• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air dan Manusia

2.6. Air Gambut

2.6.2. Proses Pengolahan Air Gambut

Menurut Kusnaedi (2006), ada 2 tahap proses pengolahan air gambut yaitu terdiri dari :

1. Tahap Koagulasi, Flokulasi,absorbsi, dan sedimentasi

Menurut kusnaedi (2006), koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Tahap ini berlangsung pada ember pertama dengan cara mencampurkan zat koagulasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Bahan koagulan yang dapat digunakan antara lain : kapur, tawas, tanah liat (lempung) setempat, dan tepung biji kelor.

Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, proses ini menggambarkan interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang hendak diolah. Perinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk flok. Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel-partikel selama flokulasi.

Koagulasi menurut Mackenzie L. Davis adalah proses untuk membuat partikel-partikel kecil (koloid) dapat bergabung satu dengan yang lainnya

sehingga membentuk flok yang lebih besar. Sedangkan menurut Reynold (1977), koagulasi adalah proses destabilisasi pada suatu sistem koloid yang berupa penggabungan dari partikel-partikel koloid akibat pembubuhan bahan kimia. Pada proses ini terjadi pengurangan besarnya gaya tolak menolak antara partikel-partikel koloid di dalam larutan.

Ada tiga persyaratan kunci dari koagulan yang harus dipenuhi :

a. Kation trivalent. Adapun koloid-koloid di dalam air adalah bermuatan negatif, jadi diperlukan adanya kation untuk menetralkan muatannya. Kation trivalent merupakan kation yang paling efisien.

b. Tidak beracun. Kation yang digunakan harus tidak beracun sehingga memberikan hasil air olahan yang aman (misalkan untuk air minum).

c. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Jadi koagulan yang ditambahkan harus mengendap dari larutannya sehingga ion-ionnya tidak tertinggal di dalam air. Pengendapan semacam ini akan sangat membantu proses penghilangan koloid.

Penggunaan polimer alum atau yang dikenal sebagai poli aluminium klorida (PAC) pada saat sekarang ini lebih sering digunakan sebagai koagulan karena efektivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan garam aluminium maupun garam besi. Penelitian terbaru yang dilakukan Gao dan Yue menunjukkan bahwa poli aluminium klorida sulfat (PACS) bahkan lebih efektif dibandingkan dengan PAC karena PACS mempunyai struktur polimer yang lebih besar, yang lebih dapat meningkatkan agregasi partikel dalam air. Apapun jenis koagulan yang digunakan, uji secara laboratorium melalui jartest harus dilakukan untuk

mengetahui efektivitas koagulan tersebut dalam mengendapkan partikel-partikel koloid dalam air limbah yang diolah sehingga terjadi pemisahan yang sempurna antara lumpur dan air. Penerapan teknologi pengolahan limbah yang didasarkan pada prinsip optimalisasi antara teknologi, kualitas, dan biaya. akan memberikan hasil yang optimal sehingga biaya investasi dapat ditekan dan keselamatan lingkungan dapat dijaga (Hanum, 2002).

Ada 4 tipe utama bahan bantu koagulan yaitu alat pengatur pH, silika yang diaktifkan (activated silica), tanah liat (clay) dan polymer. Polimer adalah senyawa-senyawa karbon berantai panjang, berat molekulnya besar dan memiliki banyak bagian-bagian yang aktif. Bagian-bagian yang aktif ini akan menempel pada flok, menggabungkannya satu sama lain, lalu membentuk flok-flok yang lebih besar dan lebih kuat sehingga akan mengendap lebih baik. Proses ini disebut “jembatan antar partikel flok”. Macam dan dosis polimer yang akan dipakai harus ditentukan terlebih dahulu untuk setiap macam air yang akan diolah. Kebutuhannya dapat saja berubah setiap saat meskipun air limbah yang akan diolah berasal dari sumber yang sama (Suryadiputra, 1994).

2. Tahap Penyaringan (Filtrasi)

Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi (yang diukur dengan kekeruhan) dari air melalui media berpori-pori (Ditjen PPM & PLP, 1998). Pada proses penyaringan ini zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan materi berbentuk butiran yang disebut media filter. Media filter biasanya pasir, anthracite, garnet,ilmenite, polystyrene dan beads.

Dalam buku Konsep Dasar Perbaikan Kualitas Air (Ditjen PPM & PLP, 1998) secara garis besar kemampuan filtrasi dapat dibedakan atas saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan berkecepatan tinggi, dan saringan bertekanan.

1. Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat terutama berguna untuk menghilangkan organisme pathogen dari air baku yaitu bakteria dan virus yang ditularkan melalui air. Melalui adsorpsi dan proses lain bakteria dihilangkan dari air dan ditahan pada permukaan butiran pasir yaitu kira-kira 85%-99% total bekteri, dan menghasilkan air yang memenuhi syarat bakteriologis yaitu tidak mengandung Escherichia coli. Apabila beroperasi dengan baik, saringan pasir lambat dapat pula menghilangkan protozoa seperti Entamoeba histolyca dan cacing seperti Schistosoma haemablum dan Ascaris lumbricoide.

Saringan pasir lambat sesuai dengan namanya hanya mempunyai kemampuan menyaring relatif kecil yaitu 0,1–0,3 m/jam. Hal ini karena ukuran butiran pasirnya halus dan air bakunya mempunyai kekeruhan dibawah 10 NTU agar saringan dapat berjalan dengan baik.

2. Saringan Pasir Cepat

Saringan pasir cepat mempunyai kecepatan 40 kali lebih cepat dibanding kecepatan saringan pasir lambat, dapat dicuci dan dapat ditambahkan dengan koagulan kimia, sehingga efektif untuk pengolahan air dengan kekeruhan tinggi. Pada saringan pasir cepat biasanya digunakan pasir sebagai medium, tetapi prosesnya sangat berbeda dengan saringan pasir lambat. Hal ini disebabkan karena digunakan butir pasir yang lebih besar atau kasar.

Dalam pengolahan air tanah, saringan pasir cepat digunakan untuk menghilangkan besi dan mangan. Untuk membantu proses filtasi, sering dilakukan aerasi sebagai pengolahan pendahuluan untuk membentuk senyawa tidak terlarut dari besi dan mangan.

3. Saringan Berkecepatan Tinggi

Jenis saringan ini mempunyai kecepatan 3-4 kali lebih besar dibandingkan saringan pasir cepat. Pada saringan ini digunakan kombinasi dari beberapa media filter seperti pasir, dengan anthracite atau kombinasi antara pasir, antacite, dan garnet.

4. Saringan Bertekanan

Jenis saringan ini biasanya digunakan untuk menyaring air kolam renang. Prinsip kerja saringan ini sama seperti saringan pasir cepat, hanya proses filtrasi terjadi didalam tanki baja termasuk silinder yang tahan tekanan. Disini juga digunakan pasir atau media kombinasi, tetapi kecepatan penyaringannya kira-kira sama dengan saringan pasir cepat, meskipun digunakan pompa untuk mengalirkan air.

Pada prinsipnya, proses pengolahan air secara koagulasi-filtrasi menggunakan Sistem dua bak,yaitu bak pertama sebagai tempat reaksi kimia dan bak kedua sebagai tempat filtrasi/penyaringan. Prinsip kerja dari sistem pengolahan koagulasi-Filtrasi adalah dengan penambahan koagulan Aluminium sulfat akan menghasilkan reaksi Kimia dengan muatan-muatan negatif yang tolak menolak di sekitar partikel terlarut berukuran koloid. Selanjutnya, akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan

dan akhirnya partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok. Reaksi kimia yang terbentuk adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3+3CaSO4+6CO2+18H2O Alkalinity

Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3+3CaSO4+6CO2+18H2O Mengendap

Berikut skema proses pengolahan air dengan koagulasi-filtrasi : Bahan Baku Air

Bau, keruh, warna,

Reaksi kimia ion logam dengan koagulan terbentuk

partikel kasar Koagulan Filtrasi, Penangka pan ion Air Bersih Padatan senyawa logam dan senyawa

2.6.2.1. Tanah Liat Gambut

Menurut Astuti (1997), tanah liat atau lebih sering disebut dengan tanah lempung berasal dari hasil pelapukan kulit bumi yang sebagian besar terdiri dari batuan feldspatik berupa batuan granit dan batuan beku. Hasil pelapukan tersebut berbentuk partikel-partikel halus dan sebagian besar dipindahkan oleh tenaga air, angin dan gletser ke suatu tempat yang lebih rendah dan jauh dari tempat batuan induk. Sebagian lagi tetap tinggal di lokasi dimana batuan induk berada.

Tanah liat merupakan suatu zat yang terbentuk dari partikel-partikel yang sangat kecil terutama dari mineral-mineral yang disebut Kaolinit, yaitu persenyawaan dari Oksida Alumina (Al2O3), dengan Oksida Silica (SiO2) dan Air (H2O). Tanah liat dalam ilmu kimia termasuk Hidrosilikat Alumina, yang dalam keadaan murni mempunyairumus:

Al2O3 2SiO2 2H2O

Satu partikel tanah liat dibuat dari satu molekul Alimunium (2 atom Alumina dan 3 atom Oksigen), dua molekul Silikat (2 atom Silica) dan 2 atom Oksigen), dan dua molekul Air (2 atom Hidrogen dan 1 atom Oksigen), Formula tersebut terdiri:

39% Oksida Alumina 47% Oksida Silica 14% Air

Ketersediaan tanah liat di alam dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Tanah liat primer

Tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk. Tanah liat primer cenderung berbutir kasar, tidak plastis, daya leburnya tinggi dan daya susutnya kecil. Karena tidak tercampur dengan bahan organik seperti humus, ranting atau daun busuk dan sebagainya, maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Adapun jenis tanah liat primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspat, kwarsa dan dolomit, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Mineral kuarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit

2. Tanah liat sekunder

Tanah liat sekunder atau sediment adalah jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya karena tenaga eksogen, dan dalam perjalanan bercampur dengan bahan-bahan organik maupun anorganik sehingga merubah sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat tersebut. Jumlah tanah liat sekunder lebih banyak dari tanah liat primer. Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat menjadi partikel-partikel yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat akan mengendap dan meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus tenang, seperti di danau atau di laut, partikel-partikel yang halus akan mengendap di dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan biasanya terbentuk dari beberapa macam jenis tanah liat dan dari beberapa sumber. Dibanding dengan tanah liat

primer, tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih gelap, berbutir halus dan mempunyai titik lebur yang relatif rendah.

Menurut Kusnaedi (2006), Tanah liat gambut (tanah lempung) merupakan lempung organik yang mengandung zat Al2 (SO4) H2O, dari rumus molekul dan kandungan lempung ini dapat berfungsi sebagai koagulan bagi daerah-daerah yang kualitas air gambutnya tinggi (kecoklat-coklatan), tanah liat ini dapat diperoleh di tepi-tepi sungai, saluran hasil galian ataupun pada areal tanah lempung di daratan alluvium yang dibentuk oleh endapan-endapan alluvial rawa-rawa dan sungai.

Adapun tanah liat gambut dapat diperoleh pada titik kedalaman sebagai berikut :

0 – 1 M : tanah penutup gambut

1–2,5 M : tanah liat abu-abu muda sampai tua, lunak dan plastis

> 2,5 M : tanah liat abu-abu tua, lunak, plastis kadang-kadang-kadang sedikit berpasir, mengandung fragmen kayu dan coal

Keterangan : asal bahan tanah liat gambut yang dapat dipakai untuk pengolahan air gambut.

2.6.2.2. Fungsi Tanah Liat Gambut

Menurut Kusnaedi (2006), tanah liat /tanah lempung gambut berfungsi untuk menghilangkan sebagian zat organik terlarut, mikroorganisme (plankton,bakteri) dan senyawa-senyawa lain yang menyebabkan warna, kekeruhan dalam air gambut. Air

gambut yang diolah memerlukan tanah liat sebanyak 25 gram per 20 liter air gambut, untuk membentuk flok-flok yang cukup baik.

Air yang mengandung koloidal akan diendapkan memakai bahan koagulan. Bahan koagulan yang dimaksud adalah Fe(SO), Fe(SO4), FeCl, atau FeSO + Cl2;Al2(SO4);15-18 H2O, Al2(SO4)3.17H2O (tawas) atau Poly Aluminium Chlorida (PAC). Rasa air hasil endapan dengan kedua koagulan tersebut sangat berbeda, Fe3+ memberi rasa besi pada air, sedangkan Al3+ tidak memberikan rasa apa-apa pada air,hanya endapan yang diberi Al3+ berwarna putih. (J.F.Gabriel, 2001).

Dokumen terkait