• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertama, input. Ketika penilaian terhadap kinerja HRD (human resource department) dilakukan, maka harus diawali dengan melihat mekanisme perekrutan karyawan. Apakah mekanisme perekrutan karyawan berlangsung dengan baik, jelas, dan sistematis? Semisal: Dibutuhkan karyawan yang akan ditempatkan sebagai pimpinan unit produksi. Hal pertama yang harus dilakukan oleh HRD adalah mencari calon pimpinan unit produksi tersebut secara internal. Jangan terlalu buru-buru untuk memasang iklan untuk mencari calon atau candidate yang mumpuni untuk mengisi posisi tersebut.

HRD seyogyanya dapat menemukan calon pimpinan unit produksi secara internal. Jika tidak, maka hal yang berkaitan dengan input ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Proses regenerasi, penyiapan tenaga kerja terdidik dan terlatih, pengkaderan, atau carrier path secara internal harus dilakukan oleh organisasi. Mengapa? Karena karyawan-karyawan yang telah bekerja dalam jangka waktu panjang tentunya telah memahami budaya organisasi secara mendalam. Sehingga, mereka tidak perlu waktu yang terlalu lama untuk beradaptas dengan lingkungan kerjanya. Mereka hanya membutuhkan penambahan keterampilan baru bidang manajerial sebagai pimpinan unit produksi. Apalagi ketika dikaitkan dengan persoalan ekonomi. Perekrutan secara internal tidak membutuhkan investasi besar seperti apabila merekrut karyawan baru.

Kedua, proses. Penulis masih menggunakan contoh diatas untuk mengurai beberapa hal yang harus diperhatikan ketika pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan. Ketika mekanisme input – perekrutan karyawan telah berlangsung dengan baik, maka kegiatan selanjutnya adalah pelatihan, penempatan, pengawasan, dan evaluasi terhadap karyawan tersebut harus berlangsung secara benar.

Sehingga diharapkan melalui proses yang berlangsung, karyawan tersebut dapat menunjukkan kinerja yang sesuai dengan kompetensi dan kualitasnya.

Sebuah adagium mengatakan: The right man in the right place and the right time. Terdapat tiga atribut di dalam adagium tersebut yang berkaitan dengan proses, yakni man, place, and time – manusia,

posisi atau tempat atau tanggung jawab, dan waktu. Proses penempatan karyawan harus mempertimbangkan beberapa faktor tersebut mempertanyakan: Apakah ia adalah orang (man) yang cocok menempati posisi (place) sebagai pimpinan unit produksi menggantikan (time) yang sebelumnya? Kecocokan tersebut tentunya memiliki beberapa indikator, antara lain pengalaman, kompetensi (manajerial dan non-manajerial), pengetahuan, dan karakter. Namun, hasil dan keputusan akhir tetap berada di pimpinan puncak. Di sinilah dibutuhkan kepiawaian atau keahlian pemimpin sebagai decision strategic maker untuk memutuskan. Keputusan yang didasari oleh serangkaian data yang dimiliki dan intuisi para pemimpin tersebut.

Ketiga, output. Penilaian kinerja berkaitan dengan output atau hasil selalu menggunakan indikator yang jelas dan standar. HRD bukanlah satu-satunya departemen yang harus dinilai ketika berkaitan dengan output atau hasil dari performansi seorang karyawan. HRD harus berkolaborasi dengan pimpinan-pimpinan unit yang lain untuk mendapatkan data dan fakta mengenai kinerja karyawan tersebut. HRD sebagai operator dan koordinator seluruh karyawan organisasi berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap dari pimpinan-pimpinan unit berkaitan dengan kinerja karyawan di satu departemen tertentu.

Semisal: Apakah individu-individu yang bekerja di unit produksi telah bekerja secara maksimal yang ditandai dengan pencapaian target (indikator) yang telah ditentukan? Target atau hasil tidak hanya berbicara tentang pencapaian dalam bentuk angka. Namun, terlihat juga melalui kualitas pekerjaan yang sudah dilakukan. Oleh karena itu, pendekatan indikator output pekerjaan mencakup setidaknya kepada dua hal, yakni secara kuantitas dan kualitas. Ketika pencapaian hasil telah sesuai dengan output atau target yang telah ditentukan bahkan melebihi, maka HRD dapat dinilai telah melakukan pekerjaan rekrutmen dan pelatihan dengan baik. Sederhananya, departemen produksi puas dengan individu-individu pekerja yang dikirimkan oleh bagian HRD.

Keempat, outcomes. Outcomes signifikan berbeda dengan output. Perbedaan mendasarnya terletak kepada azas kebermanfaatan. Ketika output berbicara angka, maka outcomes berbicara dampak. Apakah output yang dihasilkan oleh bagian produksi memberikan outcomes bagi departemen lain? Penulis menyampaikan satu contoh sederhana untuk membedakan antara output dan outcomes.

Perguruan tinggi di Indonesia setiap tahun menghasilkan sarjana, master, dan doktor yang berjumlah (output) ribuan bahkan mungkin jutaan. Namun pada faktanya: Apakah sarjana, master, dan doktor tersebut memberikan dampak atau manfaat kepada lingkungan sekitarnya? Atau minimal memberikan manfaat bagi dirinya sendiri.

Outcomes selalu berbicara fakta konkret yang memberikan pengaruh positif. Hasil dari bagian produksi harus memberikan manfaat bagi bagian-bagian lain di dalam organisasi. Oleh karenanya, penilaian kinerja pada sisi output menjadi kemutlakan yang harus dilakukan secara mendetil.

Mengapa? Karena output dari bagian produksi akan menjadi input untuk bagian yang lain. Ketika bagian lain merasa puas dengan input dari bagian produksi, maka dapat dikatakan bahwa bagian produksi telah memberikan outcomes atau dampak yang positif.

Kepemimpinan strategis diharapkan dapat melakukan penilaian secara komprehensif, sistematis, dan terarah dengan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Kepemimpinan yang strategis diharapkan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang strategis untuk kemajuan organisasi yang dapat dirasakan oleh seluruh sivitas perusahaan. Kepemimpinan demikian akan mendapatkan dukungan penuh dari setiap pekerja, manajamen, pemasok, dan pelanggan. Mengapa?

Karena kepemimpinan yang demikian tidak berpikir parsial dalam memajukan organisasi sendiri, namun ia berpikir dan bertindak simultan, bersama-sama, serta menyeluruh kepada lingkungan di luar organisasinya.

The Balanced Scorecard

Dalam sebuah studi dikatakan bahwa kemampuan untuk melaksanakan strategi lebih penting daripada kualitas strategi itu sendiri. Jadi, bagaimana mengimplementasikan dan melaksanakan strategi itu menjadi sebuah agenda penting yang melebihi kualitas dari strategi tersebut. Rumusan ini menjadi catatan tersendiri untuk merancang sebuah strategi yang dapat menghasilkan performance atau kinerja yang unggul. Dengan kata lain, formulasi strategi dipandang menjadi kurang kepentingannya apabila dibandingkan dengan the ability to execute strategy – kemampuan untuk mengeksekusi strategi.

Suwardi Luis dan Prima Biromo mengatakan bahwa untuk mempertahankan kinerja organisasi agar tetap berjalan dengan baik diperlukan serangkaian strategi yang tepat dan terencana. Walau pun demikian, strategi yang baik belum tentu menjamin seratus persen kinerja menjadi baik. Mengapa? Karena sekadar memiliki strategi saja tidak akan pernah memecahkan masalah dan memberikan solusi. Dari pernyataan ini, ditemukan kesejajaran bahwa dengan memiliki strategi tidak menjamin kesuksesan sebuah organisasi, namun bagaimana mengimplementasikan atau mengeksekusi strategi tersebut merupakan hal yang paling penting dan utama untuk dilakukan.

Paul R. Niven mengatakan bahwa balanced scorecard merupakan sebuah alat komunikasi dan sistem pengukuran dalam sistem manajemen strategis. Balanced scorecard (BSC) yang dibangun secara baik dapat menjelaskan strategi organisasi secara jelas dan objektif. Balanced Scorecard didefinisikan sebagai sebuah alat manajemen kinerja yang dapat mendukung organisasi dalam menerjemahkan visi, misi, dan strategi ke dalam bentuk operasional atau kegiatan kerja sehari-hari.

Sedangkan Arini T. Soemohadiwidjojo menguraikan bahwa BSC dapat melakukan pengukuran kinerja berdasarkan empat perspektif, antara lain financial, customer, internal business process, dan learning and growth. Keempat perspektif tersebut dijelaskan pada bagian di bawah ini.

Financial – Keuangan

Perspektif ini sangat terkait dengan financial sustainability – kesinambungan atau dukungan keuangan bagi sebuah organisasi. Perspektif ini biasanya digunakan oleh para pemimpin puncak, board of director, dan para pemegang saham untuk menilai kinerja organisasi.

Customer – Pelanggan

Perspektif ini berorientasi pada pelanggan sebagai pemakai produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Kepuasan, kenyamanan, dan keamanan produk serta layanan organisasi akan menjadi indikator dalam penilaian kinerja. Perlu untuk ditambahkan bahwa perspektif pelanggan merupakan bagian yang penting di mana seluruh pendapatan dan keuntungan berasal dari perspektif satu ini.

Internal Business Process - Proses Bisnis Internal

Perspektif ini melihat rangkaian aktivitas dalam seluruh kegiatan organisasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa dalam rangka memenuhi harapan pelanggan. Para pimpinan unit yang ada di dalam organisasi memiliki peran dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh proses bisnis dapat berlangsung dengan baik.

Learning and growth - Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan perubahan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya internal organisasi, demi kesinambungan organisasi dalam jangka panjang.

Dengan demikian, kepemimpinan yang strategis akan menjadi ujung tombak dalam memajukan organisasi. Kepemimpian yang didukung oleh serangkaian rumusan visi, misi, dan tujuan organisasi akan memberikan arahan yang jelas akan dibawa kemana organisasi yang dipimpinnya. Uraian tujuan organisasi yang spesifik, terukur, ketercapaian, realistik, dan memiliki ukuran waktu akan menjadikan strategi organisasi terarah, sistematis, dan progresif. Alat ukur dalam melakukan penilaian manajemen (balanced scorecard) yang berkaitan dengan kinerja individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan dapat terselenggara secara periodik dan sistematik.

Dukungan-dukungan tersebut akan membantu kepemimpinan strategis dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab keorganisasiannya secara maksimal.

Ringkasan

1. Pemimpin puncak organisasi merupakan posisi yang strategis untuk memberikan arahan, instruksi, dan pengambilan keputusan bagi kemajuan perusahaan saat ini dan di masa depan.

2. Kepemimpinan yang strategis ditandai dengan kepemilikkan dan eksekusi konkret atas rumusan-rumusan visi, misi, dan tujuan organisasi.

3. Balance scorecard adalah salah satu alat manajemen yang dapat dipergunakan untuk mengukur kinerja organisasi melalui performansi individu dan kelompok kerja yang ada di dalam organisasi.

Langkah-langkah dalam membuat perencanaan kinerja dengan menggunakan balanced scorecard

1. Inventarisir semua bagian yang ada di dalam organisasi.

2. Kelompokkan dengan membagi semua bagian yang ada di dalam organisasi menjadi empat perspektif. Bagian-bagian yang berkaitan langsung dengan pelanggan dapat dimasukkan ke dalam perspektif customer. Untuk bagian yang berkaitan langsung dengan keuangan dapat dikelompokkan ke dalam perspektif financial. Untuk bagian yang berkaitan dengan proses bisnis organisasi dapat dikelompokkan ke dalam perspektif process business internal. Begitu pun dengan bagian yang berkaitan dengan proses pemelajaran dapat dikatagorikan perspektif learning and growth.

3. Tentukan KPI (key performance indikator) masing-masing kegiatan bisnis di dalam semua perspektif.

4. Proses pengawasan terhadap pencapaian KPI dapat dilakukan secara periodik harian, bulanan, atau tahunan. Proses pengawasan dan evaluasi KPI dalam balanced scorecard dapat digunakan untuk mengukur kinerja perseorangan, kelompok, bahkan organisasi secara keseluruhan.

Latihan

Anda diminta untuk:

1. menginventarisir kegiatan-kegiatan organisasi yang berlangsung di dalam perusahaan masing-masing yang memiliki unsur yang bersifat strategis;

2. tentukan KPI masing-masing kegiatan organisasi tersebut; dan

3. lakukan pengawasan secara periodik dan perseorangan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard.

Akhirnya, Anda akan menemukan individu atau kelompok kerja yang memiliki kualitas dan nilai kinerja yang beragam. Susunlah individu pekerja yang memiliki nilai kinerja tertinggi sampai kepada yang terendah. Lakukan analisis penyebab keberhasilan dan kegagalan dalam kinerja setiap individu serta temukan solusinya.

PERTEMUAN MINGGU KE-4