• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Persepsi

2.1.1.4 Proses Terjadinya Persepsi

Proses terjadinya persepsi menurut Alex Sobur, ( 2003 : 449 ) 1. Terjaadinya Stimulasi Alat Indra

Pada tahap pertama, alat-alat indera kita akan dirangsang. Setiap individu

pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan stimulus ( rangsangan ), Walaupun kadang tidak selalu digunakan.

2. Stimulasi Terhadap Alat Indera Diatur

Pada tahap kedua, rangsangan terhadapa alat indera diatur menurut berbagai

prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip Proksimitas ( Proximity ) atau kemipripan, sedangkan prinsip lain adalah kelengkapan ( Closure ) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap. Apa yang kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola yang bermakna bagi kita, pola ini belum tentu benar atau salah dari segi objektif tertentu.

4. Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata-mata didasrkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, system nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya yang ada pada diri kita. Karena walaupun kita semua sama-sama menerima sebuah pesan, cara masing-masing orang menafsirkan mengevaluasinya adalah tidak sama.

2.1.1.5. Unsur-unsur Budaya yang Mempengaruhi Persepsi

Larry A. Samovar dan Richard E. Perter mengemukakan enam unsur budaya yang secara langsung mempengaruhi persepsi :

1. Kepercayaan, nilai,sikap

Kepercayaan adalah anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan atau tanpa bukti. Nilai adalah komponen evaluative dari kepercayaan kita, nilai bersifat normative.

2. Pandangan Dunia

Merupakan orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi ( kekayaan ), isu-isu fisiologis lainnya yang berkaitan dengan kehidupan. Pandangan dunia mencakup agama dan ideology, ideology-ideologi berbeda juga pnya konsep berbeda mengenai bagaimana hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lainnya.

Maka pandangan dunia merupakan unsure penting yang mempengaruhi persepsi seorang ketika berkomunikasi dengan orang lain, khususnya yang berbeda budaya.

3. Organisasi Sosial

Organisasi-organisasi yang kita masuki, apakah formal atu informal, juga mempengaruhi kita dalam mempersepsi dunia dan kehidupan ini, pada gilirannyamempengaruhi perilaku kita.

4. Tabiat Manusia

Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana atau sifat atau watak kita, juga mempengaruhi cara kitamempersepsi lingkungan fisik dan social kita.

5. Orientasi Kegiatan

Aspek lain yang mempengaruhi persepsi kita adalah pandangan kita tentang

aktivitas. Orientasi ini paling dianggap sebagai suatu rentang dari Being ( siapa seseorang ) hingga Doing ( apa yang dilakukan seseorang ). Dalam

suatu budaya mungkin terdapat dua kecenderungan ini, namun salah satunya dominan.

6. Persepsi Tentang Diri dan Orang Lain

Masyarakat Timur, pada umumnya adalah masyarakat kolektivitas. Dalam diri kolektivitas, diri ( self ) tidak bersifat unik atau otonom., melainkan lebur dalam kelompok ( keluarga, kelompok kerja , klan, suku, bangsa, dan

sebagainya ), sementara diri dalam budaya individualis ( Barat ) bersifat otonom. ( Mulyana, 2005 : 197 )

2.1.2. Televisi Sebagai Komunikasi Massa

Komunikasi massa ( mass communication ) di sini ialah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Menurut Everett M.Rogers, menyatakan bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional

yang meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain. ( Effendy, 2000 : 79 )

Media massa sebagai alat terbuka untuk melakukan kegiatan komunikasinya perlu memahami karakteristik komunikasi massa, yakni seperti yang diuraikan dibawah ini :

1. Komunikasi massa bersifat umum

Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan factor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial.

Perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam komunikasi massa dengan keterbukaan dalam memperoleh pesan-pesan komunikasi, erat sekali hubungannya dengan sifat heterogen komunikan. Massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis, maka oleh karena itu mereka berbeda pula dalam kepentingan, standar hidup dan derajat kehormatan, kekuasaan dan pengaruh.

3. Media massa menimbulkan keserempakan

Keserempakan ialah keserempakan dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk itu satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Ada dua segi penting mengenai kontak yang langsung itu : pertama kecepatan yang lebih tinggi dari penyebaran dan kelangsungan tanggapan, kedua : keserempakan adalah penting untuk keseragaman dalam seleksi dan interprets pesan-pesan.

4. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi

Hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan anonym dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang missal dan sebagian lagi dikarenakan

syarat-syarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum. ( Effendy, 2000 : 81)

Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan kominkasi yang dimiliki komunikasi massa yakni : berlangsung satu arah, komunikator melembaga, pesannya bersifat umum, menimnulkan keserempakan, dan komunikasi heterogen.

Televisi merupakan medium komunikasi massa produk revolusi elektronik di abad dua puluh ini telah dipergunakan oleh para negarawan dan tokoh-tokoh masyarakat. Sebagai media massa elektronik televisi mempunyai daya tarik yang kuat, karena memiliki unsure kata-kata, music, sound effect, dan visual berupa gambar, dan gambar ini dapat menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. ( Effendy, 2000 : 177 )

Pengaruh televisi terhadap system komunikasi tidak lepas dari pengaruh aspek-asoek kehidupan pada umumnya. Bahwa televisi menimbulkan pengaruh

terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, banyak yang telah merasakannya. ( Effendy, 2000 : 191 )

Televisi semakin mendominasi komunikasi massa dikarenakan sifatnya yang memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Kelebihan televisi dari media massa lainnya, ialah bersifat audio visual, dapat didengar, “ hidup ”

menggambarkan kenyataan, dan langsung menyajikan peristiwa yang tengah terjadi ke tiap rumah para pemirsa. ( Effendy, 2000 : 314 )

Banyaknya audiens televisi menjadkannya sebagai medium dengan efek yang besar terhadap orang dan kultur dan juga terhadap media lain. Sekarang televisi adalah medium massa dominan untuk hiburan dan berita.

Menurut Michael Novak, televisi adalah pembentuk geografi jiwa.Televisi membangun struktur ekspektasi jiwa secara bertahap. Televisi melakukan hal seperti itu persisi sekolah memberi pelajaran secara bertahap, selama bertahun-tahun. Televisi mengajari pikiran yang belum matang dan mengajari mereka cara berpikir. ( Vivian, 2008 : 226 )

2.1.3.

Pemirsa Televisi Sebagai Khalayak Media

Khalayak dalam komunikasi massa dapat terdiri dari pembaca surat kabar,

pendengar radio, penonton film dan televisi serta pendengar pidato ( rethorika ).Dengan kata lain, khalayak, terutama dalam komunikasi massa

adalah mereka yang menjadi sasaran pesan-pesan yang bersifat umum. Khalayak merupakan orang banyak yang menjadi sasaran pidato atau media massa, yang disebut dengan massa. ( Fajar, 2008 : 155 )

Pemirsa dan tayangan acara televisi adalah satu mata uang dengan sisi berbeda. Pengkategorian pemirsa oleh pihak televisi maupun lembaga riset untuk kepentingan rating terkadang tidak tepat. ( Kuswandi, 2008 : 4 )

Secara umum massa khalayak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Jumlah anggotanya relative besar/luas. Suatu khalayak yang kepadanya dikomunikasikan sesuatu, di dalam periode waktu yang pendek dan di mana komunikator tidak dapat berienteraksi dengan anggota-anggota khalayak tersebut secara tatap muka.

2. Bersifat heterogen : anggotanya beraneka ragam pekerjaannya atau kedudukannya di dalam masyarakat berbeda-beda tingkat umurnya, bermacam-macam jenis kelaminnya, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan lain-lain.

3. Anonim : bahwa individu-individu dari anggota khalayak itu umumnya tidak dikenal secara pribadi oleh komunikator.( Fajar, 2008 : 156 )

Sesungguhnya televisi merupakan penggabungan antara radio dan film sebab televisi dapat merumuskan suatu peristiwa dalam bentuk gambar hidup dengan suara dan bahkan warna, ketika peristiwa itu berlangsung. Kini jelas, bahwa untuk alat penyalur idea dalam usaha mempengaruhi khalayak dengan jalan menggugah dan menyentuh emosi pikirannya, televisi ini agaknya lebih mempunyai kemampuan yang menonjol dibanding dengan media-media yang lain. ( Fajar, 2008 : 211 )

2.1.4. Penggambaran Perempuan

Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas kaum perempuan adalah membedekan konsep seks ( jenis kelamin ) dan konsep gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks ( jenis kelamin ). Pengertian jenis kelamin adalah pembedaan terhadap manusia yang didasarkan pada alat-alat biologis yang melekat padanya, misalnya laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala ( kala menjing ), dan memiliki sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, memiliki alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak dapat dipertukarkan atau disebut dengan kodrat. Sebagaimana menurut Mansour Fakih ( 2001 : 8 ) sebagai berikut :

“Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat”.

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yaitu : sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikontruksi secara social cultural, dimana sifat-sifat ini dapat ditukarkan. Masih menurut Mansour Fakih ( 2001 : 8 ), diberikan beberapa contoh :

“Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artiya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa”.

Sejarah perbedaan gender ( gender differences ) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara social maupun cultural, melalui ajaran keagamaan maupun Negara.( Fakih, 2001 : 9 )

Konsep perempuan sendiri berasal dari kata empu, bermakna dihargai, dipertuan atau dihormati. Sedang kata wanita, diyakini dari bahasa sansekerta, dengan dasar kata wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti

yang dinafsui atau subjek seks. Kata wanita konon juga bersal dari kata wani ( berani ) dan tapa ( menderita ).( LkiS, 2004 : vi )

Dalam media, terjadi proses diskriminasi dan represi terhadap wacana di dalam ruang public, dimana perempuan sering menjadi korban langsung. Melalui media, perempuan ingin diakui oleh public, tetapi sebaliknya upaya perempuan agar tercapai the status of full speaking subject yaitu status dimana perempuan menjadi kaum yang selalu didengar serta menjadi topic utama telah dihadapkan dengan berbagai keterbatasan bahasa yang disediakan oleh ruang public yang

didominasi oleh ideology patriarki. Ideologi dimana laki-laki menempati posisi utama diruang domestic ( rumah tangga ) maupun ruang public.

Dengan ruang yang disediakan oleh public, peran perempuan didalam masyarakat yang kerap kita temui adalah perempuan tidak pernah berperan dominan terutama dalam bidang produksi ( ekonomi dan industrialisasi ). Tetapi sebaliknya, ada anggapan bahwa perempuan dianggap marjinal di dalam bidang produksi, karena mereka dominan di dalam “tonton” ( spectacle ). Marjinalisasi perempuan didalam bidang produksi dan dominasi mereka sebagai objek “tontonan” sering menjadi ideology utama media.

Di dalam media cetak terdapat lima kategori penggambaran perempuan ( Tamogala, 1998 : 335-344 ):

1. Kategori Pigura yang mendeskripsikan perempuan sebagai makhluk yang harus selalu memikat, yaitu dengan menonjolkan cirri biologis tertentu seperti buah dada, pinggul, maupun cirri keperempuanan yang dibentuk oleh budaya media, seperti rambut panjang, kulit mulus, betis ramping, dan sebagainya.

2. Kategori Pilar yang mendeskripsikan perempuan sebagai pilar utama rumah tangga yang berakibat pada pembagian wilayah kerja perempuan dan laki-laki berbeda.

3. Kategori Peraduan yang mendeskripsikan perempuan sebagai objek pemuas laki-laki, khususnya sebagai pemuas hasrat seksual.

4. Kategori Pinggan yang mendeskripsikan bahwa setinggi apapun pendidikan perempuan dan sebesar apapun penghasilannya adalah tetap berada didapur, yaitu mengurus rumah tangga.

5. Kategori Pergaulan yang mendeskripsikan perempuan sebagai makhluk yang dipenuhi kekhawatiran tidak memikat, tidak menawan, tidak presentable, tidak

acceptable, dan sebagainya.

Dalam Kontruksi social, menyebutkan bahwa kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil, sosialisasi tersebut mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideologi kaum perempuan, serta pembangunan fisik dan biologis mereka. ( Handayani, 2006 : 9 )

Dalam masyarakat patriakal, perempuan ditempatkan dalam posisi sub-ordinasi terhadap pria. Perempuan hanya sebagai objek pelengkap pria. Budaya tersebut sangat luas dianut dalam masyarakat Jawa sehingga mempengaruhi banyak sendi kehidupan. Perempuan akhirnya menjadi warga kelas dua yang terbatas dan hanya berkiprah di wilayah domestic serta dalam posisi yang sub-ordinatif laki-laki. ( Widyatama, 2006 : 9 )

Perempuan tidak dapat secara sederhana dianggap sebagai organisme seksual, sebagaimana secara biologis dikatakan bahwa perempuan memiliki

tingkat penguasaan dunia berbeda dengan laki-laki, dimana perempuan termanjinalkan oleh spesiesnya ( jenis laki-laki ). ( Mufidah, 2003 : 14 )

Menurut Herbert Rittlinger ( 1972 ) fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri, tidak heran bila manusia menjadi bahan sasaran favorit berbagai pihak dan profesi, baik fotografer, cameramen, pengiklan, pemasaran dan sebagainya. Daya tarik perempuan memang sangat khas, unik, dan spesifik yang tidak bisa ditemui pada manusia berjenis kelamin laki-laki. ( Widyatama, 2006 : 1 )

Secara alamiah, fisik perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui ( Widyatama, 2006 : 40 )

Eksploitasi perempuan dengan segala stereotip gender tradisional tersebut cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang kitsh ( dangkal ) dan rendah, yang akhirnya menghadirkan konsepsi pemaknaan perempuan tidak lebih sebagai sebuah benda ( bukan makhluk/insani ). Di sinilah tubuh dan semua atribusi “kewanitaan” perempuan dieksploitasi sebagai objek tanda ( sign objek ) dan bukanlah subjek ( Widyatama, 2006 : 6 )

Kaum Perempuan selalu menjadi sasaran intervensi tayangan TV dengan berbagai macam corak ragam acaranya. Kaum perempuan memperlakukan sajian televisi sebagai barang konsumsi indrawi semata ( Kebutuhan fisiologis dan psikologis ).

Dalam sejarah masyarakat industri, hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup penting. Polemik yang merujuk pada pergeseran makna peran perempuan dalam kehidupan social membawa keterlibatan media massa yang semakin luas dan erat. ( Baria, 2005 : 3 )

 

Dokumen terkait