• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Dalam dokumen Perasuransian. Hukum. dan P R E S S (Halaman 105-108)

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 194573. Dalam tugasnya mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan akhir yang putusannya bersifat final, salah satunya adalah menguji undang-undang atas undang-undang dasar. Pengujian Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan terhadap seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ataupun sesudah UUD 194574. Apabila seseorang merasa dirugikan hak konstitusionalnya maka dapat mengajukan diri sebagai pihak pemohon kepada Mahkamah Konstisusi dengan menguraikan secara jelas dalam permohonannya tentang hak dan atau kewenangan konstitusionalnya. Seperti, pengajuan uji materi Undang-Undang atas Undang-Undang Dasar. Perkara yang diajukan Nomor 007 PUU-II/2005 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan badan penyelenggara yang diharapkan mampu melaksanakan asas-asas dan prinsip-prinsip SJSN. Terkait putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan pemohon dari berbagai BPJSD yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan daerah, Hakim Konstitusi menganggap pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pendapat itu dikemukakan dalam amar putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 007 PUU-II/2005 tanggal 31 agustus 2005. Untuk menjalankan program jaminan sosial tidak sepenuhnya menjadi hak eksklusif Pemerintah Pusat, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana penjabaran dari pasal 22 huruf h UU Pemerintah

Analisis Terhadap Badan Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam Buku Jurnal Ekonomi &

Kebijakan Publik hal 15.

73Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 1 angka 1.

74Rahmat Bagja, Melanjutkan Pelembagaan Mahkamah Konstitusi : Usulan

Perubahan Terhadap Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Democratic Reform Support Program, Jakarta, 2008, Hal.

99

Daerah. Keputusan MK sesungguhnya banyak mengubah arti UU SJSN hanya mempertegas bahwa daerah mempunyai hak mendirikan BPJS di daerah75. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa UU SJSN telah cukup memenuhi maksud Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, dalam arti bahwa sistem jaminan sosial yang dipilih UU SJSN telah cukup menjabarkan maksud Undang-Undang Dasar yang menghendaki agar sistem jaminan sosial yang dikembangkan mencakup seluruh rakyat dan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, namun Mahkamah tidak sependapat dengan pendirian Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat yang menyatakan bahwa kewenangan untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial tersebut secara eksklusif merupakan kewenangan Pemerintah (Pusat), sebagaimana tercermin dariketentuan dalam Pasal 5, khususnya ayat (4), UU SJSN76.

Pokok-pokok pikiran yang dapat disampaikan berkenaan dengan bentuk BPJS sesuai UU SJSN dan hasil putusan MK nomor 007/PUU-III/2005 tanggal 18 agustus 2005 adalah sebagai berikut77 : 1. BPJS adalah badan hukum yang dibentuk menyelenggarakan program

jaminan sosial (kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pension, kematian).

2. BPJS harus dibentuk dengan Undang-Undang.

3. BPJS berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara.

4. BPJS dalam penyelenggarannya berdasarkan prinsip nirlaba; keterbukaan; kehati-hatian; akuntabilitas; portabilitas; dana amanat. Prinsip-prinsip tersebut memiliki pengertian sebagai berikut :

a. Kegotongroyongan, prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotongroyong dari perserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat.

75Hasbullah Thabrany, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional :

Sebuah Policy Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS,

Jakarta, 2009, hal. 3.

76Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi, Dalam Perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

77Nindya Waras Sayekti & Yuni Sudarwati, Analisis Terhadap Badan

Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam buku, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal

100

b. Nirlaba, pengelolaan dana tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi bdana penyelenggara jaminan sosial, karena tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenui sebesar-besarnya kepentingan peserta.

c. Keterbukaan, merrupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial karena dana yang dikelola merupakan dana milik perserta oleh karenanya akses informasi yang lengkap, benar dan jelas bagi setiap peserta harus dipermudah.

d. Kehati-hatian, pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib.

e. Akuntabilitas, pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Portabilitas, jaminan sosial dimaksudkan untuk memberi jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tiggal dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.

g. Kepesertaan besifat wajib, kepesertaan besifat wajib dimaskudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta hingga terlindungi.

h. Dana amanat, dana amanat terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

i. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasional, hasil deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

5. Peserta memiliki tugas dan kewajiban :

a. Menyelenggarakan program jaminan sosial;

b. Memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya.

c. Memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.

d. Membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat lima belas hari terhitung sejak permintaan pembayaran diterima.

e. Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

101

f. Mengelola pembukuan sesuai dengan standart akuntansi yang berlaku.

g. Memberikan informasi tentang akumulasi iuran dan hasil pengembangan serta manfaat dari jenis program jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.

h. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standart praktek akuntansi yang lazim dan berlaku umum.

6. BPJS memiliki hak dan kewajiban :

a. Menerima iuran program jaminan sosial;

b. Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas jaminan kesehatan.

c. Menjalin kerja sama dengan fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta.

d. Membuat kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan mengenai besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan.

e. Menerima hasil monitoring dan evaluasi tentang program jaminan sosial yang diselenggarakan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional. 7. BPJS memiliki larangan :

Melakukan subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan.

Putusan Mahkamah Konstitusi sangat mendorong BPJS untuk segera ditetapkan. Akan tetapi, BPJS yang ada sekarang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang tujuan utamanya adalah mendapatkan keuntungan. Sedangkan untuk penyelenggaraan jaminan sosial dibutuhkan suatu wadah yang memiliki sifat mewakili kepentingan peserta. Hal ini yang menjadi polemik pembentukan BPJS baik secara dilebur maupun dibentuk BPJS baru selain dari keempat persero BUMN yang ada.

A. Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebagai Bentuk Pemenuhan Hak Asasi

Dalam dokumen Perasuransian. Hukum. dan P R E S S (Halaman 105-108)

Dokumen terkait