• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

ASAM ASETAT

D. Rancangan Percobaan

1. Rancangan percobaan untuk fermentasi alkohol

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama adalah penambahan gula (5%, 10% dan 15%). Faktor kedua adalah konsentrasi starter ragi roti

(10% dan 20%) dan faktor ketiga adalah waktu fermentasi (hari ke-0, 4, 8 dan 12).

Model matematis yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut :

Yijk = + Ai + Bj + Ck + ijk Keterangan :

Yijk = Pengaruh konsentrasi gula ke-i, starter ragi roti taraf ke-j dan lama fermentasi taraf ke-k

µ = Rata-rata pengamatan sebenarnya Ai = Pengaruh penambahan gula taraf ke-i Bj = Pengaruh konsentrasi ragi roti taraf ke-j

Ck = Pengaruh lama fermentasi (hari) taraf ke-k (0, 4, 8, 12)

ijk = Pengaruh acak

2. Rancangan percobaan untuk fermentasi asam asetat

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan aerasi dan tanpa aerasi. Faktor kedua adalah waktu fermentasi (hari ke-0, 7, 14 dan 21).

Model matematis yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Yijk = Pengamatan pada ulangan ke-k dalam perlakuan aerasi atau tanpa aerasi taraf ke-i dan lama fermentasi taraf ke-j

µ = Rata-rata pengamatan sebenarnya

Ai = Pengaruh perlakuan taraf ke-i (aerasi dan tanpa aerasi) Bj = Pengaruh faktor lama fermentasi (hari) ke-j (0, 7, 14, 21) ijk = Pengaruh acak

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Fermentasi Alkohol

Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata de coco,

Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.

Fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan kultur tunggal dan kultur campuran. Kultur tunggal adalah mikroorganisme yang telah diketahui dengan pasti sifat dan karakteristiknya sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas dan kualitas yang jelas. Sedangkan kultur campuran adalah kultur yang terdiri dari beberapa mikroorganisme yang belum diketahui sifat dan karakteristiknya, sehingga hasil yang diperoleh sering tidak stabil.

Penelitian ini menggunakan ragi roti yang merupakan khamir bersel tunggal Saccharomyces cerevisiae, dimana terdapat sejumlah enzim di dalam cairan sel ragi salah satunya adalah enzim invertase dan enzim zimase. Enzim invertase yang berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) serta enzim zimase yang mengubah monosakarida tersebut menjadi alkohol pada proses fermentasi (Romli, 1998).

Fermentasi alkohol merupakan salah satu tahap dalam menghasilkan asam asetat. Fermentasi alkohol dalam penelitian ini dilakukan dengan menginkubasi substrat larutan pulpa kakao yang ditambahkan ragi roti (10% dan 20%) selama 12 hari pada suhu ruang.

Menurut Young (1999), gula yang terkandung dalam substrat akan dipecah oleh sel-sel ragi roti menjadi alkohol. Pemecahan ini berkaitan,

antara lain dengan perubahan pH dan total padatan terlarut (TPT), juga menghasilkan asam asetat sebagai produk sekunder.

1. Kadar Alkohol

Kadar alkohol memegang peranan penting dalam proses fermentasi, karena berhubungan dengan kemampuan pertumbuhan mikroba terutama khamir (ragi roti) dalam media fermentasi yang selanjutnya akan digunakan untuk produksi asam asetat.

Alkohol merupakan produk utama pada fermentasi anaerob, tetapi alkohol ini merupakan racun bagi khamir itu sendiri pada konsentrasi yang tinggi untuk itu konsentrasi substrat awal harus diperhatikan agar dapat di metabolisme oleh khamir dengan baik. Fungsi utama khamir adalah mengubah gula dalam substrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Pada Tabel 2 dan Gambar 7 menunjukkan, bahwa kadar alkohol awal dari masing-masing substrat yaitu mencapai 1 % dan akan mengalami peningkatan seiring dengan semakin lamanya waktu fermentasi (12 hari) dan semakin tinggi konsentrasi gula (15%) serta starter ragi (20%) yang digunakan. Hal ini disebabkan, karena semakin tinggi konsentrasi gula dan starter ragi, maka semakin banyak alkohol yang dihasilkan dari pemecahan gula oleh khamir.

Tabel 2. Perubahan kadar alkohol pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Kadar alkohol (%) Lama fermentasi (hari)

0 4 8 12 Gula 5%, Ragi 10% 1 3 4 5 Gula 5%, Ragi 20% 1 3 5 6 Gula 10%, Ragi 10% 1 4 6 7 Gula 10%, Ragi 20% 1 5 7 8 Gula 15%, Ragi 10% 1 6 8 9 Gula 15%, Ragi 20% 1 7 9 10

Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar alkohol tertinggi dalam fermentasi alkohol adalah 10% pada perlakuan penambahan gula 15%, starter ragi roti 20% selama 12 hari fermentasi. Kadar alkohol inilah yang akan digunakan sebagai substrat untuk fermentasi alkohol dalam memproduksi asam asetat. Pelezar (1986) menyatakan, bahwa kadar alkohol antara 10%-13% adalah konsentrasi optimal bagi bakteri asam

asetat (A. aceti) untuk mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat dalam fermentasi alkohol.

Waluyo (1984) menyatakan, bahwa jika kadar alkohol yang dihasilkan terlalu rendah, maka asam asetat yang terbentuk akan sedikit, dan sebagian akan hilang sebagai ester atau teroksidasi menjadi CO2.

Sebaliknya, apabila kadar alkohol mencapai 14% atau lebih maka produksi asam asetat tidak berlangsung secara sempurna. Toleransi berbagai khamir terhadap alkohol tergantung pada strain yang dipilih, tetapi secara umum pertumbuhan sel terhenti sepenuhnya dalam alkohol yang konsentrasinya lebih besar 13.6 %vv (Anonim, 2008).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 4 8 12

Lama Fe rme ntasi (Hari)

K a d a r A lk o h o l ( %) Gula 5%, Ragi 10% Gula 5%, Ragi 20% Gula 10%, Ragi 10% Gula 10%, Ragi 20% Gula 15%, Ragi 10% Gula 15%, Ragi 20%

Gambar 7. Grafik perubahan kadar alkohol pulpa kakao selama fermentasi Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan, bahwa perlakuan konsentrasi gula dan starter ragi serta lama fermentasi memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap kadar alkohol yang

dihasilkan. Uji lanjut Duncan’s (Lampiran 2) menunjukkan, bahwa

peningkatan kadar alkohol selama 12 hari fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tiap konsentrasi gula, starter ragi roti dan lama fermentasi.

2. Total Padatan Terlarut (TPT)

Karbohidrat merupakan nutrisi yang dibutuhkan organisme termasuk khamir (ragi roti) untuk dapat tumbuh dan berkembang. Khamir menggunakan glukosa dalam substrat untuk proses metabolisme dan menghasilkan alkohol serta gas CO2. Pengukuran total padatan terlarut

dilakukan untuk mengetahui penurunan total padatan terlarut karena konsumsi gula oleh sel-sel ragi roti selama fermentasi. Perubahan total padatan terlarut pulpa kakao selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 8.

Tabel 3. Perubahan total padatan terlarut pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Total padatan terlarut (%) brix Lama fermentasi (hari)

0 4 8 12 Gula 5%, Ragi 10% 6.5 4.6 2.7 2.6 Gula 5%, Ragi 20% 7.3 4.1 2.3 2.1 Gula 10%, Ragi 10% 11.2 8.3 3.6 3.4 Gula 10%, Ragi 20% 12.5 8.1 3.4 3.2 Gula 15%, Ragi 10% 14.8 11.9 8.4 6.8 Gula 15%, Ragi 20% 15.9 11.5 8.0 6.4 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 4 8 12

Lama Fermentasi (Hari)

To ta l P ad at an Te r lar u t (% ) B r ix Gula 5%, Ragi 10% Gula 5%, Ragi 20% Gula 10%, Ragi 10% Gula 10%, Ragi 20% Gula 15%, Ragi 10% Gula 15%, Ragi 20%

Gambar 8. Grafik perubahan total padatan terlarut pulpa kakao selama fermentasi

Dari Tabel 3 dan Gambar 8 diketahui bahwa semakin lama fermentasi maka total padatan terlarut substrat semakin rendah. Total padatan terlarut awal pada konsentrasi gula 5 % dengan starter ragi roti 10% mencapai 6.5% brix akan terus mengalami penurunan pada hari ke 12

yaitu 2.6% brix. Pada konsentrasi gula tertinggi yaitu 15% dengan starter ragi roti 20%, total padatan terlarut awal yang diperoleh adalah 15.9% brix dan akan terus menurun pada hari ke 12 yaitu mencapai 6.4% brix. Penurunan total padatan terlarut disebabkan oleh aktivitas khamir (ragi roti) dalam memecahkan gula untuk menghasilkan alkohol selama proses fermentasi. Khamir membutuhkan substrat dan nutrien untuk keperluan hidupnya. Substrat dan nutrien akan berkurang, sehingga menyebabkan jumlah total padatan terlarut pada media menjadi berkurang (Fiecher,1982).

Kadar alkohol yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asep (2008). Dari hasil penelitian Asep (2008), pulpa kakao dengan penambahan gula 20% brix diperoleh etanol 8%. Perbedaan ini diduga mungkin disebabkan karena adanya kondisi optimum untuk pertumbuhan khamir. Menurut Anonim (2008), konsentrasi gula yang lebih tinggi dari 15% (b/v) akan menghambat pertumbuhan khamir. Penentuan konsentrasi gula dalam media, dipengaruhi oleh dua hal yang mendasar, yaitu (1) konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir di awal proses fermentasi, dan (2) konsentrasi alkohol tinggi akan mematikan khamir.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan, bahwa lama fermentasi dan konsentrasi gula serta starter ragi, sangat berbeda nyata dalam mempengaruhi total padatan terlarut yang dihasilkan. Uji lanjut

Duncan’s (Lampiran 4) menunjukkan, bahwa konsentrasi gula yang

berbeda serta lamanya proses fermentasi yang dilakukan, memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan total padatan terlarut. Sedangkan konsentrasi starter ragi roti yaitu 10% dan 20% pada substrat tidak berbeda nyata terhadap total padatan terlarut.

Total padatan terlarut yang menurun diikuti oleh peningkatan kadar alkohol (Tabel 2). Selama 12 hari fermentasi, gula dalam substrat masih efektif digunakan oleh khamir, namun mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kadar alkohol yang dihasilkan, hal ini disebabkan

karena sel-sel yang dimiliki oleh khamir aktif bekerja dalam memecahkan gula dengan tujuan untuk menghasilkan kadar alkohol yang terbaik.

2. Nilai pH

Nilai pH yang relatif rendah merupakan salah satu sifat substrat hasil fermentasi. Nilai pH substrat yang rendah menunjukkan bahwa substrat tersebut bersifat asam. Selain itu, pH menunjukkan aktivitas ion H+ dalam suatu larutan sehingga sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikroorganisme (Said, 1985).

Tabel 4 dan Gambar 9 menunjukkan, bahwa terjadi perubahan nilai pH selama proses fermentasi. Nilai pH substrat menurun dan mencapai nilai minimum pada hari ke-12 untuk konsentrasi gula 15% dan starter ragi 20%, dimana pada konsentrasi tersebut nilai pH awal yang dimiliki yaitu 4.00 dan kemudian akan terus mengalami penurunan sampai hari ke 12 yaitu 3.71. Hal ini diduga mungkin disebabkan karena konsentrasi gula dan starter ragi yang semakin tinggi akan menghasilkan asam yang juga semakin tinggi, sehingga pH substrat menjadi semakin rendah.

Tabel 4. Perubahan nilai pH pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Nilai pH

Lama fermentasi (hari)

0 4 8 12 Gula 5%, Ragi 10% 4.33 3.95 3.90 3.88 Gula 5%, Ragi 20% 4.27 3.91 3.88 3.84 Gula 10%, Ragi 10% 4.08 3.87 3.86 3.82 Gula 10%, Ragi 20% 4.04 3.86 3.82 3.79 Gula 15%, Ragi 10% 4.02 3.84 3.79 3.77 Gula 15%, Ragi 20% 4.00 3.82 3.77 3.71

Fiechter (1982) menyatakan bahwa, konsentrasi gula akan mempengaruhi pH terhadap pertumbuhan khamir. Hal ini dapat diartikan bahwa pada konsentrasi gula yang cukup (tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah) maka khamir akan menggunakan gula atau glukosa tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan sel serta untuk menghasilkan produk- produk metabolisme, seperti alkohol, karbondioksida, asam-asam organik seperti asam piruvat, asam suksianat, asam laktat serta asam-asam lain yang dapat menurunkan nilai pH.

3.6 3.7 3.8 3.9 4.0 4.1 4.2 4.3 4.4 0 4 8 12

Lama Fermentasi (Hari)

N il ai p H Gula 5%, Ragi 10% Gula 5%, Ragi 20% Gula 10%, Ragi 10% Gula 10%, Ragi 20% Gula 15%, Ragi 10% Gula 15%, Ragi 20%

Gambar 9. Grafik perubahan nilai pH pulpa kakao selama fermentasi

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan, bahwa dengan penambahan konsentrasi gula, maka memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap nilai pH, sedangkan lama fermentasi sangat berbeda nyata dalam mempengaruhi nilai pH substrat. Uji lanjut Duncan’s (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perubahan nilai pH selama proses fermentasi tidak berbeda nyata.

B. Fermentasi Asam Asetat

Fermentasi asam asetat merupakan tahap lanjutan setelah fermentasi alkohol untuk memproduksi asam asetat. Konsentrasi gula 15% dengan starter ragi roti 20% merupakan perlakuan yang akan digunakan untuk fermentasi alkohol. Hal ini disebabkan, karena pada saat fermentasi pulpa, konsentrasi tersebut menghasilkan kadar alkohol yang tinggi yaitu 10% dengan total padatan terlarut 4.8% brix dan nilai pH yang dimiliki yaitu 3.42.

Pada penelitian ini, fermentasi asam asetat dilakukan dengan cara menginokulasikan substrat hasil fermentasi alkohol dengan starter bakteri

A. aceti 10% (v/v) dan kemudian diinkubasikan selama 21 hari. Pulpa kakao yang telah difermentasi dengan konsentrasi gula 15% dan starter ragi roti 20% selama 12 hari digunakan sebagai substrat pada fermentasi asam asetat.

1. Kadar Asam Asetat

Asam asetat merupakan produk utama pada proses fermentasi asam asetat. Asam asetat yang dihasilkan merupakan hasil oksidasi alkohol oleh sel-sel bakteri A. aceti.

Menurut Waluyo (1986), apabila kadar alkohol pada awal fermentasi asam asetat sebesar 14 % atau lebih, maka produksi asam asetat tidak berlangsung sempurna. Kadar asam asetat menurut standar yang ditetapkan oleh Dewan Standardisasi Nasional (1996) adalah minimal 4 %. Perubahan kadar asam asetat selama proses fermentasi asam asetat dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 10.

Tabel 5. Perubahan kadar asam asetat pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Kadar asam asetat (%) Lama fermentasi (hari)

0 7 14 21

Aerasi 0.29 2.02 4.31 2.14

Tanpa aerasi 0.17 1.73 2.63 1.71

Tabel 5 dan Gambar 10 menunjukkan, bahwa dengan perlakuan aerasi kadar asam asetat mengalami peningkatan pada fermentasi hari ke-14 yaitu 4.31%, kemudian akan menurun pada hari ke- 21 yaitu 2.14%. Sedangkan pada perlakuan tanpa aerasi, mengalami peningkatan pada hari ke-14 yaitu 2.63% dan akan menurun pada hari ke-21 yaitu 1.71%.

Penurunan kadar asam asetat ini disebabkan, karena asam asetat yang telah terbentuk dioksidasi lebih lanjut oleh A. aceti menjadi H2O dan

CO2 (Soedarini et al 1998).

Penurunan kadar asam asetat ini juga, disebabkan oleh kadar alkohol yang masih tinggi yaitu sekitar 7% (perlakuan aerasi) dan 8% (perlakuan tanpa aerasi) (Tabel 4), sehingga bakteri A. aceti tidak mampu berperan secara sempurna mengoksidasi alkohol untuk menghasilkan asam asetat yang optimal.

Menurut Daulay dan Rahman, (1992), semua spesies Acetobacter

bersifat mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat dan selanjutnya dengan kecukupan oksigen, asam asetat tersebut akan dioksidasi lanjut menjadi H2O dan CO2.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 0 7 14 21

Lam a Ferm entasi (Hari)

K a d a r A s a m A s e ta t (% ) Aerasi Tanpa aerasi

Gambar 10. Grafik perubahan kadar asam asetat pulpa kakao selama fermentasi

Analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa lama fermentasi sangat berbeda nyata terhadap kadar asam asetat substrat yang dihasilkan sedangkan perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar asam asetat. Hasil uji lanjut Duncan’s (Lampiran 8) menunjukkan, bahwa perubahan kadar asam asetat selama fermentasi 21 hari memberikan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan aerasi dan tanpa aerasi.

Perlakuan dengan aerasi menghasilkan kadar asam asetat yang tinggi, karena dalam proses pemecahan alkohol menjadi asam asetat merupakan proses oksidasi, maka kesempurnaan proses ini sangat tergantung pada penyediaan oksigen.

Waluyo (1984) menyatakan, bahwa ketersediaan oksigen sangat penting dalam proses pemecahan alkohol menjadi asam asetat. Biasanya pemberian oksigen dilakukan dengan memberikan aerasi pada media atau substrat. Dengan menjaga aerasi yang baik maka proses oksidasi dan dismutasi pada pembentukan asam asetat juga akan berlangsung dengan baik.

Menurut Irnia dan Hidayat (2001), bahwa aerasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mikroba akan O2 (oksigen) pada konsentrasi tertentu

sesuai dengan karakteristik mikroba yang digunakan yaitu A. aceti. Bakteri

A. aceti merupakan bakteri aerob, sehingga sangat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya di dalam memproduksi asam asetat.

2. Kadar Alkohol

Pada fermentasi asam asetat, alkohol hasil fermentasi dioksidasi oleh sel-sel A. aceti menjadi asam asetat dan H2O. Selama fermentasi

alkohol, alkohol dioksidasi hingga pada akhir fermentasi, kadar alkohol yang tersisa maksimal 1% (Dewan Standarisasi Nasional, 1996). Kadar alkohol rata-rata dalam substrat pada awal fermentasi sebesar 10% (Tabel 6). Hasil tersebut sangat sesuai dengan kadar alkohol substrat pada fermentasi alkohol.

Tabel 6. Perubahan kadar alkohol pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Kadar alkohol (%) Lama fermentasi (hari)

0 7 14 21

Aerasi 10 9 4 7

Tanpa aerasi 10 8 7 8

Perlakuan dengan aerasi pada hari ke 14 menghasilkan kadar alkohol yang terendah yaitu 4 %. Hasil ini sangat berbeda dengan perlakuan tanpa aerasi pada hari ke 14 yang menghasilkan kadar alkohol sekitar 7 %. Penurunan kadar alkohol ini terjadi, karena pada saat fermentasi berlangsung, kandungan alkohol yang telah dioksidasi oleh bakteri asam asetat (A. aceti) akan menghasilkan asam asetat dan H2O.

Menurut Ebner (1983), proses fermentasi asam asetat bila kadar alkohol dalam substrat tersebut menurun, maka bakteri A. aceti akan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O.

2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 7 14 21

Lama Fermentasi (Hari)

K ad ar A lk oh ol (%) Aerasi Tanpa aerasi

Gambar 11. Grafik perubahan kadar alkohol pulpa kakao selama fermentasi Gambar 11 menunjukkan, bahwa lama fermentasi memberikan respon yang berbeda pada tiap perlakuan. Ini berarti, bahwa selama fermentasi kadar alkohol memberikan hasil yang sangat berbeda pada perlakuan aerasi (dengan atau tanpa aerasi). Perlakuan aerasi menghasilkan kadar alkohol rendah karena pada saat fermentasi, sel-sel A. aceti mampu mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat dan H2O.

Analisis ragam (Lampiran 9) memperlihatkan, bahwa lama fermentasi selama 21 hari sangat berbeda nyata terhadap perubahan kadar

alkohol substrat. Hasil uji lanjut Duncan’s (Lampiran 10) menunjukkan,

bahwa perubahan kadar alkohol selama 21 hari fermentasi berbeda nyata pada perlakuan aerasi dan tanpa aerasi.

3. Total Padatan Terlarut (TPT)

Gula merupakan salah satu sumber karbon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan A. aceti. Total padatan terlarut rata-rata dalam substrat mengalami penurunan selama 21 hari fermentasi asam asetat.

Total padatan terlarut dari pulpa kakao hasil fermentasi sangat bervariasi, dimana pada perlakuan aerasi, total padatan terlarut awal

mencapai 4.8% brix kemudian secara terus-menerus mengalami penurunan pada hari ke-21 yaitu 2.0% brix. Sedangkan total padatan terlarut awal dengan perlakuan tanpa aerasi mencapai 6.4% brix dan akan menurun pada hari ke-21 yaitu 0.9% brix (Tabel 7).

Tabel 7. Perubahan total padatan terlarut pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Total padatan terlarut (%) brix Lama fermentasi (hari)

0 7 14 21 Aerasi 4.8 2.2 3.4 2.0 Tanpa aerasi 6.4 3.5 3.1 0.9 0 2 4 6 8 0 7 14 21

Lama Fermentasi (Hari)

T ot al P ad at an T e r lar u t (% ) B r ix Aerasi Tanpa aerasi

Gambar 12. Grafik perubahan total padatan terlarut pulpa kakao selama fermentasi

Tabel 7 dan Gambar 12 menunjukkan, bahwa ada interaksi antara lama fermentasi dan perlakuan (aerasi dan tanpa aerasi), sehingga total padatan terlarut substrat mengalami penurunan. Gula yang terkandung dalam substrat tidak dimetabolisme oleh A. aceti menjadi alkohol seperti pada fermentasi alkohol. Total padatan terlarut berkurang sesuai dengan bertambahnya waktu fermentasi. Selain itu juga pengurangan total padatan terlarut disebabkan oleh makin berkurangnya sumber nutrien dan substrat pada larutan.

Menurut Sudarmadji et al., 1989, bahwa terjadinya penurunan total padatan terlarut diduga disebabkan karena bakteri A. aceti akan menggunakan D-glukosa dan D-manosa sehingga terjadi pH akhir di

bawah 4.5. Selain itu ditambahkan oleh Sulistyowati et al., bahwa gula dipergunakan sebagai sumber karbon untuk aktifitas bakteri, sehingga jumlahnya semakin menurun sesuai lama fermentasi yang dilakukan.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 11) menunjukkan, bahwa lama fermentasi (hari) sangat berbeda nyata terhadap perubahan total padatan terlarut substrat. Hasil uji lanjut Duncan’s (Lampiran 12) bahwa perlakuan aerasi (dengan dan tanpa aerasi) tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut substrat.

4. Nilai pH

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan keasaman di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Dalam proses fermentasi dilakukan pengukuran nilai pH untuk mengetahui sifat keasaman dari produk. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14, dimana suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.

Nilai pH dari substrat sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Perubahan pH substrat selama 21 hari fermentasi dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai pH tertinggi terdapat pada hari ke-21 sebesar 3.78 dengan perlakuan tanpa aerasi, sedangkan yang terendah terdapat pada hari ke-14 yaitu 2.72 dengan perlakuan aerasi (dengan atau tanpa aerasi). Hardjo et al. (1991) mengemukakan bahwa produksi asam asetat dipengaruhi oleh perlakuan lama fermentasi serta penurunan pH larutan hingga 2.8-3.8.

Tabel 8. Perubahan nilai pH pulpa kakao selama fermentasi Perlakuan

Nilai pH

Lama fermentasi (hari)

0 7 14 21

Aerasi 3.43 2.87 2.72 2.93

Tanpa aerasi 3.42 3.27 3.23 3.78

Penurunan pH disebabkan oleh akumulasi asam asetat yang dihasilkan selama proses fermentasi alkohol, dimana semakin tinggi asam

asetat yang dihasilkan, maka semakin rendah pH yang didapatkan dan produk yang dihasilkan juga semakin asam. Fermentasi alkohol dengan perlakuan aerasi selama 14 hari, memiliki kadar asam asetat tertinggi (Tabel 8), sehingga nilai pH yang didapatkan juga semakin rendah.

2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4 3.6 3.8 4.0 0 7 14 21

Lama Fermentasi (Hari)

N il ai p H Aerasi Tanpa aerasi

Gambar 13. Grafik perubahan nilai pH pulpa kakao selama fermentasi Gambar 13 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai pH pada hari ke- 14. Menurut Desroiser (1988), asam akan memberi rasa asam pada larutan dengan melepaskan proton H+ yang juga menyebabkan penurunan nilai pH. Selain itu juga penurunan nilai pH disebabkan oleh pembentukkan asam-asam organik selama fermentasi, khususnya asam asetat yang diperoleh dari hasil metabolisme A aceti, sehingga meningkatkan kadar asam substrat selama fermentasi.

Analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan, bahwa lama fermentasi sangat berbeda nyata terhadap pH substrat. Uji lanjut Duncan’s (Lampiran 14) menunjukkan, bahwa dengan adanya perlakuan aerasi (dengan atau tanpa aerasi), maka dapat menghasilkan nilai pH yang berbeda nyata sedangkan lamanya fermentasi (hari) menghasilkan nilai pH yang tidak berbeda nyata.

Hasil nilai pH yang diperoleh pada tahap fermentasi asam asetat ini adalah berkisar antara 2 – 3%, dimana jika berdasarkan klasifikasi keasaman (Tabel 9) maka nilai pH yang didapatkan adalah berasam tinggi.

Tabel 9. Klasifikasi keasaman berdasarkan nilai pH dan bahan pangan

Klasifikasi keasaman pH Bahan pangan

Berasam rendah 7.0 Daging, ikan, susu dan unggas 6.0 Sayur-sayuran

5.0 Sop

Berasam sedang 4.5 Macam-macam bahan pangan

Asam 3.7 Buah-buahan

Berasam tinggi 3.0 Bahan pangan sangat asam

2.0 Bahan pangan sangat asam Sumber : (Anonim, 2008)

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Konsentrasi gula 15% dan starter ragi roti 20% dapat menghasilkan kadar alkohol sebanyak 10% dan merupakan kadar kondisi terbaik untuk dilanjutkan dalam fermentasi asam asetat.

2. Dari kadar alkohol yang dihasilkan, maka waktu atau lama fermentasi yang optimum untuk menghasilkan kadar alkohol adalah pada hari ke 12. 3. Dengan perlakuan aerasi, pada hari ke-14 diperoleh hasil asam asetat

dengan kadar 4.31% sedangkan tanpa aerasi kadar asam setat yang dihasilkan adalah 2.63%.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengatur kecepatan pengadukan aerasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M. R. 1980. The Small Scale Production of Vinegar from Bananas. Tropical Products Institute, New York.

Amarine, M. A., Berg, W., Kunkee, R. E.., Ough, C. S., Singleton, V. I., Webb, A. D. 1980. The Technology of Wine Making. AVI Publising Company, Inc. Westport, Connecticut.

Amarine, M. A., Berg, W. H., Kunkee, R. E.., Ough, C. S., Singleton, V. I., Webb, A. D. 1987. Technology of Wine Making. AVI Publ. Co. Inc. Westport, Connecticut.

Anonim. 2008. www.madehow.com.Vinegar.html.(9 September 2008)

Dokumen terkait