• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proyeksi produksi hasil tangkapan (lemuru, layang, dan tongkol) Proyeksi dilakukan pada volume produksi tiga jenis ikan dominan dengan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Sepuluh Tahun ke Depan

5.3.1 Proyeksi produksi hasil tangkapan (lemuru, layang, dan tongkol) Proyeksi dilakukan pada volume produksi tiga jenis ikan dominan dengan

menggunakan 120 titik data, yaitu data volume produksi per bulan selama 10 tahun (1999-2008) yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Selanjutnya ditentukan produksi rata-rata bergerak 3 bulanan (Mt). Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dugaan dari trend (Tt) dan siklik (Ct). Tabel 17 berikut menunjukkan hasil proyeksi tiga jenis ikan dominan di PPP Muncar, yaitu lemuru, layang, dan tongkol.

Tabel 17 Proyeksi jumlah hasil tangkapan 3 jenis dominan tahun 2011-2020

Tahun Proyeksi volume hasil tangkapan (ton)

Lemuru Layang Tongkol

2011 32.245.035 3.327.899 2.046.186 2012 34.391.346 3.475.035 1.852.777 2013 36.537.658 3.622.170 1.659.368 2014 38.683.969 3.769.306 1.465.960 2015 40.830.280 3.916.441 1.272.551 2016 42.976.591 4.063.576 1.079.142 2017 45.122.903 4.210.712 885.733 2018 47.269.214 4.357.847 692.324 2019 49.415.525 4.504.983 498.915 2020 51.561.837 4.652.118 305.506

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa ikan lemuru dan layang cenderung mengalami peningkatan di setiap tahunnya, sedangkan ikan tongkol cenderung mengalami penurunan produksi. Peningkatan jumlah lemuru dan layang, serta penurunan produksi tongkol pada hasil proyeksi dipengaruhi trend dari data aktual tahun 1999-2008. Sumberdaya ikan pada proyeksi hasil tangkapan yang

didaratkan di PPP Muncar tersebut diasumsikan tetap. Keadaan yang terjadi di masa lalu dianggap sama dengan kondisi di masa mendatang.

1) Lemuru

Ikan lemuru merupakan jenis ikan pelagis yang sangat dominan di perairan Selat Bali dengan rata-rata produksi di PPP Muncar mencapai 21.246,8 ton per tahun. Alat tangkap yang paling produktif di PPP Muncar dalam menangkap lemuru adalah purse seine sedangkan alat tangkap lainnya yang menangkap lemuru adalah payang, gillnet, dan bagan. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit alat tangkap per bulan dengan komposisi jenis ikan lemuru rata-rata mencapai 83,1%, payang mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 50,7%, gillnet mampu menghasilkan 0,5 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 41,6%, serta bagan yang mampu menghasilkan 0,2 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 76,4%.

Ikan lemuru yang diperdagangkan di PPP Muncar terdiri dari dua jenis antara lain lemuru segar, yaitu lemuru yang baru didaratkan dengan mutu baik dan bentuk ikan masih utuh, serta lemuru tepung, yaitu lemuru yang telah didaratkan lebih dari satu hari dengan mutu rendah atau belum lama didaratkan tetapi fisiknya telah rusak dan biasanya digunakan untuk bahan baku industri penepungan ikan. Pada tahun 2008, harga lemuru segar berkisar antara Rp1.900,00/kg-Rp5.000,00/kg sedangkan harga lemuru tepung berkisar antara Rp1.500,00/kg-Rp2.100,00/kg. Ikan lemuru di PPP Muncar didistribusikan ke industri pengalengan ikan, pemindangan, pengasinan, dan penepungan yang selanjutnya dipasarkan di sekitar Muncar, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, dan Malang dan ke wilayah Jawa Tengah seperti Pekalongan.

Trend yang diperoleh untuk produksi per bulan ikan lemuru adalah semakin meningkat selama tahun 1999-2008 dengan persamaan y = 9860,7032x + 281358,5472 dan R2 = 0,3402. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Fluktuasi musiman secara khas ditemukan dalam data triwulan, bulanan, atau mingguan. Variasi musiman menunjuk pada sebuah pola perubahan yang kurang lebih stabil yang tampak dan berulang dari tahun ke tahun. Pola musiman

Gambar 20 Perkembangan produksi per bulan ikan lemuru di PPP Muncar tahun 1999-2008. y = 9.860,7032x + 281.358,5472 R² = 0,3402 0 500 1000 1500 2000 2500 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 V o lu m e p ro d u k si (to n ) Bulan

Volume produksi (ton) Linear (Volume produksi (ton))

7

terjadi karena pengaruh cuaca, atau karena peristiwa yang berhubungan dengan penanggalan seperti hari libur nasional (Hanke, 2005). Indeks musim diperlukan untuk mengetahui saat-saat dimana banyak hasil tangkapan yang didaratkan agar ketersediaannya dapat menunjang produksi industri pengolahan ikan. Dari hasil penghitungan, besarnya indeks musim ikan lemuru berkisar antara 80,64 pada bulan Juni hingga 131,66 pada bulan Mei. Nilai indeks musiman >100 terjadi pada bulan Mei, Agustus, November, dan Desember, yang berarti pada bulan- bulan tersebut sedang terjadi musim puncak pendaratan.

Berdasarkan proyeksi sebagaimana disajikan pada Gambar 20 dan Tabel 18 yang menunjukkan bahwa produksi lemuru di PPP Muncar pada tahun 2011-2020 akan mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase pertumbuhan sebesar 5,36%. Kemampuan produksi mencapai 32.245 ton pada tahun 2011 dan kemudian meningkat hingga mencapai 51.562 ton pada tahun 2020. Peningkatan volume produksi tersebut tentunya akan meningkatkan aktivitas di pelabuhan dan berdampak positif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan lemuru, seperti industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, dan penepungan. Peningkatan aktivitas tersebut sebaiknya diimbangi dengan daya dukung PPP Muncar dengan cara memperbaiki dan mengoptimalkan penggunaan fasilitas yang telah ada atau menambah kapasitas fasilitas, serta dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pengguna pelabuhan khususnya nelayan.

Tabel 18 Proyeksi produksi ikan lemuru tahun 2011-2020

Waktu Volume produksi (ton)*

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Januari 1.599 1.709 1.820 1.930 2.041 2.152 2.262 2.373 2.483 2.594 Februari 1.532 1.637 1.743 1.848 1.953 2.059 2.164 2.269 2.375 2.480 Maret 1.613 1.724 1.834 1.944 2.054 2.165 2.275 2.385 2.496 2.606 April 2.093 2.235 2.378 2.520 2.662 2.805 2.947 3.089 3.231 3.374 Mei 3.140 3.353 3.565 3.777 3.989 4.202 4.414 4.626 4.838 5.051 Juni 1.436 1.533 1.629 1.726 1.822 1.919 2.015 2.112 2.208 2.305 Juli 1.042 1.111 1.181 1.250 1.320 1.390 1.459 1.529 1.599 1.668 Agustus 2.552 2.722 2.891 3.061 3.231 3.400 3.570 3.740 3.909 4.079 September 3.103 3.308 3.513 3.718 3.923 4.128 4.333 4.538 4.744 4.949 Oktober 4.515 4.811 5.108 5.405 5.702 5.998 6.295 6.592 6.889 7.186 November 6.493 6.917 7.342 7.766 8.191 8.615 9.040 9.464 9.889 10.313 Desember 3.128 3.331 3.534 3.738 3.941 4.144 4.348 4.551 4.755 4.958 Jumlah 32.245 34.391 36.538 38.684 40.830 42.977 45.123 47.269 49.416 51.562 *Angka pembulatan

Pada tahun 2011, hasil penghitungan jumlah produksi lemuru yang berjumlah 2.687 ton per bulan tersebut dapat mencukupi kebutuhan industri pengalengan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan bahan baku sekitar 275 ton per bulan (Tabel 14). Pada saat produksi lemuru diperkirakan rendah seperti pada bulan Juli, maka kebutuhan bahan baku industri- industri tersebut yang tidak dapat dipenuhi oleh PPP Muncar dapat dipasok dari perusahaan cold storage yang banyak terdapat di sekitar pelabuhan, atau mendatangkan lemuru dari tempat pendaratan ikan di wilayah Bali.

Peningkatan produksi ikan lemuru sangat dipengaruhi oleh jumlah unit penangkapan purse seine yang merupakan alat tangkap paling produktif dalam menangkap lemuru. Namun untuk meningkatkan volume produksi lemuru di PPP Muncar tidak mungkin ditempuh dengan cara penambahan jumlah alat tangkap tersebut karena jumlah penggunaan alat tangkap tersebut telah dibatasi oleh Pemda I Jawa Timur dan Bali, yaitu maksimum 190 unit. Pada tahun 2008, jumlah alat tangkap purse seine di PPP Muncar adalah 185 unit yang berarti hanya bisa dilakukan penambahan sebanyak 5 unit. Langkah lain yang dapat ditempuh adalah dengan peningkatan jumlah alat tangkap selain purse seine, yaitu payang, gillnet, dan bagan. Namun demikian jumlah alat tangkap tersebut perlu upaya pembatasan seperti pada alat tangkap purse seine agar tidak terjadi over fishing.

Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi (2008), Selat Bali memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil ikan yang dominan, yaitu lemuru (Sardinella lemuru) sebesar 46.400 ton per tahun. Sehubungan dengan peningkatan produksi lemuru tersebut, pihak PPP Muncar perlu memperhatikan potensi penangkapan maksimum lestari di Selat Bali dan perlu mengkaji kembali MSY terkini Selat Bali agar tidak terjadi over fishing seperti hasil proyeksi pada tahun 2018-2020. Pada tahun tersebut perlu dilakukan upaya pembatasan penangkapan melalui pengurangan jumlah trip dan/atau jumlah armada yang melaut.

Mutu ikan lemuru yang didaratkan beraneka ragam, mulai dari mutu baik sampai yang sudah rusak, baik mutu maupun fisiknya. Penanganan mutu ikan hanya dilakukan dengan menambahkan es pada ikan agar ikan tetap segar, namun

tidak dilakukan penanganan dalam menjaga keutuhan fisik ikan. Hal tersebut dikarenakan sangat banyaknya lemuru yang didaratkan sehingga perlu dilakukan pendistribusian dengan cepat agar kesegaran ikan tetap terjaga. Selain itu industri di sekitar Muncar sangat banyak membutuhkan bahan baku dengan mutu berbeda- beda. Semua jenis mutu ikan dapat diserap di industri sekitar seperti disajikan pada Tabel 19. Oleh karena tingginya daya serap industri sekitar, perlakuan terhadap lemuru kurang diperhatikan. Hal tersebut perlu diperbaiki agar ikan lemuru yang dijual menjadi lebih layak baik dalam bentuk segar maupun olahan.

Tabel 19 Tingkat mutu ikan lemuru sebagai bahan baku indutrsi pengolahan ikan

No Jenis industri Mutu ikan

1 Pengalengan terbaik

2 Pemindangan baik

3 Pengasinan cukup baik

4 Penepungan rendah sampai baik

Sumber: Dinas Perikanan Dati I Propinsi Jawa Timur, 2000

Menurut Sukarsa (2007), kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar, dan tidak segar. Hasil tangkapan dapat dikatakan:

segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 7-9, agak segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 5-6, tidak segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 1-4.

Ikan dengan mutu terbaik disalurkan ke industri pengalengan sesuai dengan jumlah permintaan industri tersebut. Pada saat produksi ikan di PPP Muncar sangat banyak, ikan yang tidak terserap oleh industri pengalengan disalurkan ke industri yang membutuhkan ikan dengan mutu setingkat di bawah industri pengalengan. Begitu pula dengan industri pengasinan dan penepungan. Ikan yang sudah tak tertampung di industri pemindangan akan disalurkan ke industri pengasinan atau penepungan walaupun mutunya masih baik.

Menurut Moeljanto (1982) lemuru dapat dijadikan bahan baku pada industri pengalengan ikan, sedangkan Adawyah (2008) mengungkapkan bahwa ikan lemuru dapat digunakan sebagai bahan baku ikan pindang. Selain itu lemuru dapat dijadikan sebagai bahan baku olahan abon ikan dan dendeng ikan.

2) Layang

Ikan layang merupakan jenis ikan pelagis. Ikan layang di PPP Muncar ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine dan payang. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit per bulan dengan komposisi jenis ikan layang 9,5%, sedangkan payang mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi layang 11,9%. Produksi ikan layang di PPP Muncar rata-rata mencapai 2.239,3 ton per tahun. Pada tahun 2008, harga ikan layang di PPP Muncar berkisar antara Rp4.000,00/kg-Rp6.500,00/kg dan didistribusikan ke industri pemindangan, pengasinan, pembekuan, dan penepungan, kemudian dipasarkan di sekitar Muncar, Jember, Malang, Surabaya, Tulungagung, Bondowoso, Semarang, Jakarta, Bandung, Bali, dan Yogyakarta. Perkembangan volume produksi per bulan ikan layang selama tahun 1999-2008 disajikan pada Gambar 22.

Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa trend yang diperoleh selama tahun 1999-2008 untuk ikan layang adalah cenderung meningkat dengan persamaan y = 858,7805x + 104081,7074 dan R2 = 0,1101. Langkah-langkah penghitungan proyeksi selengkapnya disajikan pada Lampiran 5-7. Hasil proyeksi produksi layang tahun 2011-2020 disajikan pada Tabel 20.

Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Indeks musim berkisar antara 68,33 pada bulan Juli hingga 134,30 pada bulan Agustus. Musim puncak pendaratan terjadi pada bulan Januari, Maret, Mei, Agustus, dan Oktober sampai November.

Gambar 21 Perkembangan produksi per bulan ikan layang di PPP Muncar tahun 1999-2008. y = 858,7805x + 104.081,7074 R² = 0,1101 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 V o lu m e p ro d u k si (to n ) Bulan

Volume produksi (ton) Linear (Volume produksi (ton))

8

Tabel 20 Proyeksi produksi ikan layang tahun 2011-2020

Waktu Volume produksi (ton)*

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Januari 187 196 204 213 221 230 238 247 255 264 Februari 218 228 237 247 257 267 276 286 296 306 Maret 403 421 439 457 475 493 511 529 547 565 April 380 397 414 431 447 464 481 498 515 532 Mei 424 442 461 480 499 518 537 555 574 593 Juni 279 291 303 316 328 340 353 365 377 390 Juli 167 175 182 189 197 204 212 219 226 234 Agustus 329 344 358 373 387 401 416 430 445 459 September 221 230 240 250 259 269 279 288 298 308 Oktober 258 270 281 292 303 315 326 337 348 360 November 240 250 260 271 281 292 302 312 323 333 Desember 223 232 242 251 261 271 280 290 300 309 Jumlah 3.328 3.475 3.622 3.769 3.916 4.064 4.211 4.358 4.505 4.652 *Angka pembulatan

Rata-rata persentase pertumbuhan ikan layang pada tahun 2011-2020 adalah 3,79%. Pada tahun 2011, kemampuan produksi adalah 3.328 ton, kemudian pada tahun 2020 meningkat sebesar 4.652 ton. Peningkatan volume produksi tersebut tentunya akan memberikan dampak positif bagi produktivitas industri pengolahan ikan di wilayah Muncar yang menggunakan ikan layang sebagai bahan baku utama, seperti industri pemindangan, pengasinan, pembekuan, dan penepungan. Bagi pihak industri tersebut, peningkatan produksi ikan layang di PPP Muncar dapat berarti perluasan atau peningkatan usaha karena adanya penambahan bahan baku. Hal tersebut dapat ditempuh dengan cara penambahan jumlah produksi dan perluasan daerah pemasaran produk olahan ikan.

Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi layang yang berjumlah rata-rata 277,3 ton per bulan tersebut dapat mencukupi kebutuhan industri pemindangan ikan dan pengasinan di wilayah Muncar yang memiliki rata- rata kebutuhan bahan baku masing-masing sekitar 175,1 ton per bulan dan 52,7 ton per bulan (Tabel 14). Menurut Adawyah (2008), industri pengolahan ikan yang dapat menggunakan ikan layang sebagai bahan baku adalah industri pemindangan. Selain itu, ikan layang juga dapat digunakan sebagai bahan baku kecap ikan layang (Cucu, 2010). Chairita (2008) mengemukakan bahwa ikan layang adalah ikan yang potensial untuk diolah menjadi surimi, yaitu bahan baku untuk produk-produk fish jelly, seperti bakso ikan.

3) Tongkol

Ikan tongkol merupakan jenis ikan pelagis. Ikan tongkol di PPP Muncar ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit per bulan dengan komposisi jenis ikan tongkol sebesar 7,4%, payang mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi tongkol sebesar 23,6%, dan gillnet mampu menghasilkan 0,5 ton per unit per bulan dengan komposisi tongkol sebesar 24,2%.

Selama tahun 1999-2008, produksi rata-rata ikan tongkol di PPP Muncar mencapai 1.927,4 ton per tahun. Alat tangkap di PPP Muncar yang dominan menangkap tongkol adalah alat tangkap purse seine. Ikan tongkol di PPP Muncar memiliki harga yang berkisar antara Rp3.000,00-Rp6.000,00/kg. Ikan tongkol di PPP Muncar didistribusikan untuk kebutuhan bahan baku industri pemindangan dan pembekuan ikan, selanjutnya dipasarkan ke daerah sekitar Muncar, Jember, Malang, Surabaya, Tulungaggung, Bondowoso, Jakarta, Bali, dan Yogyakarta. Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol selama 10 tahun disajikan pada Gambar 22.

Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa trend yang dihasilkan selama tahun 1999-2008 untuk ikan tongkol adalah menurun dengan persamaan y = -625,9915x + 172651,0008 dan R2 = 0,2184. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Indeks musim yang digunakan berkisar antara 83,20 pada bulan April hingga 127,31 pada bulan Maret. Musim puncak pendaratan terjadi pada bulan Maret, Mei, Juli, Oktober, dan November. Hasil proyeksi produksi tongkol disajikan pada Tabel 21.

Gambar 22 Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol di PPP Muncar tahun 1999-2008. y = -625,9915x + 172.651,0008 R² = 0,2184 0 50 100 150 200 250 300 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 V o lu m e p ro d u k si (to n ) Bulan

Volume Produksi (ton) Linear (Volume Produksi (ton))

8

Tabel 21 Proyeksi produksi ikan tongkol tahun 2011-2020

Waktu Volume produksi (ton)*

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Januari 84 76 69 61 53 46 38 30 22 15 Februari 431 391 352 312 272 232 192 152 112 72 Maret 577 524 470 416 362 308 255 201 147 93 April 356 323 289 256 222 189 156 122 89 55 Mei 52 47 42 37 32 27 22 17 13 8 Juni 33 30 27 23 20 17 14 11 8 5 Juli 36 32 29 25 22 19 15 12 8 5 Agustus 49 44 39 34 30 25 20 16 11 6 September 64 58 52 46 39 33 27 20 14 8 Oktober 132 119 106 93 80 67 54 41 28 15 November 139 126 112 98 84 70 56 42 29 15 Desember 92 83 74 65 55 46 37 28 18 9 Jumlah 2.046 1.853 1.659 1.466 1.273 1.079 886 692 499 306 *Angka pembulatan

Berdasarkan proyeksi seperti yang telah disajikan pada Gambar 23 dan Tabel 21, dapat dilihat bahwa produksi tongkol di PPP Muncar akan mengalami penurunan produksi sebesar 18,49% pada tahun 2011-2020. Pada tahun 2011, kemampuan produksi mencapai 2.046 ton dan kemudian menurun hingga 306 ton pada tahun 2020. Penurunan volume produksi tersebut tentunya akan berpengaruh pada aktivitas dan nilai produksi di pelabuhan karena ikan tongkol merupakan jenis ikan ekonomis penting. Selain itu, penurunan produksi akan berdampak negatif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan tongkol, seperti industri pemindangan.

Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi tongkol yang berjumlah rata-rata 170,5 ton per bulan tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan industri pemindangan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan bahan baku sekitar 175,1 ton per bulan (Tabel 14). Sebagai pencegahan penurunan produktivitas industri, industri tersebut dapat mendatangkan ikan tongkol dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan alternatif jenis ikan lainnya sebagai pengganti ikan tongkol agar industri tersebut tidak mengalami penurunan produktivitas saat produksi ikan tongkol di PPP Muncar menurun. Industri yang dapat dikembangkan dengan menggunakan ikan tongkol antara lain pengasinan dan pemindangan (Adawyah, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa

ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengasinan antara lain ikan teri, kembung, kakap, dan tenggiri, sedangkan untuk pemindangan adalah ikan selar, layang, dan cakalang.