• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROTEIN / ASAM AMINO

Dalam dokumen Nutrisi Parenteral Total (Halaman 36-43)

Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral protein. Pemberian protein untuk menjaga balance nitrogen positif, dimana protein berfungsi untuk regenerasi sel, enzim, dan berbagai reaksi biologis dalam tubuh. Untuk itu diperlukan 1 gram /BB/ hari. Yang paling diperlukan L-asam amino, oleh karena proses pembentukan protein lebih cepat. Perlu diingat larutan asam amino juga mengandung karbohidrat dan elektrolit. Pemberian asam amino/protein saja tanpa diberikan kebutuhan kalori, menyebabkan asam amino dirobah menjadi energi melalui jalur glukoneogenesis. Dengan demikian pada pemberian asam amino yang bertujuan menjaga balance nitrogen positif, perlu ada”perlindungan” kalori 25 kcal tiap 1 gram asam amino. Misalnya pada pemberian asam amino/protein 50 gram, dibutuhkan 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Jika asam amino bertujuan sebagai “nitrogen sparing effect” dimana menjaga agar protein viscera atau otot tidak diubah menjadi kalori, jadi balance nitrogen sama dengan nol, maka tidak perlu diberikan kalori.

Larutan asam amino pada umumnya bersifat hiperosmotik, oleh karena itu pada pemberian melalui vena perifer perlu dilakukan pengenceran misalnya dengan dekstrose, atau dipilih asam amino dengan konsentrasi rendah. Contoh yang ada dipasaran R/ Aminofusin L-600 dimana kandungan tiap 1000 cc sebagai berikut:

Asam amino = 50 gram

Karbohidrat = 100 gram Na+ = 40 mmol K+ = 30 mmol Osmolaritas = 1.100 mOsm

Kebutuhan Vitamin Intravena

Anjuran untuk asupan harian vitamin intravena.

Vitamin Anjuran FDA

* Thiamin (B1) 6 mg * Riboflavin (B20 3.6 mg * Pyridoxine (B3) 6 mg * Niacin 40 mg * Folic acid 0.64 mg * Pantothenic acid 0.64 mg * Biotin 60 ug * Ascorbic acid 200 mg

* Vit A 3300 IU (900 retinol equivalents) *Vit D 200 IU (5 mg cholecalciferol) * Vit E 10 IU (6.7 mg di-alpha tocopherol)

* Vit K 150 ug

Mineral Intravena

Kebutuhan elemen trace : chromium 10-15 ug, Cooper 0.3-0,5 mg, manganese 60-100 ug, zinc 1.5-5 mg. Tambahan silenium 20-60 ug/hari dianjurkan pada pasien yang mendapat NPS jangka lama. Elemen lain yang dapat ditambahkan sesuai kebutuhan individual adalah molybedum, iodine dan besi. Tambahan besi biasanya tidak diperlukan pada jangka pendek,

kecuali pasien anemia. Tambahan per oral adalah rute yang lebih baik, kecuali bila tidak mungkin, maka dapat diberikan besi dextran secara intravena 916). Tambahan besi pada campuran nutrien total tidak dianjurkan karena alasan kompatibilitas. Pasien dengan kehilangan cairan intestinal mungkin perlu suplemen zinc dan chromium.

Anjuran untuk pasien dengan kehilangan intestinal adalah 12 mg zinc/L cairan yang keluar dari usus kecil dan 17 mg/liter yang keluar dari feces atau ileosotomy. Kebutuhan chromium juga naik menjadi 20 ug/hari dengan kehilangan cairan gastro-intestinal pada dewasa.

Kebutuhan Elektrolit Parenteral

Elektrolit tesedia dalam bentuk garam : Na dan K sebagai klorida, asetat dan fosfat; kalsium sebagai klorida, glukonat dan gluseptat dan magnesium sebagai sulfat dan klorida. Kebutuhan elektrolit per-hari adalah sebagai berikut : Na dan K 1-2 meq/kg ditambah penggantian tiap kehilangan, Kalsium 10-15 meq, magnesium 8-20 meq dan fosfat 20-40 meq (Isworo, 2008; Ferrie, 2011; Waitzberg et al. 2004; Radrizzani D dan Bertolini G. 2006).

Hal yang harus diperhatikan selama pemberian

Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-bedah/trauma. Jika keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian paling cepat 24 jam pasca-trauma/bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika kadar gula darah < 200 mg/dl. pada penderita non diabetik, nutrisi parenteral dapat dimulai.

Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut:  24 jam pasca-bedah/trauma

 gagal napas  shock

 demam tinggi

 brain death (alasan cost-benefit)

Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena pemberian melalui vena tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena dalam lebih besar. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa karbohidrat diperlukan sebagai sumber kalori. Dalam pemenuhan kalori adalah suatu keharusan dan multak ada dekstrose, sehingga mengurangi proses glukoneogenesis. Sebagai sumber kalori lain adalah emulsi lemak. Jika akan diberikan emulsi lemak sebaiknya terbagi sama banyak dalam hal jumlah kalori. Misalnya dibutuhkan jumlah kalori 1200 maka perhitungannya sebagai berikut:

600 kcal = glukosa 150 gram 600 kcal = fat 70 gram

Kombinasi ini menghindari keadaan hiperosmolar dan hiperglikemia. Pemberian emulsi lemak harus hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu sekali. Lebih baik jika dilakukan pemeriksaan fungsi hepar secara teratur.

Jumlah cairan yang dapat diberikan

Bila cairan yang dapat diberikan terbatas, (misalnya pada gagal ginjal atau jantung), maka kebutuhan kalori harus dipenuhi dengan volume cairan serendah mungkin, misalnya dengan menggunakan Glukosa 40%, Triparen, atau Triofusin 1000. Untuk ini harus diberikan melalui vena sentral. Dipergunakan preparat lipid karena dengan volume kecil jumla kalori/liternya tinggi sehingga dapat menghemat volume.

Tahap Pemberian Cairan

Pada fase akut dimana faktor anti-insulin masih dominan, terapi dimulai dengan elektrolit dan cairan saja. Tahap berikutnya dapat dimulai terapi nutrisi parenteral (TNPE), yang pemberiannya dilakukan secara bertahap

Prosedur Pemberian TNPE

24-48 jam Terapi air dan elektrolit 24-96 jam TNPE melalui vena perifer

72-36 jam TNPE total melalui vena sentral

TNPE sendiri sebaiknya diberikan secara bertahap, pada hari ke-1 = 25% kebutuhan, hari ke-2 = 50%, hari ke-3 = 75%, dan hari ke 4 dst 100% dari kebutuhan.

Contoh Pemberian TNPE secara bertahap : Hari I :

Dimulai dengan larutan isotonis, beban glukosa minimal: Ringer Dextrose 5% 1000 ml + Dextrose 5% 1500 ml = 500 kcal. Hari ke II & III :

Glukosa lebih ditingkatkan dan ditambahkan Asam Amino:

AA 3.5% + KH 1000 ml + D-10 1500 ml = 900 kcal + 35 gr Asam Amino Hari ke IV :

Glukosa lebih ditingkatkan lagi

AA 3.5% + KH 1000 ml + D-20 1000 ml = 1100 kcal + 35 gr Asam Amino. Alternatif lain dari cara diatas jika tidak tersedia asam amino sbb: Hari ke I : Ringer D-5 1000 ml + D-5 1500 ml = 500 kcal Hari ke II & III : Ringer D-5 1000 ml + D-10 1500 ml = 800 kcal Hari ke IV : Ringer D-5 1000 ml + D-20 1000 ml = 1000 kcal

Cara ini murah dan cukup bermanfaat sampai 3 hari.Untuk TNPE yang lebih lama, dianjurkan melalui cara yang pertama tadi.

Contoh ini dapat dimodifikasi dengan mudah sesuai kebutuhan. Perlu diingat larutan yang mengandung dektrose harus diberikan terus-menerus. Dengan demikian dapat dipergunakan stop-cock sehingga cairan lain yang daat diberikan selang seling. Ketrampilan kita dalam pemberian nutrisi ini perlu disertai dengan

komposisi berbagai jenis cairan yang ada dipasaran termasuk osmolaritasnya (Leksana, 2007; Ferrie, 2011; Isworo, 2008; Fiona S and Gordon SD. 2005) NUTRISI PADA BERBAGAI KONDISI DAN PENYAKIT

Nutrisi Pada Keadaan Trauma

Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut karena hipermetabolisme yang persisten, yang mana akan menekan respon imun dan peningkatan terjadinya kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan dengan infeksi nosokomial. Pemberian substrat tambahan dari luar lebih awal akan dapat memenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhan metabolik yang dapat Fiona S and Gordon SD. 2005 mencegah atau memperlambat malnutrisi protein akut dan menjamin outcome pasien. Nutrisi enteral total (TENI Total Enteral Nutrition) lebih dipilih dari pada TPN karena alasan keamanan, murah, fisiologis dan tidak membuat hiperglisemia. Intoleransi TEN dapat terjadi, yaitu muntah, distensi atau cramping abdomen, diare, keluarnya makanan dari selang nasogastrik. Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali pasien mengalami malnutisi berat.

Nutrisi pada Pasien Sepsis

Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure (TEE) pada minggu pertama kurang lebih 25 kcal/kg/ hari, tetapi pada minggu kedua TEE akan meningkat secara signifikan. Kalorimetri indirek merupakan cara terbaik untuk menghitung kebutuhan kalori, proporsi serta kuantitas zat nutrisi yang digunakan. Pemberian glukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4 -5 mg/kg/menit dan memenuhi -50 - 60% dari kebutuhan kalori total atau 60 - 70% dari kalori non protein. Pemberian glukosa yang berlebihan dapat mengakibatkan hipertrigliseridemia, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi, peningkatan produksi CO2 yang dapat memperburuk insufisiensi pernafasan dan ketergantungan terhadap ventilator, steatosis hepatis, dan kolestasis. Pemberian lemak sebaiknya memenuhi 25 -30% dari kebutuhan total kalori dan

30 - 40% dari kalori non protein. Kelebihan lemak dapat mengakibatkan disfungsi neutrofil dan limfosit, menghalangi sistem fagositik mononuklear, merangsang hipoksemia yang dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi dan cedera membran alveolokapiler, merangsang steatosis hepatik, dan meningkatkan sintesis PGE2. Dalam keadaan katabolik, protein otot dan viseral dipergunakan sebagai energi di dalam otot dan untuk glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin). Kebutuhan protein melebihi kebutuhan protein normal yaitu 1,2 g/kg/protein/hari. Kuantitas protein sebaiknya memenuhi 15 -20% dari kebutuhan kalori total dengan rasio kalori non protein/ nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1.

Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut {Acute Renal Failure)

ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi. Meski demikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE (misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi insulin menyebabkan uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi total. Meski demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat terapi menggunakan CWH, CWHD, CWHDF, yang memiliki klirens urea mingguan yang lebih besar.

Nutrisi pada Pankreatitis Akut

Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi parenteral pada pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan 42

nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein. Oleh karena itu, pemberian energi hipokalorik sebesar 15-20 kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah dengan MOF. Pemberian protein sebesar 1,2 -1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri sudah teratasi dan enzim pan-kreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3- 6 hari.

Nutrisi pada Penyakit Hati

Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak lebih dari 1 g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan hati-hati menuju ke arah pemberian normal. Ensefalopati hepatik menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs) mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral, yang dapat menghambat neuro-transmiter. Pada pasien dengan intoleransi protein, pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat meningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati fulminan dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat ditoleransi dengan baik (Ferrie, 2011; Ramli, 2006; Leksana, 2007).

KONSEP YANG PERLU DISAMAKAN PADA PARENTERAL NUTRISI

Dalam dokumen Nutrisi Parenteral Total (Halaman 36-43)

Dokumen terkait