• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosesi Adat Mappaccing Di Desa Bonto Mate’ne Kecamatan Mandai

BAB IV HASIL PENELITIAN

B. Prosesi Adat Mappaccing Di Desa Bonto Mate’ne Kecamatan Mandai

Mappaccing merupakan suatu acara adat sebagai salah satu rangkaian pelaksanaan pesta pernikahan yang mengungkapkan pengertian pensucian diri, Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berarti bersih,

Mappaccing artinya membersihkan diri48. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun pacci (pacar), karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut “Wenni Mappacci”. Melaksanakan upacara Mappaccing akad nikah berarti calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga dengan membersihkan segalanya termasuk, Mappaccing ati (bersih hati), Mappaccing nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing pangkaukeng (bersih tindak laku/perbuatan), Mappaccing ateka (bersih itikad) sekaligus sebagai wahana pewarisan nilai-nilai kesucian bagi sang pengantin. Masyarakat di desa Bonto Mate’ne sudah terbiasa dengan kata Mappacci sedangkan di tempat yang lain disebut dengan kata Mappaccing. Dalam Lontara Bugis disebut bahwa “naiya mappaccie iyanaritu riasene puasennge

tau” yang berarti adat yang telah dilaksanakan secara turun temurun oleh

kaum priyayi terdahulu49.

Keturunan bangsawan sebelum acara Mappaccing atau Tudampenni dilaksanakan, pada sore harinya keluarga kedua calon mempelai melakukan kegiatan yang disebut Malekke Pacci (pengambilan daun pacci/pacar), Calon pengantin mempelai tersebut adalah keturunan bangsawan, maka tempat

Malekke Pacci dilakukan di rumah raja atau pemuka adat50. Apabila calon

48 Muhammad Yusuf Dg. Emba, di Rumah, Tanggal 3 April 2018 49 Said Muhammad Puang Olah, di Rumah, Tanggal 2 April 2018 50 Abu Bakar Puang Ilang, di Mesjid, Tanggal 4 April

mempelai berasal dari keturunan bangsawan maka yang melakukan Malekke

Pacci (pengambilan daun pacci) adalah keluarga yang terdiri atas pria atau

wanita, tua, muda, dengan pakaian adat lengkap. Iring-iringannya adalah sebagai berikut :

a. Pembawa tombak. b. Pembawa tempat sirih.

c. Pembawa bosara yang berisi kue-kue bosara dengan minuman dan peralatannya untuk suguhan raja dan pejabat.

d. Pembawa tempat paccing yang dipayungi dengan Pallellu.

e. Pembawa alat bunyu-bunyian berupa gendang dan gong51.

Namun adanya perubahan situasi dan kondisi acara Malekke Pacci (pengambilan daun pacci) ini jarang dibarengi dengan upacara-upacara. Adapun pembacaan Barasanji atau berzikir, maka itu dilaksanakan pada malam hari, sebelum upacara Mappaccing.

Dahulu pembacaan zikir bersamaan dengan acara Mappaccing yaitu setelah doa selamat, penghulu syara’ berzikir dan saat tiba pada bacaan syalawat Nabi Muhammad saw. orang-orang pada berdiri dan mulailah pemberian pacci di telapak tangan pengantin yang duduk di atas lamming (tempat pengantin). Hadirin utamanya orang-orang yang berkedudukan pejabat atau tokoh adat setempat mendahului untuk memberi pacci pada

pengantin. Dahulu karena pada umumnya calon pengantin tidak saling

mengenal bahkan saling melihat pun tidak. Maka pada malam Mappaccing52,

pengantin laki-laki berpakaian lengkap diantar kerumah calon mempelai wanita untuk melihat dari jauh calon isterinya, sementara pengantin wanita dengan pakaian lengkap duduk di atas pelaminan.

Apabila calon mempelai tersebut berasal dari masyarakat biasa, maka yang akan melakukan Mallekke pacci cukup satu atau dua orang keluarga terdekatnya dengan pakaian adat lengkap. Langsung melakukannya di rumah kerabat calon mempelai atau langsung mengambil daun Pacci pada pohonnya53.

Secara sederhana, jalannya upacara Mappaccing melalui beberapa proses yaitu:

a. Calon pengantin sudah duduk di lamming, atau bisa pula di dalam kamar pengantin.

b. Kelompok pembaca Barasanji (pabarasanji) sudah siap di tempat yang disediakan.

c. Para tamu telah duduk di ruangan.

d. Setelah protokol membuka acara, pembacaan Barasanji sudah dapat dimulai.

52 Muhammad Yusuf Dg, Emba, di Rumah, Tanggal 3 April 2018

53 Nonci, Upacara Pernikahan Masyarakat Bugis, ( Makassar; Cv Aksara, 2006) h.32-33

e. Ketika dibacakan “Badrun alaina” maka acara Mappaccing dimulai dengan mengundang satu persatu tamu yang telah ditetapkan, setiap tamu yang diundang mengambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan dan dilettakkan di telapak tangan calon pengantin, sambil seorang ibu mendampingi calon pengantin, sementara itu Barasanji tetap dibacakan.

f. Setelah semua tamu yang telah ditetapkan telah melakukan acara Mappaccing maka seluruh hadirin bersama-sama mendoakan semoga calon pengantin direstui oleh yang Maha Kuasa agar kelak keduanya dapat menjadi suri tauladan karena martabat dan harga dirinya yang tinggi.

Setelah khataman Al-Qur’an dan Barasanji dilaksankan, barulah memasuki inti dari semua prosesi yaitu Mappaccing dengan cara meletakkan daun Pacci di telapak tangan calon mempelai. Mappaccing dilakukan pada malam yang dimaknai pesan untuk membersihkan raga dan mensucikan jiwa

sebelum memasuki bahtera rumah tangga.54 Dengan demikian, calon

mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas membina rumah tangga. Kedua mempelai telah membersihkan segalanya, bersih hati, bersih tingkah laku, atau perbuatan di masa yang lalu55. Jumlah orang meletakkan pacci ketangan calon mempelai adalah disesuaikan dengan

54 Asmar Umar Puang Gajang, di Rumah, Tanggal 1 April 2018 55 Muhammad Said Puang Ongla, di Mesjid, Tanggal 4 April 2018

stratifikasi sosial calon mempelai itu sendiri, keluarga ayah dan ibu harus seimbang, jangan sampai menimbulkan perasaan dengki, iri dan pilih kasih terhadap keluarga masing-masing.

Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun pacci pada calon mempelai biasanya adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta punya kehidupan rumah tangga yang bahagia dan kedua orang tua. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak di kemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang telah meletakkan daun

pacci itu di tangannya.

Cara memberi daun pacci (pacar) kepada calon mempelai adalah sebagai berikut:

a. Diambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan (telah dibentuk bulat supaya praktis)

b. Lalu diletakkan daun dan diletakkan ke tangan calon mempelai. Pertama ke telapak tangan kanan, kemudian telapak tangan kiri, lalu disertai dengan doa semoga calon mempelai kelak dapat hidup bahagia

c. Kemudian kepada orang yang telah memberikan pacci diserahkan rokok sebagai simbol penghormatan. Dahulu disuguhui sirih yang telah

dilipat-lipat lengkap dengan segala isinya, tetapi karena sekarang ini sudah jarang orang memakan sirih maka diganti dengan rokok.

d. Sekali kali indo’ botting menghamburkan wenno (butiran beras) kepada calon mempelai sebenyak tiga kali atau mereka yang meletakkan pacci disertai dengan doa agar calon mempelai dapat mekar berkembang serta murah rezeki di kemudian hari.

e. Calon mempelai yang telah dirias sebagaimana layaknya pengantin didudukkan di atas lamming (pelaminan) dan didampingi oleh seorang

indo’ botting (juru rias pengantin) menghadap bantal dengan segala

kelengkapannya. Kedua tangannya diletakkan di atas bantal, hal ini

dimaksudkan56, agar dapat menerima daun pacci yang akan diberikan

oleh orang-orang yang akan melakukan Mappaccing.

Setelah semua selesai meletakkan pacci ke telapak tangan calon mempelai maka tamu-tamu disuguhi dengan kue-kue tradisional yang diletakkan di dalam bosara. Perlu diingat, adat Mappaccing hanyalah adat.

Dalam Islam acara Mappaccing tidak ada namun adat ini boleh dilakukan57.

Acara Mappaccing masyarakat Bugis-Makassar terutama di Desa Bonto Mate’ne, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros diyakini mengandung simbolis kebersihan dan kesucian bagi calon mempelai baik laki-laki maupun perempuan. Artinya baik calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai

56 Abu Bakar Puang Ilang, di Rumah Tanggal 6 April 2018

perempuan dianggap masih bersih dan suci, oleh karena itu bagi calon mempelai yang berstatus janda atau duda, tidak ada lagi acara Mappaccing.

Dokumen terkait