• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL JERITAN LIRIH DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUN FREUD

2. Unsur Ekstrinsik Novel

2.4 Psikoanalisa Sigmun Freud

2.5.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

Sigmun Freud berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan produk interaksi dari ketiga sistem yaitu Id, Ego, dan Super Ego, yang artinya bahwa setiap tingkah laku itu ada unsur nafsu (dorongan), unsur keadaan nyata dan unsur pengendalian yang terlepas dari benar atau salah, baik atau buruk (Fadyartanta, 2006:102). Ketiga sistem pembentuk

kepribadian tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme,

mekanisme yang berbeda, namun saling bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

Sigmun Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yaitu struktur kepribadian, dinamika kepribadian seperti naluri (insting) dan kecemasan, serta perkembangan kepribadian. Dalam hal ini penulis hanya membahas tentang sistem

kepribadian dan dinamika kepribadian. Struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ucher Ich). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan hasil interaksi substansi dalam kepribadian manusia yaitu Id, Ego dan Super Ego

yang ketiganya selalu bekerja dan jarang salah satu di antaranya terlepas atau bekerja sendiri. Dalam dinamika kepribadian Freud membahas naluri (insting) dan kecemasan sebagai komponen penting bagi manusia untuk beraktifitas.

Sistem Kepribadian Id

Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yang menjadi pedoman Id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk mengejar kenikmatan itu Id mempunyai dua cara, yaitu : tindakan refleks dan proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan (Sumadi Suryabrata,

1993:145146). Ego

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena Ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhankebutuhan yang dapat dipenuhi serta caracara memenuhinya. Dalam berfungsinya sering kali Ego harus mempersatukan pertentanganpertentangan antara Id dan Super Ego. Peran Ego ialah menjadi perantara antara kebutuhankebutuhan instingtif dan keadaan lingkungan (Sumadi Suryabrata, 1993:146147).

Super Ego

Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya

lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok Super Ego adalah merintangi dorongan Id terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong Ego untuk lebih mengejar halhal yang moralistis daripada realistis dan mengejar kesempurnaan. Jadi Super Ego cenderung untuk menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Sumadi Suryabrata, 1993:148149).

Dinamika Kepribadian

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:18-20) manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologik juga membutuhkan energi yang disebut energi psikik, yaitu energi yang ditransform dari energi fisik melalui Id beserta insting-instingnya.

Naluri (Insting)

Naluri (Insting) merupakan perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menutut pemuasan. Hasrat, motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikik. Kumpulan energi dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan energi yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian (Alwisol, 2009:18).

Freud berpendapat bahwa naluri memiliki empat sifat, yaitu :

Sumber insting adalah suatu kondisi jasmaniah atau kebutuhan yang bertujuan untuk menghilangkan perangsangan masalah.

Tujuan insting berkaitan dengan sumber insting, yaitu kembali memperoleh keseimbangan. Tujuan insting bersifat konstan (tidak berubah)

Objek insting adalah segala sesuatu yang menjembatani antara kebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya, termasuk seluruh proses untu mendapatkannya hingga sampai objek didapat.

Daya dorong insting adalah kekuatan/intensitas kegiatan yang berbeda-beda setiap waktu. Freud juga mengatakan naluri (insting) dapat dibagi kedalam dua macam insting yakni insting hidup dan insting mati.

Insting Hidup

Insting hidup disebut juga dengan eros adalah insting yang ditujukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Dengan kata lain, insting hidup adalah insting yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Contoh dari insting hidup itu adalah lapar, haus, dan seks. Energi yang dipakai oleh insting hidup ini disebut libido Freud dalam (Alwisol, 2009:19).

Insting Mati

Insting-insting mati ini, yang disebut juga insting-insting merusak, karena fungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting-insting hidup, karena itu juga kurang dikenal. Namun adalah suatu kenyataan yang tak dapat diingkari, bahwa manusia itu pada akhirnya mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan, bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati”. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati. Suatu penjelmaan daripada insting mati ini adalah dorongan agresif.

Freud menjelaskan bahwa insting kematian biasanya ditujukan dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri (intern) dan kepada orang lain (ekstern). Insting kematian yang diarahkan pada diri sendiri tampil pada tindakan bunuh diri, sedangkan insting kematian yang diarahkan kepada orang lain dilakukan dengan cara membunuh atau menyakiti orang lain. Insting mati

mendorong orang untuk merusak diri sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri. Untuk memelihara diri, insting hidup umumnya melawan insting mati dengan mengarahkan energinya keluar, ditujukan ke orang lain.

Kecemasan

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:22) kecemasan adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Ketegangan-ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan saraf otonom.

Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.

Freud membagi kecemasan menjadi tiga yaitu :

Kecemasan realistic adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

Kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau insting akan keluar jalur dan tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum.

Kecemasan moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan Super Ego atas Ego individu yang telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral.

Dokumen terkait