• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHSAN

5.2 Pembahasan

5.2.3 Proses Pemotretan Sebagai Sebuah Proses Komunikasi Dalam

Dalam menganalisa kualitas hubungan antara fotografer dan model terdapat beberapa model atau teori didalamnya dan pada penelitian ini hubungan yang terjadi diantara fotografer dan model mengacu pada Teori interaksi simbolik. Interaksi simbolik adalah suatu cara berfikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah

memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Herbert Mead mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia, baik secara verbal maupun non-verbal. Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri. (dalam Morrison dan Wardhany, 2009:74-75)

Interaksionisme simbolik menjelaskan proses dimana diri sendiri dikembangkan. Interaksionisme simbolik pergerakan dalam sosiologi, berfokus pada cara–cara manusia membentuk makna dan susunan dalam masyarakat melalui percakapan. Barbara Ballis Lal (Littlejohn dan Foss, 2009:231)

Teori interaksi simbolik merupakan bentuk komunikasi berupa simbol yang memiliki kesamaan makna antara pelakunya. Pesan atau simbol komunikasi yang disampaikan oleh fotografer ini tentunya sudah menjadi satuan makna yang telah disepakati oleh model tersebut. Maknanya adalah, suatu yang dipertukarkan di dalam proses tersebut yaitu kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan- pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.

Pesan atau simbol komunikasi yang disampaikan oleh fotografer ini tentunya sudah menjadi satuan makna yang telah disepakati oleh model tersebut. Bahasa atau komunikasi melalui simbol-simbol adalah merupakan isyarat yang mempunyai arti khusus yang muncul antara fotografer dan model yang memiliki ide yang sama dengan isyarat-isyarat dan simbol-simbol akan terjadi pemikiran. Interaksi simbolik

merupakan teori dengan kajian utamanya individu. Dalam penelitian ini, teori ini membahas tentang kualitas hubungan fotografer dan model dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol yang digunakan adalah simbol signifikan seperti bahasa.

Dengan menggunakan simbol-simbol tersebut akan menghasilkan suatu makna yang akhirnya dimengerti oleh model, berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan komunikasi verbal dan nonverbal yang sering digunakan dalam pemotretan, contohnya saat model melakukan pose yang pas dan baik maka fotografer mengangkat jempolnya dan model mengerti arti dari simbol tersebut yang artinya pose yang dilakukan oleh model telah sesuai dengan keinginan fotografer, sama halnya dengan komunikasi verbal yang digunakan fotografer dalam pemotretan saat f f “ , , ” l l l sudah sesuai dengan keinginan fotografer.

Sedangkan tujuan dari proses komunikasi antarpribadi ini ialah untuk meningkatkan kualitas hubungan antara fotografer dengan model dalam suatu pemotretan, peranan komunikasi antar pribadi sangat penting dalam pemotretan model, karena dengan komunikasi yang baik akan membuat pemotretan berjalan dengan baik, dalam memotret model, fotografer tidak hanya membutuhkan kemampuan teknis dan pengalaman tetapi juga dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, fotografer dan model memerlukan komunikasi antar pribadi yang berdasarkan kepentingan pribadi mereka guna meningkatkan kualitas hubungan dan tentunya akan memudahkan kerjasama antar keduanya.

Teori interaksi simbolik di dalam penelitian ini membantu peneliti dalam melihat kualitas hubungan yang dibangun oleh fotografer dan model. Kualitas hubungan yang baik dan efektif dalam hal ini dapat membantu para fotografer untuk berkomunikasi dengan baik dengan model, karena pentingnya kualitas hubungan antara fotografer dan model dalam mencapai kualitas foto dapat dilihat dari bagaimana fotografer dapat meningkatkan kualitas hubungan dengan para modelnya berdasarkan kualitas hubungan itu sendiri.

5.2.4 Kualitas foto sebagai hasil komunikasi antar pribadi antara fotografer dan model dalam proses pemotretan

Proses pemotrtan jika dilihat sebagai sebuah proses komunikasi dapat dikatakan efektif apabila ukuran-ukuran sebuah proses pemotretan yang ideal tercapai. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan observasi peneliti pada tanggal 10

Agustus tahun 2014, para informan fotografer mengukur kualitas foto dari hasil komunikasi yang akrab kepada informan model, begitu juga sebaliknya. Kualitas foto yang ideal dapat di proses dengan jumlah foto dan efesiensi waktu, posisi dan momen

Tabel 25. Hasil Foto Fotografer Model Kualitas

Hubungan

Jumlah foto dan durasi

pemotretan

Hasil foto yang baik berdasarkan posisi dan momen

Widio Atok

Shindy sa 60 foto, 2-3 jam 25-30 foto Monica sa 70 foto, 3-4 jam 20-25 foto Jodi Monica sa 85 foto, 3-4 jam 20-25 foto Isnaini a 90 foto, 4 jam 10-20 foto Fadli Monica sa 80 foto, 3-4 jam 15-25 foto Isnaini a 95 foto, 4-5 jam 10-15 foto Khairil Monica a 90 foto, 4- 5jam 10-15 foto Isnaini sa 85 foto, 3-4 jam 20-25 foto Sumber : hasil penelitian september 2014

Keterangan:

Sa : Sangat Akrab a : Akrab

a. Jumlah foto dan efisiensi waktu pada pemotretan

Komunikasi antar pribadi antara fotografer dan model berjalan efektif dalam pemotretan hal itu secara otomatis akan berefek pada kelancaran saat pemotretan dan membuat fotografer dan model tidak memerlukan waktu yang lama saat pemotretan, dengan waktu yang singkat fotografer sudah bisa mendapatkan foto dengan jumlah yang diinginkannya karena tingkat kualitas komunikasi antar keduanya yang begitu baik.

Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa kali observasi yang dilakukan pada tanggal 8 Juni, 10 Agustus, dan 6 September 2014, pada aspek manajemen interaksi dari keterangan para informan bahwa mereka merasa nyaman saat melakukan proses interaksi antara fotografer dan model, hasil wawancara menjelaskan bahwa menjaga hubungan diantara kedua belah pihak adalah hal yang penting karena fotografer dan model merupakan mitra kerja dan saling dibutuhkan dalam hubungan keduanya.

Informan model telah menunjukan daya ekspresi pada saat berlangsungnya pemotretan dengan berbagai macam gerak gerik tubuh yang masing-masing gerak memiliki arti sendiri yang telah dimaknai dengan arti yang sama antara fotografer dan juga model hal ini memudahkan proses pemotretan sehingga membuat durasi pemotretan menjadi lebih efisien.

Secara umum dapat dikatakan bahwa aspek daya ekspresi ini cukup berjalan maksimal dimana dari seluruh informan menyatakan saling memiliki daya ekspresi

dan masing-masingnya saling mengerti makna dari gerakan-gerakan yang dimaksud. manajemen interaksi dan daya ekspresi yang baik sangat berpengaruh terhadap hasil pemotretan, dengan adanya manajemen interaksi yang baik antara fotografer dan model membuat waktu pemotretan lebih efisien untuk menghasilkan jumlah foto yang baik yang di inginkan masing-masing fotografer.

Berdasarkan hasil penelitian dengan hasil wawancara kepada informan Widio Atok pada September 2014, pada saat pemotretan dengan model Shindy dapat menghasilakan 25-30 foto dengan waktu 2 samapai 3 jam sedangkan dengan model monica, informan widio atok hanya menghasilakan 20 sampai 25 foto dengan waktu 3 sampai 4 jam. Hal ini menunjukan bahwa kualitas hubungan dengan jumlah foto dan efisiensi waktu pada saat pemotretan dengan model shindy lebih baik dibandingkan model monica.

Berdasarkan hasil penelitian dengan hasil wawancara kepada informan Jodi pada September 2014, pada saat pemotretan dengan model Monica dapat menghasilkan 20-25 foto dengan waktu 3 sampai 4 jam sedangkan dengan model Isnaini, informan Jodi hanya menghasilkan 10 sampai 20 foto dengan waktu sampai 4 jam. Hal ini menunjukan bahwa kualitas hubungan dengan jumlah foto dan efisiensi waktu pada saat pemotretan dengan model Monica lebih baik dibandingkan model Isnaini.

Berdasarkan hasil penelitian dengan hasil wawancara kepada informan Fadli, pada saat pemotretan dengan model Monica dengan waktu 3 sampai 4 jam dapat

menghasilkan 15-25 foto yang baik sedangkan dengan model Isnaini, informan Fadli dengan waktu sampai 4 sampai 5 jam menghasilakan 10 sampai 15 foto yang baik. Hal ini menunjukan bahwa kualitas hubungan dengan jumlah foto dan efisiensi waktu pada saat pemotretan dengan model Monica lebih baik dibandingkan model Isnaini.

Berdasarkan hasil penelitian dengan hasil wawancara kepada informan Khairil, pada saat pemotretan dengan model Monica dengan waktu 4 sampai 5 jam dapat menghasilkan 10 sampai 15 foto yang baik sedangkan dengan model Isnaini, informan Khairil dengan waktu sampai 3 sampai 4 jam menghasilakan 20 sampai 25 foto yang baik. Hal ini menunjukan bahwa kualitas hubungan dengan jumlah foto dan efisiensi waktu pada saat pemotretan dengan model Isnaini lebih baik dibandingkan model Monica.

b. Posisi

Posisi (juga menyangkut sudut pemotretan) adalah masalah di mana sang fotografer memotret. Salah posisi bisa mengakibatkan foto menjadi buruk, misalnya terlalu jauh, terlalu dekat, atau bahkan tertutup beberapa benda. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti pada tanggal 10 Agustus 2014 pada seluruh informan dapat diketahui bahwa saat pemotretan menggunakan komunikasi verbal maupun non verbal, fotografer mengarahkan model dengan menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

Hasil penelitian pada observasi pada tanggal 8 Juni, 10 Agustus, dan 6 September 2014, pada saat fotografer mengarahkan posisi kepada model merupakan hal yang penting dalam pemotretan. Posisi yang ideal membuat model agar tidak mati gaya karena ada beberapa pose yang bisa dilakukan. Saat peneliti melakukan observasi dan terlibat langsung dalam pemotretan para informan fotografer memberikan kode-kode untuk mengarahkan model untuk mendapat pose yang baik. Setiap posisi memiliki variasi masing-masing, karena daya kreatifitas fotografer dan penyesuaian posisi sangat dituntut dalam hal ini.

Berdasarkan hasil observasi pada saat pemotretan pada aspek posisi ini informan Widio Atok dalam mengarahkan pose pada saat memotret Shindy arahan-arahannya dapat dengan mudah diterima oleh Shindi sehingga menghasilkan posisi yang baik untuk difoto kemudian terhadap model Monica tidak jauh berbeda dengan Shindy, Monica juga dapat dengan mudah menerima arahan-arahan pose yang di instruksikan oleh fotografer Widio Atok, kemudian pada hasil observasi dengan Fotografer Jodi dengan model Monica terlihat bahwa pada saat pemotretan Monica mampu menangkap dengan benar arahan-arahan yang diinstruksikan oleh Jodi, sedangkan antara Jodi dengan model Isnaini peneliti melihat Isnaini sangat lamban dalam memahami intruksi dari Jodi, perlu berulang-ulang dan membutuhkan waktu agar intruksi dari Jodi dilakukan dengan benar oleh model Isnaini.

Selanjutnya berdasarkan observasi pada saat pemotretan antara fotografer Fadli dengan Monica, Monica dengan mudah menerima arahan-arahan dari Fadli pada saat pemotretan, sebaliknya pada saat Fadli melakukan pemotretan dengan Isnaini, Fadli

terlihat berulang-ulang menjelaskan arahan dan instruksinya sampai Isnaini menjalankannya dengan benar, kemudian observasi pada saat pemotretan informan Khairil dengan Monica terlihat arahan-arahan yang diberikan oleh Khairil tidak mudah diterima dengan baik oleh Monica tidak seperti Isnaini yang terlihat mudah untuk menerima arahan yang diberikan oleh Khairil

Dapat disimpulkan bahwa jika kualitas hubungan antara fotografer dan model tersebut sangat baik maka semua instruksi atau arahan untuk pose yang diinginkan oleh fotografer dapat dengan mudah dimengerti oleh model itu sendiri, hal ini jelas membuat proses pemotretan menjadi lebih efektif dan tidak memerlukan waktu yang lama

c. Momen

Momen adalah masalah kapan sang fotografer menekan tombol rana. Terlalu cepat atau terlalu lambat akan menghasilkan foto yang tidak bagus, misalnya orang yang dipotret pas memejamkan mata dan memotret serangga, untuk mendapatkan tetapi sang serangga telanjur terbang. Menurut Widio Atok untuk mendapatkan momen yang bagus terbilang tidak mudah, momen yang bagus tidak datang dua kali, dibutuhkan kejelian fotografer untuk mendapatkan momen yang benar-benar bagus. Pada penelitian ini momen termaksud di dalam aspek kebersatuan dan aspek orientasi kepada orang lain. Dari Hasil wawancara yang dilakukan pada semua informan tersebut dapat diketahui bahwa, hubungan yang dibangun di antara para fotografer dan model merupakan hubungan yang bebas dari tekanan atau ancaman.

Berdasarkan hasil observasi pada saat pemotretan yang dilakukan oleh Widio Atok peneliti tidak melihat adanya kesulitan fotografer Widio Atok dalam menangkap momen yang tepat pada saat memotret Shindy, sama halnya pada saat memotret model Monica Widio Atok dapat dengan mudah menangkap momen yang tepat pada model yang sedal melakukan pose yang baik, kemudian pada observasi terhadap fotografer Jodi pada saat melakukan pemotretan dengan Monica yang memiliki tingkat kualitas hubungan yang sangat akrab peneliti melihat tidak ada kesulitan yang ditemukan oleh Jodi untuk menangkap momen yang tepat pada saat Monica berpose, sedangkan pada saat memotret Isnaini terlihat Jodi masih mencari-cari celah untuk menemukan momen yang tepat untuk menekan tombol rana pada kamera, dan dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan momen yang tepat pada saat Isnaini berpose.

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi kepada informan Fadli pada saat pemotretan dengan model Monica terlihat Fadli dengan sedikit arahan dapat mendapatkan momen yang tepat untuk mendapatkan momen yang tepat pada pose yang dilakukan Monica, sedangkan pada saat memotret Isnaini dengan memberikan arahan yang tidak sedikit dan arahan yang berulang-ulang untuk bisa mendapatkan momen pose yang tepat yang dilakukan oleh Isnaini pada saat pemotretan, kemudian pada observasi kepada informan Khairil dengan model Monica, khairil membutuhklan proses yang cukup menghabiskan waktu untuk dapat mendapatkan momen yang tepat untuk memotret pose yang baik pada Monica, sedangkan pada saat memotret Isnaini dengan kualitas hubungan yang lebih baik dibandingkan dengan

Monica tampak bahwa Khairil tidak memerlukan proses yang lama hingga mendapatkan momen yang tepat terhadap pose yang dilakukan oleh Isnaini.

Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel hasil foto diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas hubungan yang baik antara fotografer dan model sangat berpengaruh terhadap jumlah foto dan efisiensi waktu pada saat pemotretan, pada tabel tersebut dapat diketahui dimana antara fotografer dan model yang memiliki kualitas hubungan yang baik mampu menghasilkan lebih banyak foto yang berkualitas dengan waktu yang lebih singkat, sedangkan antara fotografer dan model yang tingkat kualitas hubungannya kurang baik memerlukan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan jumlah foto yang baik pada saat pemotretan.

Berdasarkan hasil observasi dan proses penelitian pendahuluan pada tanggal 10 Agustus 2014 oleh informan bahwa setiap fotografer ataupun model memiliki tanggung jawab untuk tidak menekan keinginan yang bertentangan dengan kemauan fotografer ataupun model, begitu pula dengan yang disampaikan oleh informan yang menjelaskan bahwa hubungan yang dibangun dengan fotografer ataupun model juga untuk memperkuat kebersatuan diantara keduanya, yang terdapat pada saat pemotretan peneliti melihat fotografer maupun model sangat sabar menunggu momen yang tepat itu terkena potretan kamera, menurut Widio Atok pada saat peneliti melakukan wawancara pada tanggal 23 Agustus 2014 dibutuhkan kesabaran karena momen yang baik tersebut tidak dapat dipaksakan maupun dibuat-buat, maka

daripada itu disini skill maupun chemistry antara fotografer dan model sangat berperan penting untuk dapat menangkap sebuah momen yang dimaksud.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yaitu empat orang yang berprofesi sebagai fotografer dan tiga orang yang berprofesi sebagai model di IPC, maka didapatkan kesimpulan dari pentingnya kualitas hubungan antara fotografer dan model dalam membangun komunikasi efektif pada proses pemotretan adalah sebagai berikut :

1. Kualitas hubungan sangat berperan dalam komunikasi antar pribadi antara fotografer dan model. Dari ke-lima aspek paradigma pragmatis, kelima aspek sudah berjalan dengan baik yaitu aspek kepercayaan diri, kebersatuan, manajemen interaksi, daya ekspresi dan orientasi kepada orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas hubungan antara fotografer dan model cukup akrab, sehingga komunikasi antar pribadi dalam proses pemotretan berjalan efektif. Hal ini ditunjukan dengan jumlah foto, kualitas foto, moment yang tepat yang telah tercapai pada pemotretan.

2. Penggunaan bahasa verbal pada proses pemotretan antara fotografer dan model berjalan efektif. Penggunaan bahasa non verbal lebih efektif pada fotografer dan model yang kualitas hubungannya sangat akrab.

6. 2 Saran

1. Fotografer dan model agar membina hubungan lebih akrab namun harus tetap profesional.

2. Fotografi harus terus berinovasi dengan seni fotografi, mencari objek-objek baru dan tenik-tek nik baru demi kemajuan fotografi kedepannya. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan pesat menuntut kita untuk terus mengikutinya. Untuk itu saran dari penulis agar IPC sebagai wadah komunitas para pecinta fotografer dapat terus memperbanyak pengetahuan ataupun materi dalam dunia fotografi sehingga dapat menghasilkan foto-foto yang baik dan berkualitas.

a) Menampilkan foto-foto yang baik tidak hanya manusia seorang sebagai objek utama tetapi juga dapat menyajikan objek lain seperti lingkungan alam ataupun hal-hal menarik disekitar lingkungan kita.

b) Lebih mempromosikan diri khususnya kepada generasi muda tentang Komunitas IPC, agar bidang seni fotografi banyak diminati oleh generasi muda sehingga dapat mengajak para kaum muda untuk lebih melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat.

3. Fotografer terlebih dahulu harus memahami bagaimana karakter model apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh model, dalam hal ini f f “ l ” l l l nyaman dengannya.

DAFTAR PUSTAKA

Budyatna, Muhammad. 2011. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Karisma Publishing Group.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka. Jakarta .

Indriyanti, Rieke. 2012. Posing Guide For Woman. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Jalaludin, Rakhmat. 2005. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Littlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

________. 2011.Komunikasi: Serba Ada Serba Makna. Kencana. Prenada Media Group. Jakarta.

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press Group

Mulyana, Dedy. 2001. Human Communication :Konteks – konteks Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sarwono. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Gravido Persada.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antarpribadi: Tinjauan Psikologis . Jogjakarta: Kanisius.

Wardhany, Andy Cory dan Morissan. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Widjaja. H. A. W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sumber Skripsi :

Annisa. 2013. Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Antara Pimpinan Dan Karyawan Dalam Kegiatan Employee Gathering Terhadap Peningkatan Kualitas Kerja. Skripsi: Universitas Lampung.

Boengky. 2011. Komunikasi Interpersonal Antara Pemain Asing Dan Pemain Lokal Dalam Tim Softball. Skripsi: Universitas Lampung.

Fajri, Okta Nugraha. 2013. Pengaruh Tayangan “Mata Lensa” di ANTV Terhadap Minat Belajar Fotografi (Studi pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unila Angkatan 2009, dan 2010). Skripsi: Universitas Lampung.

Radhit. 2013. Pola Komunikasi Kelompok Pemasu dalam Tradisi Masu Babuy. Skripsi: Universitas Lampung

Sumber Internet :

Anonimus. 2011. Pengertian Foto.

(http://www.gudangmateri.com/2011/06/pengertian-foto.html di akses tanggal 20 Desember 2013).

Anonimus. 2011. Fotografi dan Dunia.

(http://sanimaginative.wordpress.com/sejarah-fotografi/ Di akses pada 20 Desember 2013).

Anonimus. Memahami Hubungan Antar Pribadi.doc

( . Di

akses tanggal 5 Oktober 2013). Fajree. 2011. Sejarah Fotografi Di Indonesia.

(http://fajare.blogspot.com/2011/09/sejarah-fotografi.html. Di akses pada 20 Desember 2013).

Nindi. 2013. Fotografi Model.

(http://indomodell.blogspot.com/2013/06/fotografi-model.html di akses tanggal 20 Desember 2013).

Siti Nuraini. 2010. Definisi Komunitas.

(http://syienaainie.blogspot.com/2010/11/komunitas.html di akses tanggal 24 Maret 2014).

Riyadi Soeprapto. 2007. Mengenal Singkat Teori Interaksionisme Simbolik

(http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik.html , diakses pada tanggal 14 Febuari 2013).

Ulil Azmi. Lebih Dalam Mengenal Pemotretan Model. 2013

(http://inioke.com/fotografi/3676-Lebih-Dalam-Mengenal-Pemotretan- Model.html di akses tanggal 26 januari 2014).

Wikipedia. 2013. Fotografi.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK ...ii

PERNYATAAN ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

RIWAYAT HIDUP ...v

MOTTO ...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vii

SANWACANA ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...x BAB IPENDAHULAN 1.1 Latar Belakang ...1 1.2 Rumusan Masalah ...8 1.3 Tujuan Penelitian ...9 1.4 Kegunaan Penelitian ...9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan penelitian terdahulu ... 10

2.2 Tinjauan tentang komunikasi ... 11

2.3 Tinjauan Komunikasi Antar Pribadi ... 12

2.3.1 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi ... 15

2.3.2 Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi ... 17

2.3.3 Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi... 20

2.3.4 Karakteristik Komunikasi Antar Pribadi... 21

2.3.5 Tinjauan Tentang Kualitas Hubungan ... 21

2.3.6 Fungsi Komunikasi Antar Pribadi ... 27

2.4 Tinjauan Tentang Fotografi ... 28

2.4.1 Sejarah Fotografi ... 28

2.4.2 Perkembangan Fotografi Di Indonesia ... 31

2.4.7 Tinjauan Tentang Foto Yang Baik ... 38

2.5 Tinjauan Komunitas ... 41

2.6 Landasan Teori ... 42

2.7 Kerangka Pikir ... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 50

3.2 Definisi Konsep ... 51

3.3 Fokus Penelitian ... 52

3.4 Informan ... 58

3.5 Lokasi Penelitian ... 59

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 59

3.7 Teknik Analisa Data ... 60

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Profil Indonesia Photography Courses ... 62

4.2 Struktur Organisasi IPC ... 64

4.3 Visi dan Misi IPC ... 66

4.4 Maksud dan Tujuan Komunitas ... 67

4.5 Perekrutan Anggota IPC ... 67

BAB V HASIL DAN PEMBAHSAN 5.1 Hasil Penelitian ... 68

5.1.1 Identitas Informan ... 69

5.1.2 Profil Informan ... 71

5.1.3 Kegiatan Pemotretan Indonesia Photography Chourses (IPC) ... 74

5.1.4 Hasil Wawancara Tentang Kualitas Hubungan ... 78

5.1.5 Hasil Wawancara Tentang Proses Pemotretan Sebagai Sebuah Proses Komunikasi Antara Fotografer dan Model ... 100

5.2 Pembahasan ... 118

5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Kualitas Hubungan Antara Fotografer dan Model ... 119

5.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Proses Pemotretan Sebagai Sebuah Proses Komunikasi Efektif ... 130

5.2.3 Proses Pemotretan Sebagai Sebuah Proses Komunikasi Dalam Perspektif Teori Interaksi Simbolik ... 140

5.2.4 Kualitas Foto Sebagai Hasil Komunikasi Antar Pribadi Antara

6.2 Saran ... 154 DAFTAR PUSTAKA