• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Putusan Hakim

2. Putusan Hakim

a. Definisi

Putusan Hakim merupakan tindakan akhir dari Hakim di

dalam persidangan, menentukan apakah di hukum atau tidak si

pelaku, jadi putusan Hakim adalah pernyataan dari seorang hakim

dalam memutuskan suatu perkara di dalam persidangan dan

memiliki kekuatan hukum tetap. Berlandaskan pada visi teoritik

dan praktik peradilan maka putusan Hakim itu merupakan:

“Putusan yang di ucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidan pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara.”18

Putusan hakim pada dasarnya adalah suatu karya

menemukan hukum, yaitu menetapkan bagaimanakah seharusnya

17

Erni Ebi Rohmatin, Ratio Decidendi Hakim..., 28.

18

Lilik Mulyadi, “Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis Dan Prakter Pradilan”

menurut hukum dalam setiap peristiwa yang menyangkut

kehidupan dalam suatu negara hukum Pengertian lain mengenai

putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari

surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan.

Dalam Pasal 1 butir 11 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana disebutkan bahwa Putusan pengadilan adalah

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan

terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur

dalam Undang-undang ini. Isi putusan pengadilan diatur dalam

Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman19 yang menyatakan bahwa:

1. Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan

dan dasar-dasar putusan itu, juga harus menuat pula pasal-pasal

tertentu dari peraturanperaturan yang bersangkutan atau sumber

hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

2. Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta

hakim-hakim yang Memutuskan dan panitera yang ikut serta

bersidang.

19

3. Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar rapat permusyawaratan

dan berita-berita acara tentang pemeriksaan sidang

ditandatangani oleh ketua dan panitera.

Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan sesuatu

yang diinginkan oleh pihak-pihak yang sedang berperkara dalam

menyelesaikan sengketa diantara mereka dengan sebaik-baiknya.20

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud putusan

hakim merupakan suatu pernyataan pejabat yang diberi wewenang

yaitu hakim yang diucapkan dalam persidangan dengan tujuan

menyelesaikan dan mengakhiri suatu perkara atau sengketa para

pihak.21

Dalam memutus suatu perkara yang dilakukan oleh hakim,

terdapat asas penting yang harus ditegakkan, di antaranya:

1) Di dalam putusan harus memuat dasar alasan yang jelas dan

rinci;

2) Semua dalil gugatan dalam putusan wajib diperiksa,

dipertimbangkan, diadili, serta diputus;

3) Di dalam putusan tidak diperbolehkan mengabulkan lebih

dari apa yang sudah dituntut ataupun yang tidak di tuntut;

4) Putusan wajib diucapkan di muka sidang terbuka untuk

umum.

20 Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004),

124.

21

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1993), 174.

b. Macam-Macam

Macam-macam putusan hakim secara umum telah diatur di

dalam Pasal 185 HIR, Pasal 196 Rbg, dan Pasal 46-68 Rv, yaitu:22

1. Putusan Declaratoir (pernyataan)

Putusan Declaratoir merupakan putusan yang hanya

menegaskan atau menyatakan suatu keadaan hukum semata.

Contoh: putusan mengenai keabsahan anak angkat menurut

hukum, putusan ahli waris yang sah.

2. Putusan Constitutif (pengaturan)

Putusan Constitutif merupakan putusan yang dapat

meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu

keadaanhukum yang baru. Contoh: putusan mengenai

perceraian, putusan seseorang jatuh pailit.

3. Putusan Condemnatoir (menghukum)

Putusan Condemnatoir merupakan putusan yang sifatnya

menghukum atau putusan yang menjatuhkan hukuman.

Contoh: menghukum tergugat untuk membayar sejumlah uang

tertentu kepada penggugat sebagai pembayaran utangnya.

4. Putusan Preparatoir

Putusan Preparatoir merupakan putusan sebagai akhir yang

tidak ada pengaruh terhadap pokok perkara atau putusan akhir.

22

Contoh: putusan yang memerintahkan seseorang yang diwakili

oleh kuasanya untuk datang sendiri.

5. Putusan Interlucutioir

Putusan Interlucutioir merupakan putusan sela yang

mempengaruhi bunyi putusan akhir. Contoh: pemeriksaan

setempat, pemeriksaan saksi, pembuktian salah satu pihak.

6. Putusan Insidentil

Putusan Insidentil merupakan putusan yang berhubungan

dengan suatu peristiwa atau kejadian yang dapat menghentikan

prosedur peradilan biasa. Contoh: kematian kuasa salah satu

pihak.

7. Putusan Provisionil

Putusan Provisionil merupakan putusan yang menjawab

permintaan pihak agar sementara diadakan pendahuluan guna

kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir. Contoh:

putusan tentang gugatan istri terhadap suami untuk

memberikan biaya penghidupan selama pokok perkara

berlangsung dan belum ada putusan akhir.

8. Putusan Kontradiktoir

Putusan Kontradiktoir merupakan putusan yang diputus

diluar hadirnya salah satu pihak yang berperkara yang pernah

hadir menghadap di persidangan, tetapi pada sidang berikutnya

9. Putusan Verstek

Putusan Verstek merupakan putusan yang diambil tanpa

hadirnya tergugat di dalam persidangan meskipun telah

dipanggil secara patut dan resmi, namun gugatan

dikabulkan.Kecuali gugatan tersebut tidak beralasan.

10. Putusan Akhir

Putusan Akhir merupakan putusan setelah hakim telah

selesai memeriksa suatu perkara dan tidak ada hal lain yang

perlu diselesaikan di dalam persidangan. Putusan akhir ini

merupakan suatu pernyataan yang diucapkan hakim dalam

persidangan dengan tujuan untuk mengakhiri dan

menyelesaikan sengketa atau pekara yang diajukan para pihak

yang berperkara.

c. Asas Putusan Hakim

Asas-asas mengenai putusan hakim telah dijelaskan dalam

Pasal 178 H.I.R., Pasal 189 R.Bg. dan beberapa pasal yang terdapat

dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

1. Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci

Berdasarkan asas ini setiap putusan yang dijatuhkan

oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan

cukup. Karena putusan yang tidak memenuhi ketentuan itu

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 25 ayat (1)

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,

yaitu bahwa segala putusan pengadilan harus memuat

alasan-alasan dan dasar-dasar putusan, serta mencantumkan

pasal- pasal peraturan perundang-undangan tertentu yang

bersangkutan dengan perkara yang diputus atau

berdasarkan sumber hukum lainnya, baik yang tertulis,

seperti yurisprudensi atau doktrin hukum, maupun yang

tidak tertulis, seperti hukum kebiasaan atau hukum adat.

2. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan

Asas ini sebagimana yang digariskan dalam Pasal

178 ayat (2) H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50

Rv. Dimana dalam setiap putusannya hakim harus secara

menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan

yang diajukan. Hakim tidak boleh hanya memeriksa dan

memutus sebagian saja, dan mengabaikan gugatan

selebihnya. Karena cara mengadili yang demikian

bertentangan dengan asas yang digariskan undang-undang.

Akibatnya, seperti pada asas sebelumnya, bahwa putusan

hakim yang seperti itu dapat dibatalkan pada tingkat

3. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan

Putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan

yang dikemukakan dalam gugatan. Larangan ini disebut

ultra petitum partium. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.

Menurut asas ini hakim yang mengabulkan melebihi posita

maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui batas

wewenang atau ultra vires yakni bertindak melampaui

wewenangnya (beyond the powers of his authority).

Dengan demikian, apabila suatu putusan mengandung ultra

petitum, harus dinyatakan cacat (invalid) meskipun hal itu dilakukan hakim dengan itikad baik (good faith) maupun

sesuai dengan kepentingan umum (public interest).

4. Diucapkan di muka umum

Prinsip putusan diucapkan dalam sidang pengadilan

yang terbuka untuk umum atau di muka umum, ditegaskan

dalam Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman, yaitu:

“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”

Hal ini tidak terkecuali terhadap pemeriksaan yang

dilakukan dalam sidang tertutup. Khususnya dalam bidang

Sebab meskipun peraturan perundang-undangan

membenarkan perkara perceraian diperiksa secara tertutup,

namun Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

menegaskan bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap

diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip

keterbukaan ini bersifat memaksa (imperatief)47, sehingga

tidak dapat dikesampingkan, mengingat pelanggaran atas

prinsip keterbukaan ini mengakibatkan putusan yang

dijatuhkan menjadi tidak sah atau tidak mempunyai

kekuatan hukum tetap, sebagaimana yang ditegaskan oleh

Mahkamah Agung melalui S.E.M.A. No. 4 Tahun 1974

yang dikeluarkan pada tanggal 16 September 1974.

d. Tujuan

Adanya putusan hakim bertujuan sebagai langkah dalam

menyelesaikan suatu perkara yang telah berlangsung serta

memberikan pertanggungjawaban kepada para pencari keadilan,

ilmu pengetahuan, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari

itu, di dalam suatu putusan wajib memuat 3 (tiga) aspek tujuan,

Mengenai persoalan tujuan hokum, dapat ditinjau dalam 3

(tiga) sudut pandang, yakni:23

1) Sudut pandang ilmu hukum positif normatif atau yuridis

dogmaris, tujuan hukum dititikberatkan dalam segi

kepastian hukum;

2) Sudut pandang filsafat hukum, tujuan hukum

dititikberatkan dalam segi keadilan;

3) Sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum

dititikberatkan dalam segi kemafaatan.

e. Hubungan Putusan Hakim dengan Ratio Decidendi

Dalam putusan hakim mengandung alasan atau argumentasi

hakim (ratio decidendi) yang isinya pernyataan hakim yang wajib

untuk disertakan. Ratio decidendi hakim wajib didasarkan pada

pasal-pasal yang berkaitan dengan perkara yang ditanganinya.

B. Teori Perjanjian Jual Beli

Dokumen terkait