• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proyeksi Jangka Menengah

BAGIAN II RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2016 DAN APBN JANGKA

BAB 2 PERUBAHAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN

2.2 Proyeksi Jangka Menengah

Perkembangan ekonomi global dan domestik turut memengaruhi pergerakan dan prospek ekonomi nasional ke depan. Dalam kaitan ini, asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam APBN tahun 2016 mengalami penyesuaian agar lebih sesuai dengan kondisi terkini dan juga arah kebijakan pembangunan pemerintah baru.

1.000 1.050 1.100 1.150 1.200 1.250 1.300 1.350 Jan 2014

Apr Jul Okt Jan

2015

Apr Jul Okt Jan

2016f

Apr Jul Okt

GRAFIK II.2.7

LIFTINGGAS BUMI ( MBOEPD)

Rata-Rata 2014: 1.224

Rata-Rata 2015: 1.195

Proyeksi Rata-Rata 2016: 1.115

Sumber: Kementerian ESDM 600 650 700 750 800 850 900 950 1.000

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov

2014 2015 2016f

GRAFIK II.2.6 LIFTINGMINYAK BUMI

( MBOPD)

Rata-Rata 2014: 794 Rata-Rata 2015: 778

Proyeksi Rata-Rata 2016: 810

Pertumbuhan ekonomi selama periode 2017 hingga 2019 diperkirakan bergerak pada kisaran 5,3 persen hingga 7,4 persen. Kondisi perekonomian global dan domestik yang lebih dinamis berpotensi menimbulkan ketidakstabilan pada perekonomian nasional. Dari sisi eksternal, perekonomian dunia dan perdagangan global yang belum kondusif memberi tekanan pada neraca perdagangan Indonesia, tetapi dalam jangka menengah diharapkan akan kembali meningkat. Sementara itu, dari sisi domestik, berbagai pelaksanaan program pembangunan infrastruktur yang antara lain terfokus pada perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian, pelabuhan dan prasarana transportasi, dan infrastruktur ekonomi lainnya diharapkan akan mendorong peningkatan kegiatan investasi dalam negeri. Pada saat yang sama, semakin terjaga dan

menurunnya laju inflasi juga turut memberikan dampak positif bagi peningkatan permintaan

agregat.

Tingkat inflasi terus dijaga pada tingkat yang rendah dengan kecenderungan menurun. Sesuai

dengan inflation targeting framework, tingkat inflasi pada tahun 2017 ditetapkan pada kisaran 4,0 ± 1 persen dan menurun menjadi 3,5 ± 1 persen pada periode 2018-2019. Pencapaian sasaran inflasi tersebut didukung oleh program-program pembangunan untuk perbaikan infrastruktur dan kapasitas produksi nasional, serta program kemandirian pangan. Di samping itu, tren inflasi global yang juga menurun akan mengurangi tekanan gejolak inflasi di dalam negeri.

Perkembangan nilai tukar rata rata selama periode 2017-2019 diperkirakan bergerak pada kisaran Rp13.650 hingga Rp14.300 per US$. Pergerakan tersebut dipengaruhi baik oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Kebijakan moneter Amerika Serikat yang secara bertahap akan menjalankan pengetatan diperkirakan dapat memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah. Dari sisi domestik, peningkatan aktivitas investasi dan produksi juga mendorong peningkatan kebutuhan barang modal dan bahan baku impor. Namun di sisi lain, stabilitas perekonomian nasional dan perbaikan fundamental perekonomian nasional diharapkan dapat mengurangi tekanan pada tukar rupiah terhadap dolar AS.

Suku bunga SPN 3 bulan dalam periode 2017-2019 diperkirakan bergerak pada kisaran

5,0 sampai dengan 6,0 persen. Penurunan tekanan inflasi dan perbaikan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, serta posisi fiskal yang semakin sehat berpengaruh secara positif

terhadap minat investor. Di sisi lain, faktor eksternal seperti ekspektasi peningkatan suku bunga The Fed yang dapat memengaruhi capital outflow menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tingkat yield obligasi pemerintah, termasuk suku bunga SPN 3 bulan.

Pada periode 2017-2019, harga ICP diperkirakan bergerak pada kisaran US$35 hingga US$55 per barel. Perkembangan harga ICP masih tetap dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum. Dalam kurun 2014-2015, harga minyak dunia mengalami penurunan yang tajam antara lain dipengaruhi melemahnya permintaan global, peningkatan pasokan minyak dan penggunaan sumber energi alternatif.

Di sisi lain, perkembangan lifting minyak mentah dan gas bumi diperkirakan cenderung

menurun. Kecenderungan penurunan tersebut disebabkan oleh usia sumur-sumur migas yang semakin tua, serta belum adanya kepastian beroperasinya sumur-sumur baru. Secara umum,

760 ribu bph dengan kecenderungan menurun di tiap tahun. Di sisi lain, lifting gas bumi diperkirakan bergerak pada kisaran 1.050 hingga 1.200 ribu bsmph dengan kecenderungan meningkat. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah akan terus mengurangi ketergantungan sumber penerimaan dari sumber daya alam dan terus mengupayakan penerimaan negara dari sumber-sumber yang lebih berkesinambungan. Tabel berikut merangkum angka asumsi dasar ekonomi makro jangka menengah 2017-2019.

Indikator Ekonomi 2017 2018 2019

a. Pertumbuhan ekonomi (%yoy) 5,3-5,9 5,5-6,6 6,1-7,4

b. Inflasi (%, yoy) 3,0-5,0 2,5-4,5 2,5-4,5

c. Tingkat bunga SPN 3 bulan (%) 5,0-6,0 5,0-6,0 5,0-6,0

d. Nilai tukar (Rp/US$) 13.650-13.900 13.800-14.200 13.800-14.300 e. Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) 35-45 35-50 35-55 f. Lifting minyak (ribu barel per hari) 740-760 630-680 540-610 g. Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari) 1.050-1.150 1.100-1.200 1.100-1.200 Sumber: Kemenkeu

TABEL II.2.4

BAB 3

PERUBAHAN KEBIJAKAN DAN TARGET

PENDAPATAN NEGARA DAN PROYEKSI

PENDAPATAN NEGARA JANGKA MENENGAH

Pertumbuhan perekonomian dunia tahun 2016 yang masih belum optimal dan melemahnya harga komoditas dunia terutama minyak bumi berdampak negatif pada kinerja perekonomian nasional. Selain itu, kebijakan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dan melambatnya perekonomian Tiongkok juga ikut memicu rendahnya investasi dan kinerja ekspor di Indonesia. Kondisi global yang relatif masih belum stabil tersebut menjadi pertimbangan bagi Pemerintah dalam melakukan koreksi atas target beberapa komponen pendapatan negara dalam APBN tahun 2016. Namun demikian, kondisi perekonomian pada tahun 2016 diperkirakan akan mulai mengalami perbaikan jika dibandingkan dengan tahun 2015.

Pada tahun 2015, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,8 persen atau lebih rendah dari target dalam APBNP tahun 2015 dan tingkat inflasi sebesar 3,35 persen. Sementara itu realisasi harga minyak mentah dan lifting minyak masing-masing sebesar US$49,2 per barel dan 777,6 ribu barel per hari atau jauh lebih rendah daripada asumsi yang telah ditetapkan dalam APBNP tahun 2015. Dengan kondisi makroekonomi tersebut realisasi pendapatan negara pada tahun 2015 hanya mencapai 85,5 persen dari target APBNP tahun 2015. Dari pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp1.240.418,5 miliar, atau 83,3 persen dari target dalam APBNP tahun 2015. Sementara itu, realisasi penerimaan PNBP mencapai sebesar Rp253.696,8 miliar atau 94,3 persen dari target APBNP tahun 2015. Lebih rendahnya realisasi pendapatan perpajakan karena melambatnya ekonomi terutama untuk sektor industri pengolahan dan pertambangan akibat dari turunnya permintaan. Selain itu kebijakan hilirisasi pertambangan juga menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan dari bea keluar. Kinerja impor yang turun juga menyebabkan lebih rendahnya pencapaian target bea masuk. Sementara itu lebih rendahnya realisasi PNBP dari target terutama disebabkan oleh adanya penurunan harga minyak bumi dan komoditi mineral batubara di pasar internasional. Melihat kinerja pendapatan negara sepanjang tahun 2015 yang cenderung mengalami penurunan, maka terdapat potensi yang mempengaruhi kinerja pendapatan negara di tahun 2016.

Pada tahun 2016, perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,3 persen dan inflasi sebesar 4,0 persen. Asumsi nilai tukar pada RAPBNP tahun 2016 diperkirakan akan menguat menjadi sebesar Rp13.500 per US$. Selain itu, nilai ICP diproyeksikan akan terus mengalami penurunan sehingga Pemerintah mengubah asumsi nilai ICP dari US$50 per barel menjadi US$35 per barel. Dengan perubahan perkiraan besaran indikator makroekonomi tersebut, pendapatan negara diperkirakan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun demikian, dengan berbagai strategi kebijakan pendapatan negara maka dalam tahun 2016 diperkirakan pendapatan negara dapat mencapai sebesar Rp1.734.500,9 miliar atau sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan target dalam APBN tahun 2016.

Mengingat kondisi perekonomian nasional dan global belum pulih sepenuhnya dan berdasarkan realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2015 maka diperkirakan baseline penerimaan perpajakan secara umum akan mengalami penurunan dari targetnya dalam APBN tahun 2016. Oleh karena itu, Pemerintah dinilai perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap target

penerimaan perpajakan tahun 2016. Selain itu, mengingat tren perkembangan harga komoditas dunia yang cenderung menurun maka Pemerintah juga perlu melakukan penyesuaian target penerimaan negara bukan pajak. Selain itu, perlu juga dilakukan langkah-langkah pengamanan anggaran dalam rangka mengamankan fiskal sehingga defisit dapat tetap terjaga.

Meskipun proyeksi baseline pendapatan negara cenderung mengalami penurunan dari targetnya dalam APBN tahun 2016, Pemerintah tetap berusaha melakukan pengamanan target pendapatan negara agar kebutuhan pendanaan belanja negara dapat terpenuhi. Untuk mengamankan penerimaan perpajakan maka Pemerintah merancang kebijakan tax amnesty/voluntary disclosure dan melakukan upaya extra effort. Selain itu, Pemerintah juga akan melakukan optimalisasi PNBP terutama dari sektor non SDA untuk menjaga target PNBP dalam RAPBNP tahun 2016 dapat tercapai walaupun PNBP di bidang SDA diperkirakan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Dokumen terkait