• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Proses Short Path Distillation (SPD)

Percobaan pendahuluan bertujuan mengetahui proses distilasi dengan kenaikan suhu secara bertahap dan menentukan rentang suhu distilasi yang tepat yang dapat menurunkan kadar sitronelal dibawah 10%. Seperti diketahui bahwa kadar sitronelal dalam bahan yaitu 33,94%. Kadar tersebut masih sangat tinggi. Sitronelal dalam urutan peak dalam kromatogram (Gambar 13) termasuk fraksi depan, yaitu fraksi yang mempunyai titik didih di bawah titik didih sitronelol. Menurut Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985), sitronelal mempunyai titik didih pada tekanan 1 atm, yaitu 205ºC- 208ºC, sedangkan sitronelol mempunyai titik didih yaitu 119ºC-226ºC. Lestari (2012) menambahkan bahwa urutan peak fraksi-fraksi mengindikasikan titik didih dari suatu senyawa. Semakin belakang urutan peak, semakin tinggi titik didihnya. Dengan demikian, salah satu cara yang dapat dialakukan untuk meningkatkan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan SPD, yaitu dengan menurunkan kadar fraksi depan terutama kadar komponen sitronelal tersebut.

Gambar13. Pengelompokan fraksi

Kondisi operasi SPD yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Kondisi operasi tersebut disesuaikan dengan kondisi operasi untuk minyak nilam dan minyak lainnya yang digunakan R&D PT. Indesso Aroma.Kecepatan rotor dan tekanan diatur tetap, yaitu 200 rpm dan 10-3

21 mbar. Menurut Hui et al. (2012), terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Faktor- faktor tersebut yaitu : suhu, laju umpan, kecepatan film (putaran rotor), tekanan operasi, komposisi dari bahan, dan vakum. Suhu merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap peningkatkan kemurnian dan rendemen dari subtansi yang di SPD. Martinello et al. (2008) menambahkan bahwa tekanan yang digunakan dalam proses SPD yaitu 10-2 KPa hingga 10-4 KPa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas komponen akan meningkat dan suhu operasi akan menurun, serta memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah.

Tabel 10. Kondisi operasi proses Short Path Distillation

Fraksinat Kaya Sitronelol Suhu kondenser : 10ºC Suhu trap cooler : 10ºC Kecepatan rotor : 200 rpm Tekanan sistem : 10-3 mbar

Adapun, kecepatan laju alir yang diatur yaitu 1-2 tetes per detik. Laju alir tersebut tidak diatur 1 atau 2 tetes per detik saja. Hal ini dikarenakan tidak ada panel control pada alat SPD dan saat proses SDP berlangsung, kecepatan tetesan umpan yang jatuh ke dalam bodi (column) cenderung melambat dengan semakin sedikitnya sisa bahan dalam tabung umpan. Selain itu, dikarenakan hasil SPD yang akan dijadikan produk adalah residu atau fraksi berat yang mempunyai kadar sitronelol dan geraniol yang tinggi. Menurut Tovar et al. (2010), jika volume laju alir umpan tinggi, waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur (lemonggras oil). Lestari (2012) melakukan proses SPD dengan laju alir 4 tetes per detik. Menurutnya jika tetes umpan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurnah, sehingga distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi. Sementara rotor berfungsi untuk menggerakkan wiper. Wiper tersebut berfungsi membentuk aliran turbulen pada lapisan tipis (film) yang turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper (Pope 2008).

Proses SPD yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan proses SPD dilakukan terhadap residu yang dihasilkan dari setiap run. Metode ini merupakan modifikasi dari metode yang digunakan dalam penelitian Lestari (2012). Proses SPD dilakukan pada penelitian Lestari (2012), menggunakan kenaikan suhu secara bertahap yang bertujuan meningkatkan kemurnian fraksi sitronelal. Proses SPD tersebut menggunakan bahan hanya satu. Residu dan distilat yang didapatkan dari tiap tahapan proses SPD, di SPD kembali, sehingga didapatkan kadar sitronelal yang tinggi. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu distilat dengan kadar sitronelal yang tinggi dan residu akhir yang mempunyai jumlah yang sangat rendah. Walaupun demikian, tahap proses SPD tersebut sangat panjang dan metode tersebut dirasakan belum efisien, sehingga metode yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi dari metode yang digunakan pada penelitian Lestari (2012). Modifikasi tersebut berupa pemotongan fraksi hanya dari residu, yakni umpan digunakan hanya satu kali dan setelah didapatkan residu, dilakukan proses SPD hanya terhadap residu tersebut. Selain itu, kenaikan suhu diatur sesuai dengan kerapatan titik didih. Metode ini berbeda dari metode yang dilakukan dalam penelitian Tovar et al. (2011), Rossi et al. (2011), dan Setyawan (2009). Tovar et al. (2010) melakukan proses SPD dengan alat SPD tipe evaporator sentrifugal. Suhu evaporasi (suhu distilasi) yang digunakan yaitu 60ºC-120ºC. Akan tetapi, Proses SPD tersebut tidak dilakukan dengan kenaikan suhu secara bertahap dan tidak terjadi proses SPD residu maupun distilat.

22 Proses SPD dilakukan pada suhu distilasi 60ºC dan langsung pada suhu distilasi 120ºC. Setiap suhu tersebut menggunakan umpan yang berbeda.

Sementara itu, penelitian pendahuluan ini menggunakan suhu distilasi yaitu : 44ºC-64ºC. Penggunaan suhu distilasi awal 44ºC didasarkan pada percobaan Lestari (2012). Pada percobaan tersebut, fraksi kaya sitronelal dimurnikan dengan suhu distilasi 44ºC dan tekanan 10-3 mbar. Hasil yang didapatkan yaitu terjadi peningkatan kadar sitronelal dari 66,80% menjadi 82,32%. Sementara, suhu distilasi akhir yang digunakan pada percobaan ini adalah 64ºC. Hal ini dikarenakan hasil yang dikehendaki adalah menurunkan fraksi sebelum sitronelol, sehingga suhu distilasi diatur tidak melebihi titik didih sitronelol yaitu sebesar 64,4ºC (Lestari 2012). Selain itu, kenaikan suhu distilasi dalam proses distilasi ini diatur perbedaannya yaitu 4ºC. Hal ini bertujuan mengetahui ketajaman pemotongan setiap fraksi.

Setelah dilakukan proses distilasi, didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa jumlah residu dan distilat yang didapatkan cenderung menurun seiring dengan lamanya tahapan proses distilasi. Jumlah residu yang diperoleh yaitu 85,34 gram hingga 32,11 gram, sedangkan jumlah distilat yang didapatkan yaitu 10,03 gram hingga 5,21 gram. Residu tertinggi, didapatkan dari run 1. Jumlah residu tersebut adalah 85,34 gram. Sementara, distilat tertinggi didapatkan dari run ke 3. Jumlah distilat tersebut adalah 12,73 gram. Tingginya distilat tersebut diduga karena laju alir yang diatur adalah 1 tetes per detik hingga umpan habis dari tabung umpan. Hal ini mengakibatkan bahan tersebar merata pada permukaan film evaporator, sehingga waktu tinggal bahan menjadi lama, serta terjadi proses evaporasi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Tovar et al. (2010) diketahui bahwa jika volum laju alir umpan tinggi, waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur (lemonggras oil). Sementara, Lestari (2012) menggunakan laju alir 4 tetes per detik dalam penelitiannya. Menurutnya jika tetes upan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurna, dan memungkinkan kemurnian distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi.

Tabel 11. Hasil percobaan proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan Run Nama Umpan Input

(gram)

Suhu Distilasi (°C)

Hasil (gram) Residu Distilat Loss

1 Bahan Awal 100,48 44 85,34 10,03 5,11 2 Residu 1 85,34 48 74,37 9,43 1,54 3 Residu 2 73,75 52 58,16 12,73 2,86 4 Residu 3 58,14 56 47,74 9,31 1,09 5 Residu 4 46,48 60 38,74 7,71 0,03 6 Residu 5 38,25 64 32,11 5,21 0,93

Adapun, residu akhir yang didapatkan adalah 32,11 gram, sedangkan distilat akhir yang didapatkan adalah 5,21 gram. Akan tetapi, distilat yang diambil sebagai hasil samping yaitu total distilat. Total distilat tersebut merupakan gabungan dari semua distilat yang didapatkan dari setiap

run. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah total distilat yang didapatkan adalah 54,42 gram. Sementara, proses diatas juga masih menyisakan kehilangan (loss) bahan disetiap run. Loss tersebut didapatkan dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 5b. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa loss yang paling tinggi adalah loss yang didapatkan dari run 1. Jumlah loss tersebut

23 adalah 5,11 gram, sedangkan jumlah total loss yang didapatkan yaitu 11,56 gram. Loss tersebut sangat siginfikan. Hal ini diduga karena banyak bahan yang tertinggal pada lapisan film evaporator serta pada jalur distilat dan residu, yang diakibatkan oleh terlalu cepat pemberhentian putaran rotor setelah bahan habis dari tabung umpan.

Selanjutnya dilakukan analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat dari setiap run menggunakan GC. Setelah dilakukan analisis GC, didapatkan bahwa komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, masih saling bercampur dan jumlahnya lebih banyak dibanding komponen lainnya. Hal ini dikarenakan komponen-komponen tersebut mempunyai kadar yang tinggi dan titik didihnya berdekatan. Menurut Hui et al. (2012), komponen dari bahan merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Menurut Laksmono dkk. (2007), sitronelol dan geraniol mempunyai titik didih yang relatif dekat dan keduanya selalu bercampur ketika dipisahkan dari sitronelal. Berdasarkan hasil GC (Lampiran 5c), diketahui bahwa dalam distilat lebih banyak ditemukan fraksi dengan titik didih rendah dan komponen yang paling tinggi adalah sitronelal. Sementara, fraksi kaya sitronelol dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, cenderung meningkat. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 14 dan 15.

Gambar 14. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu

Kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol dihitung secara kuantitatif. Hasil perhitungan (Gambar 14) menunjukkan bahwa kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Selain itu, juga diketahui bahwa kadar komponen geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding kadar komponen sitronelol. Hal ini diduga karena geraniol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibanding sitronelol, sehingga terjadi pengonsentrasian geraniol seiring peningkatan suhu distilasi. Kadar geraniol tertinggi, didapatkan pada suhu 60ºC, yaitu 31,04%. Sementara, peningkatan kadar komponen sitronelol hanya sampai pada suhu distilasi 60ºC. Peningkatan kadar komponen sitronelol tersebut yaitu 22,68%-29,77%. Kemudian, kadar komponen sitronelol mengalami penurunan menjadi

0 5 10 15 20 25 30 35 44 48 52 56 60 64 K ad ar (% ) Suhu distilasi (ºC) sitronelal sitronelol geraniol

24 27,85% pada suhu distilasi 64ºC. Penurunan ini diduga karena suhu distilasi 64ºC mendekati titik didih sitronelol (Lestari 2012).

Adapun, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan dalam residu akhir yaitu 57,41%. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dari bahan dengan kadar awal yaitu 41,44%. Akan tetapi peningkatan tersebut belum terlalu signifikan. Sebaliknya, kadar sitronelal cenderung menurun seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Penurunan tersebut sangat signifikan, hingga didapatkan kadar sitronelal dalam residu akhir pada suhu distilasi 64ºC, yaitu 7,28%.

Gambar 15. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat

Berdasarkan Gambar 15 diketahui bahwa kadar komponen sitronelal banyak terdistilasi pada suhu distilasi 44ºC-60ºC. Jumlah sitronelal yang terdistiasi menjadi distilat pada suhu distilasi 44ºC cukup tinggi, yaitu 66,89%. Hal ini dikarenakan suhu tersebut merupakan suhu mulai terdistilasinya fraksi sitronelal. Menurut Lestari (2012), sitronelal mempunyai titik didih dikisaran suhu 44ºC. Kadar sitronelal yang didapatkan pada suhu tersebut yaitu 82,32%. Selanjutnya, kadar sitronelal mengalami penurunan yang signifikan pada suhu distilasi 52°C. Hal ini diduga karena laju alir yang digunakan adalah 1 tetes per detik dan tidak terkontrol hingga umpan habis dari tabung umpan, sehingga menyebabkan waktu tinggal bahan menjadi lama pada permukaan evaporator. Akibat waktu tinggal bahan yang lama, proses penguapan komponen volatil dari bahan menjadi lebih tinggi, sehingga memungkinkan banyak fraksi berat yang ikut terdistilasi. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15 bahwa kadar komponen sitronelol dan geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi pada suhu distilasi 52ºC, bila dibandingkan pada suhu distilasi 48ºC, 56ºC, dan 60ºC.

Sementara itu, kadar sitronelal berdasarkan Gambar 15, juga mengalami penurunan kembali pada suhu distilasi 64°C. Penurunan tersebut diduga karena jumlah kadar sitronelal telah semakin sedikit dalam residu dan banyak terdistilasi pada suhu distilasi 60ºC. Selain itu, suhu distilasi 64ºC juga telah melampaui suhu didih sitronelal, sehingga komponen sitronelal hanya sedikit yang terdistilasi menjadi distilat.

Hasil penelitian pendahuluan dijadikan acuan bagi penelitian utama. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bahwa kadar sitronelal dalam residu dapat diturunkan hingga mencapai dibawah 10% pada suhu 64ºC. Akan tetapi, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol pada suhu tersebut juga ikut menurun. Sementara, kadar sitronelal telah mencapai 10% pada suhu 60ºC dan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 44 48 52 56 60 64 K a d a r % Suhu distilasi (ºC) sitronelal sitronelol geraniol

25 fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang dihasilkan sangat tinggi. Kemudian, jumlah distilat yang didapatkan pada suhu 56ºC-60ºC tidak terlalu tinggi dan memungkinkan rendemen akhir residu yang akan didapatkan cukup tinggi, sehingga pada penelitian utama suhu distilasi diatur yaitu : 58ºC-62ºC. Selain itu, hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kenaikan suhu 4ºC menyebabkan rentang suhu yang tinggi dan proses rektifikasi fraksi-fraksi dalam bahan tidak terlalu signifikan, sehingga pada penelitian utama, kenaikan suhu distilasi yang digunakan adalah 1ºC dan 2ºC. Hal ini dikarenakan selain untuk mengetahui ketajaman dan kecepatan pemotongan komponen sitronelal, juga dikarenakan titik didih antara sitronelol dan geraniol relatif berdekatan (Laksmono dkk 2007), serta volatilitas relatifnya rendah. Menurut Ojha et al. (1995), pemilihan metode separasi untuk memperoleh minyak atsiri, didasarkan pada kevolatilan dan titik didih dari bahan beraroma, stabilitas senyawa pada suhu tinggi, kepolaran komponen volatil, konsentrasi, dan distribusi senyawa volatil.

B.

Penelitian Utama

1. Proses

Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu

Dokumen terkait