• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Proses Pengenalan Wajah

Pengenalan wajah adalah proses identifikasi yang berdasarkan citra wajah yang tersimpan dalam basis data dan sistem ini memberikan output berupa wajah siapa atau wajah yang tidak dikenali (Sudarmilah 2009). Ada dua sistem pengenalan wajah yaitu sistem pengenalan wajah berbasis fitur dan berbasis citra.

Sistem pengenalan wajah berbasis fitur adalah pengenalan wajah yang dilakukan berdasarkan ciri geometri wajah seperti posisi alis mata, mata, hidung dan mulut. Kelebihan sistem berbasis fitur ini adalah tidak sensitif terhadap kondisi derau. Namun tingkat pengenalannya lebih rendah dibanding sistem pengenalan wajah berbasis citra karena sistem berbasis fitur hanya menggunakan posisi alis mata, mata, hidung dan mulut yang dapat disimpan dalam sebuah data citra untuk merepresentasikan sebuah citra wajah. Tahapan proses pengenalan wajah berbasis fitur (Herdiyeni 2005) adalah sebagai berikut:

1. Menentukan 10 titik wajah

2. Membuat 11 garis dari 10 titik wajah tersebut 3. Menghitung jarak garis wajah

4. Mengekstraksi ciri dengan menggunakan metode AKU

5. Mengklasifikasikan wajah dengan menggunakan algoritma k-NN

Sistem pengenalan wajah berbasis citra merupakan sistem pengenalan wajah yang sangat sederhana karena menggunakan tingkat keabuan pada seluruh citra wajahnya (Roberto & Tomaso 1993). Sistem ini dapat mencapai tingkat akurasi lebih tinggi dibanding dengan sistem pengenalan wajah sebelumnya karena semua fitur yang dihasilkan dalam data citra direpresentasikan oleh piksel-piksel pada elemen data citra. Kelemahan sistem ini adalah sangat rentan terhadap derau. Tahapan proses pengenalan wajah berbasis citra (Fauzie 2010) adalah sebagai berikut:

1. Membaca citra wajah dengan ukuran m*n

2. Mengubah menjadi vector berukuran 1*N di mana N = m*n 3. Mengekstraksi ciri dengan menggunakan metode AKU

2.3 Proses Reduksi Citra

Reduksi matriks data jarak garis wajah dan data wajah berbasis citra menggunakan metode Analisi Komponen Utama (AKU). AKU adalah salah satu teknik yang telah diaplikasikan pada pemrosesan citra dan pengenalan pola. AKU digunakan untuk mereduksi dimensi data sehingga menghasilkan peubah yang lebih sedikit dan lebih mudah untuk ditangani (Kartika dan Sonny 2001).

Untuk data citra berdimensi N = m * n di mana m adalah baris dan n adalah kolom dengan m>n, maka langsung dilakukan perhitungan matriks peragam. Sebelum menghitung matriks peragam, ditentukan dahulu data latih dan data uji berdasarkan k-fold cross validation. Matriks peragam dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

(1)

Dari matriks peragam tersebut, dihitung nilai eigen (λ) dan vektor eigen (V) yang memenuhi persamaan:

NVi = λ iVi di mana λ

(2)

i merupakan nilai eigen yang bersesuaian dengan vektor eigen Vi . Lalu didapatkan matriks V dengan nilai eigen yang terurut menurun berdasarkan nilai

eigen yang bersesuaian dengannya, yaitu λ1≥ λ2≥ …≥λ M. Kemudian dipilih sejumlah k kolom vektor eigendari matriks V yang berasosiasi dengan sejumlah k nilai eigen terbesar. Pemilihan nilai eigen ini menghasilkan matriks transformasi atau matriks proyeksi Vk

y = AV (3) , yang terdiri atas k kolom vektor eigen terpilih. Berikutnya sejumlah matriks vektor citra A dapat diesktraksi ke dalam fitur baru y yang berdimensi (k n) dengan memproyeksikan A searah dengan V sebagai berikut:

matriks y inilah yang berdimensi m*k yang menjadi eigenface. Untuk data yang dijadikan data pelatihan harus diproyeksikan ke eigenface ini.

Wtrain = yT

sedangkan untuk data pengujiannya didapat dari

A (4)

dengan Atest

Sedangkan untuk data citra berdimensi N = m * n dimana m<n, maka data citra tersebut akan dibuat menjadi vektor citra dengan dimensi 1*N terlebih dahulu.

adalah matriks vektor citra seperti matriks A dengan banyaknya citra yang diambil sebanyak m citra sebagai citra pengujian.

(6) Jika terdapat M buah citra pelatihan maka akan di dapat sebanyak M buah vector citra yang disusun sebagai berikut:

(7)

Kemudian untuk mendapatkan matriks peragam, setiap citra pelatihan harus dikurangi dengan rata-rata µ dari matriks X. Selanjutnya akan didapatkan model vektor citra yang baru Matriks peragam dibuat dari

sekumpulan vector Ф dengan dimensi N * 1 yang disusun menjadi sebuah matriks seperti matriks X, misalnya matriks A dibentuk dengan N*M dimensi diambil dari vektor dan menempatkannya pada tiap kolom seperti persamaan (8).

(8) Dari matriks A kita dapatkan sebuah matriks peragam dengan cara mengalikan matriks A dengan tansposnya sehingga dihasilkan matriks baru dengan dimensi N*N.

C = AAt atau

(9)

C = At

Seperti telah disebutkan sebelumnya data citra yang digunakan dalam penelitian ini akan menghasilkan vektor citra yang berukuran sangat besar sehingga akan menghasilkan matriks peragam yang sangat besar pula. Tentu hal ini akan membutuhkan lebih banyak komputasi dan ruang media penyimpanan. Untuk mendapatkan matriks peragam yang lebih baik menggunakan persamaan (10) daripada persamaan (9). Persamaan (10) menghasilkan matriks peragam C dengan ukuran matriks M*M yang jauh lebih kecil. Dalam hal ini matriks peragam C

pada persamaan (9) dan (10) memiliki ciri yang sama (Yambor 2000). Selanjutnya dihitung nilai eigen pada persamaan (2) seperti yang dilakukan pada sistem berbasis fitur sampai dengan pengujian data wajah (5).

2.4 Proses Klasifikasi Citra

Algoritma k-NN adalah sebuah metode yang digunakan untuk melakukan klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling dekat dengan objek tersebut atau algoritma based-learning instant yang dapat menormalisasikan suatu data set (Hinneburg et al. 2000). Pada penelitian ini k-NN dipakai karena algoritma k-k-NN memberikan hasil yang mendekati optimal.

Ada dua fase dalam algoritma k-NN yaitu fase pembelajaran dan fase klasifikasi. Data pembelajaran merupakan data jarak garis wajah yang diproyeksikan ke ruangan berdimensi banyak, dimana masing-masing dimensi merepresentasikan fitur suatu data. Pada fase pembelajaran, algoritma ini melakukan penyimpanan vektor-vektor fitur dan klasifikasi data jarak garis wajah. Pada fase klasifikasi, fitur-fitur yang sama dihitung untuk data test yang klasifikasinya tidak diketahui. Jarak dari vektor yang baru ini terhadap seluruh vektor data pembelajaran dihitung. Sejumlah k buah yang paling dekat yang diambil. k-NN akan menentukan hasil klasifikasi dengan melihat jumlah kemunculan dari kelas dalam k-NN yang dipilih. Kelas yang paling banyak muncul akan menjadi kelas hasil klasifikasi. Algoritma ini dapat dihitung dengan persamaan (11).

(11)

Pada data wajah berbasis fitur yang telah diurutkan dari kecil ke besar kemudian ditentukan k yang ke-5, k yang ke-10 dan k yang ke-20 dalam pengklasifikasian tersebut. Jarak terdekat dan yang paling sering muncul adalah kelas hasil klasifikasi. Hal yang sama juga dilakukan pada data wajah berbasis citra.

2.5 K-Fold Cross Validation

Ada beberapa teknik untuk mengestimasi tingkat kesalahan yang telah dikembangkan pada bidang pengenalan pola, salah satunya adalah k-fold cross

validation. Cara kerjanya adalah melakukan pengelompokkan antara data latih dan data uji yang saling asing atau terpisah dan tidak ada irisan, kemudian dilakukan proses pengujian yang diulang sebanyak k kali. Hasil pengujian itu kemudian dirata-ratakan untuk menghasilkan sebuah nilai (Fauzie 2010).

Langkah-langkah teknik k-fold cross validation (Pratiwi 2010) adalah sebagai berikut:

1. Membagi data yang ada menjadi k kelompok

2. Untuk setiap k, buat sejumlah T himpunan data yang memuat semua data latih kecuali yang berada di kelompok ke-k.

3. Kerjakan algoritma yang dimiliki dengan sejumlah T data latih.

4. Uji algoritma ini dengan menggunakan data pada kelompok ‘k’ sebagai data uji.

5. Lakukan pencatatan hasil algoritma.

K-fold cross validation sangat tepat dan berguna ketika menentukan nilai yang tepat untuk k. Teknik ini tidak membutuhkan waktu banyak untuk membuat data uji yang ada. Keuntungan teknik k-fold cross validation adalah bahwa semua elemen pada basis data digunakan untuk pelatihan sekaligus pengujian (Pratiwi 2010).

2.6 Salt and pepper Noise

Noise atau derau menurut Alasdair (2004) adalah semacam penurunan kualitas sinyal citra wajah yang disebabkan oleh gangguan dari luar. Hal ini dimungkinkan terjadi pada saat pengiriman citra secara elektronik dalam sinyal wajah tersebut. Menurut Alasdair (2004), terdapat empat macam tipe derau yaitu

Salt and pepper noise, Gaussian noise, Speckle noise dan periodic noise.

Penelitian ini hanya memakai salt and pepper noise sebagai alat untuk melihat sejauh mana tingkat efektifitas keakurasian data berbasis citra.

METODE PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian

Tahapan penelitian dimulai dengan studi pustaka yang meliputi pemahaman proses pengenalan wajah, pemahaman proses reduksi citra dan pemahaman proses klasifikasi citra wajah. Tahap-tahap pada penelitian ini dijelaskan dalam alur penelitian yang diuraikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur penelitian.

Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka untuk memahami pola pada citra wajah lalu membuat formulasi masalah yang ada. Studi pustaka dilakukan untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap proses pengenalan wajah, proses reduksi citra wajah dan proses klasifikasi citra wajah. Setelah masalah terformulasi maka dilakukan proses pembacaan citra wajah. Selanjutnya ada dua sistem yang lakukan untuk membandingkan hasil mana yang paling baik. Sistem pertama adalah pengenalan wajah berbasis fitur. Setelah membaca citra wajah, berdasarkan sistem ini ditentukan 10 titik wajah secara manual. Dari 10 titik wajah tadi, dibuat 11 garis wajah dan dihitung masing-masing jaraknya. Data jarak garis wajah inilah yang akan menjadi data latih dan data uji berdasarkan k-fold cross validation. Sistem yang kedua adalah berbasis citra. Citra wajah berukuran 119 * 92. Jika tiap piksel pada elemen data merepresentasikan fitur maka akan diperoleh fitur sebanyak 1*10304. Jika terdapat M citra wajah, maka data citra wajah tersebut akan menjadi M*10304. Karena banyaknya data citra maka digunakan praproses data terlebih dahulu untuk mereduksi data tersebut. Setelah direduksi, data citra wajah itu dikelompokkan menjadi data latih dan data uji berdasarkan k-fold cross validation.

Selanjutnya, data wajah dari kedua sistem tersebut dilakukan proses akurasi dengan menggunakan metode AKU untuk proses reduksi dimensi data tanpa mengurangi informasi terpenting dari data-data citra tersebut. Tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi terhadap kedua metode tersebut dengan menggunakan algoritma k-NN, Tahapan terakhir adalah menghitung tingkat akurasi yang tertinggi untuk menunjukkan sitem pengenalan wajah mana yang terbaik. Pemrograman semua proses diatas dilakukan dengan MATLAB 7.1.

3.2 Data Citra Wajah

Data wajah yang dipakai pada penelitian ini diambil dari basis data standar ORL (Ollivety Research Laboratory) berdimensi 119 X 92 dengan alamat homepage: ORL yang digunakan memuat 400 citra wajah yang terdiri dari 40 individu dimana masing-masing 10 wajah per individu yang berbeda, namun penelitian ini

hanya mengunakan 120 citra wajah dari 20 individu. Setiap individu diambil 6 citra wajah yang berbeda. 20 individu itu terdiri dari 3 citra perempuan dan 17 citra laki-laki. Gambar 2 memperlihatkan beberapa citra wajah yang dijadikan percobaan untuk penelitian pengenalan citra wajah ini.

Gambar 2 Contoh Citra Wajah.

Pada sistem berbasis fitur, data wajah diambil dengan cara menentukan 10 titik wajah secara manual pada fitur-fitur utamanya seperti pada mata, hidung dan bibir untuk setiap citra wajah. Dari titik wajah tersebut kemudian dibuat 11 garis yang akan dijadikan dasar untuk perhitungan jarak garis wajah. Kesepuluh titik wajah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 10 titik wajah.

Kesepuluh titik wajah itu dilakukan secara manual atas : t1 = titik tengah bola mata kiri

t2 = titik tengah bola mata kanan t3 = titik pangkal hidung

t4 = ujung atas hidung (sejajar dengan titik pangkal hidung) t5 = ujung kiri hidung

t6 = ujung kanan hidung t7 = ujung bibir kiri t8 = ujung bibir kanan

t9 = ujung bawah bibir (bagian tengah bibir, diatas ujung dagu)

t10 = ujung atas bibir (bagian tengah bibir, diantara lekuk bibir atas dekat hidung)

Algoritma membangkitkan jarak garis wajah dilakukan dengan menghubungkan semua titik wajah. Garis tersebut memotong titik koordinat mata kanan, mata kiri, hidung dan mulut. Panjangnya jarak garis itu dihitung dengan persamaan jarak yaitu:

( ) ( )

2 1 2 2 1 2 x y y x d= − + − (12) Dimana: d = jarak (x1, y1 (x

) = koordinat titik awal

2, y2) = koordinat titik akhir

Dalam penelitian ini dibuat 11 jarak garis wajah yang dianggap cukup untuk merepresentasikan citra wajah itu sendiri. Data yang dipakai untuk proses mereduksi citra wajah selanjutnya adalah data jarak garis wajah. Kesebelas jarak garis wajah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 11 jarak garis wajah yang dibangun dari 10 titik wajah.

Sebelas jarak garis wajah yang dicari berdasarkan persamaan jarak antara satu titik wajah dengan titik wajah yang lain adalah sebagai berikut :

Jarak1 = menghubungkan titik t1 dengan titik t2 Jarak2 = menghubungkan titik t3 dengan titik t4 Jarak3 = menghubungkan titik t5 dengan titik t6 Jarak4 = menghubungkan titik t7 dengan titik t8 Jarak5 = menghubungkan titik t9 dengan titik t10 Jarak6 = menghubungkan titik t1 dengan titik t5 Jarak7 = menghubungkan titik t2 dengan titik t6 Jarak8 = menghubungkan titik t5 dengan titik t7 Jarak9 = menghubungkan titik t6 dengan titik t8 Jarak10 = menghubungkan titik t1 dengan titik t7 Jarak11 = menghubungkan titik t2 dengan titik t8

Data jarak garis wajah merupakan input dalam sistem pengenalan wajah berdasarkan sistem berbasis fitur.

Sedangkan pada sistem berbasis citra, data wajah diambil dari tingkat keabuan suatu citra wajah yang direpresentasikan oleh setiap piksel. Data tersebut disimpan dalam sebuah vektor. Namun ukuran vektor itu sangat besar dan tidak mudah untuk mencari tingkat akurasinya sehingga diperlukan proses reduksi. Pada sistem ini, data citra yang telah diubah dalam bentuk vector yang menjadi input dalam proses pengenalan wajah.

Selanjutnya data citra dari kedua sistem tersebut dibagi menjadi 2 kelompok yaitu data latih dan data uji. Pembagiannya berdasarkan 3_fold cross-validation yaitu citra 1 dan 2 menjadi data uji, 3 dan 4 menjadi data uji, serta 5

dan 6 menjadi data uji. 3_fold cross-validation tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini: Citra Wajah 1 2 3 4 5 6 fold 1 Fold 2 fold 3 : Data Uji : Data Latih

Gambar 5 Bentuk 3-fold cross-validation.

Untuk melihat ketahanan sistem berbasis citra, hasil pengenalan wajah berbasis citra diberikan derau. Derau yang dipilh adalah Salt and Pepper noise.

Derau yang diberikan adalah sebesar 0,02, 0,10 dan 0,2. Pada data uji citra wajah yang diberikan derau ini akan muncul warna hitam dan putih secara acak dan menyebar di seluruh citra wajah. Penurunan tingkat keakurasian data citra pada percobaan ini disebabkan oleh gangguan secara tiba-tiba dan tajam sesuai kadar derau yang diberikan.

PEMBAHASAN

Penelitian dimulai dengan studi pustaka yaitu melakukan pemahaman pola pada citra wajah, proses pengenalan wajah, proses reduksi citra wajah, dan proses klasifikasi citra wajah untuk dituangkan dalam formulasi masalah. Kemudian membagi data yang terdiri dari 20 individu dengan masing-masing 6 citra wajah menjadi 2 bagian yaitu data latih dan data uji. Pembagian kelompok data ini berdasarkan 3-fold cross validation dan dibuat pola untuk memudahkan proses pengenalan wajah dengan AKU. Ketiga pola tersebut dinamakan pola1, pola2 dan pola3 dengan pembagian sebagai berikut:

Pola 1 : citra 1 dan citra 2 sebagai data uji

citra 3, citra 4, citra 5 dan citra 6 sebagai data latih Pola 2 : citra 3 dan citra 4 sebagai data uji

citra 1, citra 2, citra 5 dan citra 6 sebagai data latih Pola 3 : citra 5 dan citra 6 sebagai data uji

citra 1, citra 2, citra 3 dan citra 4 sebagai data latih

Ketiga pola ini dibuat mengikuti 3-fold cross validation dengan tujuan agar dapat melakukan pengujian data uji yang cukup optimal dengan jumlah data latih yang memadai. Setiap pola mewakili fold yang ada, seperti pola 1 mewakili fold 1 dan seterusnya. Pembagian data penelitian ini mengkombinasikan 2 data uji dengan 4 data latih. Berdasarkan pola tersebut semua data sampel yang diberikan dapat diuji.

4.1 Hasil Pengujian Berbasis Fitur

Pengujian data uji untuk pengenalan wajah berbasis fitur melakukan pola1, pola2 dan pola3 berdasarkan 3-fold cross validation. Setiap pola memiliki kotribusi nilai eigen sebesar 90% pada 4PC, 95% pada 5PC dan 97% pada 6PC. Klasifikasi data uji menggunakan algoritma k-NN yang diambil dari jumlah individu (k) dengan jarak terdekatnya yaitu k=5, k=10 dan k=20 untuk melihat tingkat keakurasiannya.

Tabel 2 Tingkat Akurasi (%) Sistem Berbasis Fitur PC Prosentase Kontribusi Nilai Eigen POLA

Jumlah Individu (k) dengan Jumlah Jarak Terdekat

k=5 k=10 k=20 4 90% 1 40 33 35 2 40 52,5 42,5 3 30 37,5 20 Rata-rata 36,67 41 32,5 5 95% 1 42,5 30 45 2 60 42,5 45 3 47,5 32,5 37,5 Rata-rata 50 35 42,5 6 97% 1 45 30 42,5 2 60 52,5 47,5 3 57,5 37,5 47,5 Rata-rata 54,16 53,33 47,5 4.1.1 Pengujian 4PC

Tujuan pengujian pada 4PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis fitur mencapai tingkat akurasi tertinggi 41% di k=10 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 90%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi pengenalan wajah berbasis fitur belum maksimal. Tingkat akurasi tertinggi dicapai pada pola2 k=10 yaitu sebesar 52,5% . Gambar 6 menunjukkan grafik hasil perbandingan tingkat akurasi 4PC untuk pola1, pola2 dan pola3.

4.1.2 Pengujian 5PC

Tujuan pengujian pada 5PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis fitur mencapai tingkat akurasi tertinggi 50% di k= 5 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 95%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi pengenalan wajah berbasis fitur belum maksimal. Tingkat akurasi tertinggi dicapai pada pola2 k=5 yaitu sebesar 60% . Gambar 7 menunjukkan grafik hasil perbandingan tingkat akurasi 5C untuk pola1, pola2 dan pola3.

Gambar 7 Tingkat Akurasi (%) Sistem Berbasis Fitur 5PC.

4.1.3 Pengujian 6PC

Tujuan pengujian pada 6PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis fitur mencapai tingkat akurasi tertinggi 54,16% di k=5 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 97%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi pengenalan wajah berbasis fitur masih belum maksimal. Tingkat akurasi tertinggi dicapai pada pola2 k=5 yaitu sebesar 60% . Gambar 8 menunjukkan grafik hasil perbandingan tingkat akurasi 6PC untuk pola1, pola2 dan pola3.

Gambar 8 Tingkat Akurasi (%) Sistem Berbasis Fitur 6PC

4.2 Hasil Pengujian Berbasis Citra

Hasil pengujian untuk pengenalan wajah berbasis citra sama dengan yang berbasis fitur yaitu menggunakan 3-fold cross-validation dengan pola 1 untuk data uji citra wajah ke 5 dan 6 untuk setiap individu, pola 2 untuk data uji citra wajah ke 3 dan 4 untuk setiap individu dan pola 3 untuk data uji citra wajah ke 1 dan 2 untuk setiap individu. Setiap pola memiliki kotribusi nilai eigen sebesar 90% pada 34PC, 95% pada 45PC, 99% pada 70PC dan 100% pada 80PC. Klasifikasi data uji menggunakan algoritma k-NN diambil jumlah individu (k) dengan jarak terdekatnya yaitu k=5, k=10 dan k=20 untuk melihat tingkat keakurasiannya.

4.2.1 Pengujian 34PC

Tujuan pengujian pada 34PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis citra mencapai tingkat akurasi tertinggi 86,6% di k ke 5 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 90%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat akurasi pengenalan wajah berbasis fitur dengan nilai eigen 90% sangat berbeda dengan hasil percobaan berbasis citra yaitu sebesar 45,6%. Perbedaan ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat akurasi maksimum pada Tabel 2 untuk pengenalan wajah berbasis fitur dan Tabel 5 untuk pengenalan wajah berbasis citra dengan konstribusi nilai eigen sebesar 90%. Gambar 9 menunjukkan grafik hasil perbandingan 34PC tingkat akurasi pola1, pola2 dan pola3.

Gambar 9 Tingkat Akurasi (%) Sistem Berbasis Citra Pada 34PC.

4.2.2 Pengujian 45PC

Tujuan pengujian pada 45PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji pertama dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis citra mencapai tingkat akurasi tertinggi 92,5% di k ke 5 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 95%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi pengenalan wajah berbasis fitur semakin berbeda dengan hasil percobaan berbasis citra pada nilai eigen 95% yaitu sebesar 42,5%. Perbedaan ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat akurasi maksimum pada Tabel 3 untuk pengenalan wajah berbasis fitur dan Tabel 5 untuk pengenalan wajah

berbasis citra dengan konstribusi nilai eigen sebesar 95%. Gambar 10 menunjukkan grafik hasil perbandingan 45PC tingkat akurasi pola1, pola2 dan pola3.

Gambar 10 Tingkat Akurasi (%) Sistem Berbasis Citra pada 45PC.

4.2.3 Pengujian 70PC

Tujuan pengujian pada 70PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji pertama dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis citra mencapai tingkat akurasi tertinggi 92,5% di k ke 5 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 99%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi pengenalan wajah berbasis fitur semakin berbeda dengan hasil percobaan berbasis citra pada nilai eigen 97-99% yaitu sebesar 42,5%. Perbedaan ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat akurasi maksimum pada Tabel 4 untuk pengenalan wajah berbasis fitur dan Tabel 5 untuk pengenalan wajah berbasis citra dengan konstribusi nilai eigen sebesar 99%. Gambar 11 menunjukkan hasil perbandingan untuk pola1, pola2 dan pola3.

Gambar 11 Tingkat Akurasi (%) Sistem Berbasis Citra pada 70PC.

4.2.4 Pengujian 80PC

Tujuan pengujian pada 80PC ini adalah menguji pengenalan wajah pada data uji pertama dalam semua pola. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pengenalan wajah berbasis citra mencapai tingkat akurasi tertinggi 93.3% di k ke 5 dengan konstribusi nilai eigen sebesar 100%. Gambar 13 menunjukkan grafik hasil perbandingan Tabel 5 untuk pengenalan wajah berbasis citra dengan konstribusi nilai eigen sebesar 100%. Gambar 12 menunjukkan hasil perbandingan untuk pola1, pola2 dan pola3.

4.3 Hasil Perbandingan Pengujian Berbasis Fitur dan Berbasis Citra

Untuk lebih jelasnya rata-rata perbandingan tertinggi pada tingkat akurasi pengenalan wajah antara sistem berbasis fitur dan berbasis citra dengan kontribusi nilai eigen 90%, 95%, 97%, 99%, dan 100% dapat dilihat pada Table 4 dan Gambar 13. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem pengenalan wajah berbasis citra memiliki tingkat pengenalan wajah lebih baik dibandingkan dengan sistem pengenalan wajah berbasis fitur.

Tabel 4 Perbandingan Akurasi Antara Sistem Berbasis Fitur dan Sistem Berbasis Citra

SISTEM Kontribusi Nilai Eigen PC Rata-rata MaksimumTingkat Akurasi (%) Berbasis Fitur 90% 4 42 95% 5 50 97% 6 54,16 Berbasis Citra 90% 34 86,6 95% 45 92,5 99% 70 92,5 100% 80 93,3

4.4 Hasil Pengujian Berbasis Citra Dalam Kondisi Derau

Dokumen terkait