutkan bahwa di Indonesia ada 4 lingkungan lembaga peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer.

Dalam konteks ekonomi syari’ah, Lembaga Peradilan Agama melalui Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang telah dirubah dengan Undang- Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama telah menetapkan hal-hal yang menjadi kewenangan lembaga Peradilan Agama. Adapun tugas

146

Arto A. Mukti, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 13.

147

dan wewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah. Dalam penjelasan undang- undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah reksadana syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dan dana pensiun, lembaga keuangan syari’ah, dan lembaga keuangan mikro syari’ah yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Setelah lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari`ah selain Pengadilan Agama yaitu Pengadilan Negeri dan Arbitrase mempunyai peluang yang sama dalam menyelesaikan sengketa syari`ah. Disebutkan bahwa:148

“(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syari`ah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan Penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat(1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.

(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip syari`ah.

Penjelasan dari ayat (2) diatas menyebutkan bahwa pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa sesuai dengan isi akad adalah upaya dengan musyawarah, mediasi perbankan, badan arbitrase syariah nasional atau lembaga arbitrase lain serta melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan

148

umum.

Penyelesaian sengketa bisnis yang dilaksanakan atas prinsip- prinsip syari’ah melalui mekanisme litigasi Pengadilan terdapat beberapa kendala, antara lain belum tersedianya hukum materil baik yang berupa undang-undang maupun kompilasi sebagai pegangan para hakim dalam memutus perkara. Di samping itu, masih banyak para aparat hukum yang belum mengerti tentang ekonomi syari’ah atau hukum bisnis Islam. Dalam hal yang menyangkut bidang sengketa, belum tersedianya lembaga penyidik khusus yang berkompeten dan menguasai hukum syari’ah.

Pemilihan lembaga Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa bisnis (ekonomi) syari’ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana. Hal ini akan dicapai keselarasan antara hukum materil yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam dengan lembaga peradilan Agama yang merupakan representasi lembaga Peradilan Islam, dan juga selaras dengan para aparat hukumnya yang beragama Islam serta telah menguasai hukum Islam. Sementara itu hal-hal yang berkaitan dengan kendala- kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Agama dapat dikemukakan argumentasi bahwa pelimpahan wewenang mengadili perkara ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama pada dasarnya tidak akan berbenturan dengan asas personalitas ke-Islaman yang melekat pada Pengadilan Agama. Hal ini sudah dijustifikasi melalui kerelaan para pihak untuk tunduk pada aturan syari’at Islam dengan menuangkannya dalam klausula kontrak yang disepakatinya.

Selain kekhawatiran munculnya kesan eksklusif dengan melimpahkan wewenang mengadili perkara ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama sebenarnya berlebihan, karena dengan diakuinya lembaga ekonomi syari’ah dalam undang-undang tersebut berarti negara sudah mengakui eksistensinya untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah kepada siapa saja, termasuk juga kepada yang bukan beragama Islam.

Keunggulan-keunggulan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari`ah antara lain :149

1) Pengadilan Agama memiliki SDM yang sudah memahami permasalahan syari`ah, tinggal meningkatkan wawasan dan pengetahuan mereka melalui pendidikan dan pelatihan secara berkala;

2) Kendatipun RUU tentang ekonomi syari`ah belum disyahkan namun Pengadilan Agama mempunyai hukum materiil yang cukup established, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi syari`ah, diantaranya berupa kitab-kitab fikih muamalah yang dalam penerapannya masih kontekstual; 3) Keberadaan kantor Pengadilan Agama hamper meliputi semua wilayah

Kabupaten dan Kotamadia diseluruh wilayah Indonesia dan sebagian besar telah mengaplikasi jaringan teknologi informasi (TI) dengan basis internet, sehingga apabila dibandingkan dengan Basyarnas yang keberadaannya masih terkonsentrasi diwilayah ibukota, maka Pengadilan Agama mempunyai keunggulan dalam kemudahan pelayanan.

4) Mendapat dukungan mayoritas penduduk Indonesia, yaitu masyarakat muslim yang saat ini sedang mempunyai semangat tinggi dalam menegakkan nilai-nilai agama yang mereka anut;150

5) Adanya dukungan politis yang kuat karena pemerintah dan DPR telah menyepakati perluasan kewenangan Peradilan Agama tersebut pada tanggal 21 Februari 2006 sehingga lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 adalah suatu keniscayaan untuk menyesuaikan terhadap tuntutan hukum yang ada, yakni perubahan paradigma dari peradilan keluarga menuju peradilan modern. 6) Adanya dukungan dari otoritas Perbankan (Bank Indonesia) dan dukungan

149

Suhartono, Paradigma Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari`ah di Indonesia, http://www.Beberapa+Masalah+Hukum+dalam+Praktek+Ekonomi+Syari%60ah%2C+Makalah+Dikla t+Calon+Haqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=4ba4fd3435162061, diakses tanggal 17 Desember 2010.

150

dari Lembaga Keuangan Islam diseluruh dunia.151

Disamping adanya kelebihan dan keunggulan diatas, Peradilan Agama juga memiliki beberapa kelemahan terhadap kewenangannya dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, yaitu antara lain:

1) Belum ada regulasi atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ekonomi syari`ah, sehingga dengan adanya beragam rujukan kitab hukum, dimungkinkan akan muncul putusan yang berdisparitas dalam kasus yang sama. Hal ini bukan saja membingungkan umat, tetapi juga tidak menguntungkan dalam dunia bisnis, sehingga dikhawatirkan memunculkan sikap trauma bagi para pelaku ekonomi syari`ah untuk berperkara di Pengadilan Agama.

2) Aparat Peradilan Agama yang sebagaian besar mempunya background disiplin ilmu syari`ah dan hukum kurang memahami aktifitas ekonomi baik yang bersifat mikro maupun makro, juga kegiatan di bidang usaha sektor riel, produksi, distribusi dan konsumsi;

3) Aparat Peradilan Agama masih gagap terhadap kegiatan lembaga keuangan syari`ah sebagai pendukung kegiatan usaha sektor riel, seperti : Bank Syari`ah, Asuransi Syari`ah, Pegadaian Syariah, Multifinance, Pasar Modal dan sebagainya.

4) Pencitraan inferior terhadap Peradilan Agama yang dipandang hanya berkutat menangani masalah nikah, cerai, talak, rujuk sulit dihapus, hal ini merupakan dampak dari kurangnya dukungan dari lembaga lembaga terkaituntuk mensosialisasikan UU No. 3 Tahun 2006.

5) Sebagian besar kondisi gedung kantor Pengadilan Agama dan sarana maupun prasarananya yang ada belum merepretasinkan sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan mengadili para bankir dan para pelaku bisnis, oleh karenanya untuk merubah paradigma sebagai lembaga peradilan yang modern maka hal ini mutlak harus diperbaiki dan ditunjang oleh anggaran yang memadai untuk tahun-tahun yang akan dating;

6) Performance aparat peradilan yang kurang meyakinkan, terutama dari segi

penampilan dan cara berpakaian mereka yang masih sangat sederhana, hal ini semata-mata karena kesejahteraan mereka yang kurang memadai, sehingga dengan rencana tunjangan khusus bagi aparat peradilan diharapkan bukan saja meningkatkan performance mereka, tetapi lebih dari ituadalah untuk meningkatkan kinerja aparat peradilan demi menuju lembaga peradilan yang adil, jujur, berwibawa dan bebas korupsi sebagaimana amanat reformasi.

151

7) Adanya aparat peradilan terutama sebagian hakim yang masih gaptek (gagap teknologi) menjadi kendala tersendiri bagi mereka yang akan menyelesaikan sengketa ekonomi syari`ah, karena pengetahuan ekonomi syari`ah bagi para hakim harus selalu up to date tentunya harus didukung oleh kemampuan mereka dalam mengakses informasi dari berbagai media terutama melalui internet.

Dokumen terkait