• Tidak ada hasil yang ditemukan

Qadariyah

Dalam dokumen Buku Ajar Teologi Islam (Halaman 50-55)

BAB III ALIRAN-ALIRAN DALAM TEOLOGI ISLAM

D. Qadariyah

1. Pengertian Qadariyah

Qadariyah berasal dari bahasa Arab, dari kata qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan. Menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak terintervensi oleh Tuhan. Menurut aliran ini, tiap-tiap hamba Allah SWT adalah pencipta bagi segala perbuatannya; dia dapat berbuat segala sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Golongan ini disebut Qadariyah karena mereka meniadakan kadar Allah SWT dan menetapkannya pada manusia serta menjadikan segala perbuatan manusia tergantung pada kehendak dan kekuasaan manusia sendiri.5463 Mereka berpendapat bahwa kemauan manusia itu bebas untuk berbuat atau tidak berbuat, sehingga manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas perbuatannya sendiri. Karena itulah menurut aliran ini manusia berhak menerima pujian dan pahala atas perbuatannya yang baik dan menerima celaan dan hukuman atas perbuatannya yang salah atau berdosa.55

Menurut Harun Nasution, pendapat kaum Qadariyah yaitu manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut faham Qadariah, manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Manusia mempunyai qudrah (kekuatan) untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Faham ini sering disebut dikenal dengan nama free will dan free act (bebas untuk berkehendak dan berbuat).56

54 Ibid, hal. 338.

55 Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 45.

47

2. Sejarah Timbul, Perkembangan Qadariyah dan Tokoh- tokohnya

Menurut Ahmad Amin, ada ahli Teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al- Jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqy. Menurut Ibnu Nabatah dalam Syarh al-Uyun (Bulan bagi Mata-mata), orang yang mula- mula mengembangkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Nasrani, kemudian masuk Islam, dan akhirnya menjadi Nasrani lagi. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan ad-Dimasyqi mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibn al-Auzai, adalah Susan.

Ma’bad al-Jauhani adalah seorang tabiin. Ia pernah belajar kepada Wasil bin Atha (imam Mu’tazilah) dan Hasan al-Basri (ahli hadis dan fikih pada periode tabiin di Basra. Ia dihukum mati karena membawa faham Qadariyah ini. Namun ajarannya tentang Qadariyah tetap berkembang di dunia Islam. Sementara itu, Ghailan ad-Dimasyqi adalah putera seorang pegawai pada masa Khalifah Usman Ibn Affan. Ia dihukum mati oleh Khalifah Hisyam Ibn Abdul Malik karena menganut faham Qadariyah. Di samping sebagai penganjur faham Qadariyah, Ghailan juga merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al- Salihiah.

Faham Qadariyah ini mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini yaitu:

a. Menurut Harun Nasution; pada saat itu masyarakat sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham Jabariyah (faham fatalis). Kehidupan bangsa Arab pada waktu itu sangat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, mereka terpaksa menyesuaikan hidupnya dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesulitan hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Faham itu terus dianut kendatipun mereka sudah beragama Islam. Karena itu, ketika faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin Islam.57

57 Ibid, hal. 33.

48

b. Tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.

Faham Qadariyah ini pun dalam perkembangannya tak jauh bebeda dengan faham Jabariyah. Untuk selanjutnya, faham Qadariyah dianut oleh kaum Mu’tazilah. Banyak ayat Alquran yang sangat mendukung adanya faham ini sehingga cukup menjadi landasan yang kuat. Di antara ayat Alquran tersebut adalah sebagai berikut:

a. Surah al-Kahfi ayat 29:

ُۚۡرُف ۡكَيۡلَف َءٓاَش نَم َو نِم ۡؤُيۡلَف َءٓاَش نَمَف ٍۖۡمُكِ بار نِم ُّقَحۡلٱ ِلُق َو

Artinya: Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;

maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.

b. Surah Fushslihatayat 40:

ٌري ِصَب َنوُلَمۡعَت اَمِب ۥُهانِإ ۡمُتۡئِش اَم ْاوُلَم ۡعٱ

٤٠

Artinya: Perbuatan apa yang kamu hendaki; sesungguhnya Dia

Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

c. Surah al-Arad ayat 11:

م ۡوَقِب اَم ُرِ يَغُي َلَّ َ اللَّٱ انِإ

ٖۗۡمِهِسُفنَأِب اَم ْاو ُرِ يَغُي َٰىاتَح

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan suatu

kaum, sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

49

ُتۡبَصَأ ۡدَق ٞةَبي ِصُّم مُكۡتَب ََٰصَأ ٓاامَل َوَأ

ۡثِ م م

َل

اَهۡي

َأ ۡمُتۡلُق

ۡلُق ٍۖاَذ ََٰه َٰىان

ِدنِع ۡنِم َوُه

ٖۗۡمُكِسُفنَأ

Artinya: dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada

peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.

3. Doktrin-doktrin Qadariyah

Doktrin faham Qadariyah berdasarkan pada pendapat Ghailan bahwa manusia berkuasa atas perbuatan- perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan- perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Dalam faham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Ia berbuat baik adalah atas kemauan dan kehendaknya sendiri. Begiti pula, ia berbuat jahat atas kemauan dan kehendaknya sendiri.58 Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatannya. Salah seorang pemuka Qadariyah lainnya yakni, an-Nazam, mengemukakan bahwa manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.

Pada hakikatnya, faham Qadariyah merupakan sebagian dari faham Mu’tazilah karena imam-imamnya terdiri dari orang-orang Mu’tazilah. Pengertian Qadariyah menurut faham Mu’tazilah bahwa semua perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri, bukan oleh Allah SWT. Allah SWT tidak mempunyai hubungan dengan perbuatan dan pekerjaan manusia dan apa yang dilakukan oleh manusia tidak diketahui oleh Allah SWT sebelumnya, tetapi setelah dilakukan atau diperbuat manusia baru Allah SWT mengetahuinya. Jadi, Allah SWT pada saat

58 Ibid., hal. 33.

50

sekarang tidak bekerja lagi karena kodratnya telah diberikan-Nya kepada manusia dan ia hanya melihat serta memperhatikan saja apa yang diperbuat oleh manusia. Jika manusia mengerjakan perbuatan atau amal yang baik maka ia akan diberi pahala sebagai imbalan yang diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila kodrat yang diberikan kepadanya tidak dijalankan sebaik-baiknya maka ia akan dihukum menurut semestinya. Namun, tidak semua golongan Qadariah mempunyai faham demikian. Ada sebagian dari mereka yang memiliki faham bahwa semua perbuatan manusia yang baik adalah ciptaan Allah SWT sedangkan perbuatan manusia yang buruk dan maksiat adalah ciptaan manusia sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Allah SWT.

Dalam memperkuat keyakinan dan fahamnya, kaum Qadariyah menggunakan dalil-dalil ’aqli (akal) dan dalil-dalil naqli (Alquran dan Hadis). Mereka mengajukan dalil, jika perbuatan manusia diciptakan atau dijadikan oleh Allah SWT, mengapa manusia diberi pahala jika berbuat baik dan disiksa bila berbuat maksiat atau dosa, bukankah yang membuat atau menciptakan perbuatan itu adalah Allah SWT sendiri? Jika demikian halnya, berarti Allah SWT tidak bersikap adil terhadap manusia, sedangkan manusia itu sendiri adalah ciptaan-Nya. Dalil akal ini diperkuat oleh kaum Qadariyah dengan dalil naqli, yang salah satu diantaranya adalah Surat al- Ra’d (13) ayat 11:

َاللَّٱ انِإ

ٖۗۡمِهِسُفنَأِب اَم ْاو ُرِ يَغُي َٰىاتَح م ۡوَقِب اَم ُرِ يَغُي َلَّ

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan suatu kaum,

sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

Dalil-dalil yang diungkapkan oleh kaum Qadariyah, baik yang bersifat aqli maupun naqli menunjukkan kebebasan manusia dalam menentukan sikap dan perbuatannya sesuai dengan kodrat yang ia miliki. Faham ini sama dengan faham Mu’tazilah. Yang membedakan antara keduanya adalah kaum Mu’tazilah menyatakan bahwa perbuatan manusia yang baik diciptakan Allah SWT, sedangkan yang buruk diciptakan manusia sendiri. Sementara itu, kaum Qadariyah menyatakan

51

bahwa perbuatan itu baik atau buruk tidak dijadikan Allah SWT, tetapi semua itu adalah perbuatan manusia sendiri.59

4. Sekte-sekte Qadariah

Qadariyah terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Qadariyah Musyrikah, Qadariyah Majusiyah, dan Qadariyah Iblisyiah.

a. Qadariyah Musyrikah

Qadariyah Musyrikah adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan.

b. Qadariyah Majusiyah

Qadariyah Majusiyah adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya sebagaimana Qadariyah Musyrikah menjadikan sekutu- sekutu bagi Allah dalam beribadah kepada-Nya.

c. Qadariyah Iblisyiah

Qadariyah Iblisyiah adalah mereka yang membenarkan bahwa Allah merupakan sumber terjadinya kedua perkara, akan tetapi menurut mereka hal ini saling berlawanan. Merekalah orang-orang yang membantah Allah sebagaimana disebutkan dalam hadis.60

Dalam dokumen Buku Ajar Teologi Islam (Halaman 50-55)

Dokumen terkait