• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.3.2.1. Rancangan Percobaan

3.3.2. Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi pembuatan dua buah produk yaitu sari buah tanpa filtrasi dan sari buah dengan filtrasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan kelayakan dari segi ekonomi dari dua buah produk yang dihasilkan dan perhitungan nilai tambah (added value) dari buah rambutan segar menjadi sari buah rambutan. Rancangan percobaan dan Analisis Data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.3.2.1. Rancangan Percobaan 3.3.2.1.1. Sari Buah Tanpa Filtrasi

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan SPSS versi 13,0. Faktor-faktor perlakuan yang digunakan dalam penelitian pembuatan sari buah rambutan ini adalah:

1. Pengkondisian pH

(A1 ) = tanpa pengkondisian pH

(A2 ) = dengan pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/L) 2. Penambahan pengawet

(B1 ) = tanpa penambahan pengawet

(B2 ) = dengan penambahan pengawet : asam benzoat 0,25 g/1kg + asam sorbat 0,25 g/kg

3. Penambahan zat penstabil (C1 ) = tanpa zat penstabil

(C2 ) = dengan penambahan zat penstabil : karagenan 1,25 g/1kg + CMC 1,25 g/1kg

Model rancangan :

Keterangan :

µ = nilai rata-rata sebenarnya i = 1,2 (A1, A2)

37

k = 1,2 (C1, C2) z = ulangan (1, 2, 3)

Ai = pengaruh faktor A pada taraf ke-i Bj = pengaruh faktor B pada taraf ke-j Ck = pengaruh faktor C pada taraf ke-k

ABij = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j ACik = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor C pada taraf ke-k BCjk = pengaruh interaksi faktor B pada taraf ke-j dan faktor C pada taraf ke-k ABCijk = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i, faktor B pada taraf ke-j,dan faktor C pada taraf ke-k dengan ulangan ke-z

ijkz = galat perlakuan

3.3.2.1.2. Sari Buah Dengan Filtrasi

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan tiga kali pengulangan. Faktor-faktor perlakuan yang digunakan dalam penelitian pembuatan sari buah rambutan ini adalah: 1. Pengkondisian pH

(A1 ) = dengan pengkondisian pH

(A2 ) = tanpa pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/L) 2. Suhu penyimpanan

(B1 ) = suhu 5oC±2oC (B2 ) = suhu 27oC±2oC Model rancangan :

Dimana :

i = tanpa pengkondisian pH dan pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/L) j = suhu penyimpanan 27oC 2oC dan suhu penyimpanan 5oC±2o

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor suhu (A) taraf ke-i faktor pH (B) taraf ke-j = rataan umum

i = pengaruh faktor utama pH

j = pengaruh faktor utama suhu penyimpanan ijk ij j i ijk

Y

38

( )ij = Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B ij = galat perlakuan.

3.3.2.2. Analisa Finansial

Analisa finansial agroindustri sari buah rambutan tanpa membran dan sari buah rambutan dengan membran dilakukan pada skala minimum ekonomis dan dilakukan juga analisa sensitifitas. Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria kelayakan investasi pada tingkat suku bunga 18 % /tahun. Kriteria investasi yang digunakan antara lain Break Even Point (BEP), Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (net B/C rasio), dan analisa sensitivitas. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV, BEP, PBP, IRR dan B/C rasio seperti pada persamaan 1 sampai 5. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kondisi proyek jika terjadi perubahan tingkat suku bunga dan perubahan harga bahan baku (kg rambutan segar).

3.3.2.3. Analisa Nilai Tambah

Perhitungan nilai tambah dilakukan dilakukan pada sari buah dengan perlakuan terbaik, dari kedua jenis sari buah yaitu sari buah tanpa filtrasi dan sari buah dengan filtrasi membran. Perhitungan ini menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) seperti yang terlihat pada Tabel 5. Pengukuran nilai tambah dengan metode diatas dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya pengolahan. Selain nilai tambah yang besarnya dihitung dalam rupiah/kg bahan baku, juga dianalisa rasio nilai tambah (%), imbalan tenaga kerja (Rp/kg), bagian tenaga kerja (%), keuntungan (Rp/kg), dan tingkat keuntungan (%).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. SARI BUAH TANPA FILTRASI

Analisis terhadap komponen kimia buah rambutan varietas lebak bulus menunjukkan bahwa kandungan Vitamin C sebesar 48,13 mg/100 g, lebih rendah dari nilai yang dilaporkan pada literatur, yaitu kandungan Vitamin C didalam rambutan segar 66,75 mg / 100 ml rambutan (Broto, 1981) dan 58 mg per 100 ml rambutan (Depkes RI, 1981), total asam sebesar 0,044%, dan pH pada kisaran 4,5 serta rasio TPT (total padatan terlarut) sebesar 19,8%. Tabel 6 menyajikan karakteristik kandungan kimia buah rambutan jenis lebak bulus.

Tabel 6. Karakteristik kandungan kimia buah rambutan jenis lebak bulus

Komponen Keterangan

Vitamin C 48,13 mg/100 g

Total Asam 0,044 %

TPT (total padatan terlarut) 19,8 Briks

Ph 4,5%

Pada proses pembuatan sari buah rambutan dihasilkan sari buah sebanyak 18,71 %. Sisanya adalah kulit sebesar 55,41 %, biji sebesar 9,15 %, ampas buah rambutan sebesar 11,01 %. Kehilangan bagian buah juga terjadi selama proses ini yaitu 5,71 %. Kehilangan buah yang terbanyak terjadi pada saat proses pengepresan, bagian buah yang merupakan sisa hasil ekstraksi yang tidak dapat dimasukkan kedalam hasil percobaan terdapat pada sikat dan saringan pulper yang hanya bisa dibersihkan dengan air. Tabel 7 menyajikan neraca massa proses pembuatan sari buah rambutan

Tabel 7. Neraca massa proses pembuatan sari buah rambutan tanpa filtrasi

Bagian Buah %

Rambutan utuh 100

Rambutan tanpa kulit 45,49

Kulit 55,41

Biji 9,15

Ampas 11,01

Sari buah 18,71

40

Jenis pengawet

Kondisi terbaik diperoleh pada perlakuan campuran natrium benzoat (0,4 g/l) + kalium sorbat (0,2 g/l). Penggunaan pengawet pada pembuatan sari buah tanpa filtrasi bertujuan untuk memperpanjang masa simpan dari sari buah rambutan yang dihasilkan. Pemakaian campuran kedua jenis pengawet ini digunakan karena kedua jenis pengawet tersebut memiliki efek sinergi satu sama lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Beuchat (1981), bahwa efek sinergi antara kalium sorbat dan natrium benzoat menunjukkan pengaruh yang nyata pada pH < 5,5 dalam menghambat pertumbuhan khamir, dan hal ini dapat menjadi acuan dalam menekan kemungkinan hilangnya nutrisi selama pengolahan.

Jumlah pengawet yang digunakan pada pembuatan sari buah tanpa filtrasi adalah natrium benzoat sebanyak 0,25 g/l dan kalium sorbat sebanyak 0,25 g/l, jumlah ini lebih rendah dari jumlah pemakaian pada penelitian pendahuluan yaitu natrium benzoat (0,4 g/l) dan kalium sorbat (0,2 g/l), hal ini dilakukan untuk memenuhi jumlah standar maksimum pemakaian pengawet pada bahan pangan yang paling mendekati karakteristik sari buah berdasarkan daftar bahan pengawet organik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh Dirjen POM dalam Cahyadi (2006) yaitu natrium benzoat untuk jenis pangan minuman ringan adalah 0,6 g/kg, sedangkan untuk kalium sorbat untuk jenis pangan pekatan sari nenas adalah 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium sorbat atau dengan natrium benzoat dan garamnya dengan senyawa sulfit tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg

Teknik pasteurisasi

Kondisi terbaik diperoleh pada penggunaan single pasteurisasi dengan suhu 70o

C selama 10 menit. Pasteurisasi merupakan salah teknik pengawetan yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim, mematikan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas, tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan atau penurunan mutu gizi dan organoleptik. Proses pengawetan dengan teknik pasteurisasi dipengaruhi oleh karakteristik sari buah yang dipasteurisasi terutama hubungannya dengan nilai pH.

41

Penggunaan zat penstabil

Kondisi terbaik diperoleh dari penggunaan zat penstabil karagenan 1,25 g/l + CMC 1,25 g/ l (lampiran 2.1), Jumlah ini memenuhi standar maksimum pemakaian pengawet pada bahan pangan yang paling mendekati karakteristik sari buah berdasarkan SNI 01.0222.1995. Bahan-bahan penstabil dan pembentuk gel yang larut dalam air disebut dengan gom, pentingnya gom dalam bahan pangan adalah berdasarkan sifat larut air yang mempengaruhi struktur pangan dan sifat-sifat yang berkaitan dengan ciri tersebut. Zat penstabil digunakan untuk mencegah terjadinya pemisahan antara pulp dan sari buah rambutan. Menurut Pujimulyani (2009), upaya untuk mempertahankan sistem dispersi tersebut dengan menambahkan zat penstabil yang bertujuan untuk mengurangi / menghilangkan kecendrungan penggabungan partikel dan pengendapan.

Zat penstabil yang digunakan adalah karagenan 1,25 g/l + CMC 1,25 g/l, Menurut Hernandes et al., (2001), pencampuran dua macam zat penstabil dapat menciptakan sistem dispersi dengan viskositas yang lebih baik dari pada penggunaan satu macam zat penstabil. Viskositas yang diperoleh dari campuran dua sistem dengan laju geser yang berbeda, sangat tergantung pada masing-masing zat penstabil yang digunakan. Gambar 8 menyajikan gambar sari buah rambutan tanpa filtrasi.

Gambar 8. Sari buah rambutan tanpa filtrasi

Pengkondisian pH dilakukan sebagai salah satu teknik pengawetan, menurut Cahyadi (2006), bahwa pengatur keasaman (asidulan) merupakan senyawa kimia yang bersifat asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang

42

tidak disukai. Adapun asidulan yang digunakan adalah asam sitrat, bahwa asam sitrat banyak digunakan untuk produk sari buah (Furia, 1972).

4.1.2. SARI BUAH DENGAN FILTRASI

Pada pembuatan sari buah rambutan dengan menggunakan membran mikrofiltrasi pada proses filtrasinya menghasilkan sari buah rambutan dengan rendemen sebesar 14,49% lebih rendah dibanding rendemen sari buah rambutan tanpa filtrasi yaitu sebesar 18,71% (Tabel 7). Tabel 8 menyajikan Neraca massa proses pembuatan sari buah rambutan

Tabel 8. Neraca massa proses pembuatan sari buah rambutan dengan filtrasi

Bagian Buah %

Rambutan utuh 100

Rambutan tanpa kulit 45,49

Kulit 55,41

Biji 9,15

Ampas 11,01

Sari buah 14,49

Loss 9,93

Sari buah dengan filtrasi membran yang dihasilkan adalah sari buah dengan kenampakan fisik yang jernih, hal ini disebabkan karena semua padatan terlarut dan tersuspensi telah tersaring, baik dari proses sentrifuse dan proses filtrasi. penelitian Chang et al., (2000) menunjukkan bahwa tingkat perubahan warna pada sari buah lychee, yang dianggap memiliki kualitas kurang baik berdasarkan penerimaan konsumen akibat padatan terlarut dapat dihilangkan dengan filtrasi dan sentrifugasi.

Perubahan fisik yang terjadi pada sari buah rambutan setelah melewati beberapa proses menunjukkan perubahan seperti pada Gambar 9. Menurut Nelson dan Tressler (1980) yang melakukan penelitian dengan menggunakan buah apel bahwa sari buah apel termasuk dalam jenis sari buah yang sedikit lebih jernih dibandingkan dengan sari buah yang tidak diklarifikasi, tetapi dianggap lebih buram dari pada sari buah yang telah disaring, yang dapat dibuat dengan tekanan, penyaringan maupun dengan menggunakan mesin pemutar dengan putaran (sentrifuse). Menurut Pujimulyani (2009), sentrifugasi pulp buah-buahan dilakukan untuk memisahkan cairan dari jaringan buah. Masalah yang timbul

43

pada buah berry adalah sifat pulp yang mengandung pektin yang tinggi sehingga cairan buah sulit dipisahkan. Gambar 9 menyajikan perubahan fisik sari buah pada beberapa tahapan proses.

Gambar 9. perubahan fisik sari buah pada beberapa tahapan proses Total padatan terlarut mengalami perubahan selama proses pengolahan, demikian pula dengan pH. Perubahan TPT (total padatan terlarut) dan pH sari buah rambutan selama proses penyaringan berganda sampai 200 mesh, proses sentrifuse dan penyaringan dengan filtrasi membran disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Perubahan TPT (total padatan terlarut) dan pH pada sari buah rambutan

Proses TPT

(total padatan terlarut) (oBriks )

pH

Rambutan segar 19,8 4,5

Sari buah sebelum penyaringan ganda 19,4 4,2

Sari buah setelah 65 mesh 19 4,2

Sari buah setelah 100 mesh 19 4,2

Sari buah setelah 150 mesh 18,8 4,2

Sari buah setelah 200 mesh 18,4 4,2

Sari buah setelah sentrifuse 17 4,2

Sari buah setelah membran 16 4,2

Penentuan kondisi tunak

Penentuan kondisi optimal tekanan yang digunakan pada membran mikrofiltrasi dilakukan dengan menggunakan 2 jenis tekanan masuk 2 bar dan 3 bar, dimana kemudian diketahui bahwa tekanan masuk 2 bar menghasilkan

Sari buah rambutan Setelah sentrifuse Setelah mikrofiltrasi

44

kondisi filtrasi yang lebih optimum. Sedangkan dengan tekanan masuk 3 bar, membran mikrofiltrasi mengalami fouling sehingga menghambat proses filtrasi. Proses pasteurisasi

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa sari buah yang tidak didahului dengan pasteurisasi mengalami penggelembungan akibat aktivitas mikroorganisme pada hari ke-3. Hal ini disebabkan karena sari buah dari proses filtrasi mengalami kontaminasi ulang setelah melalui mikrofiltrasi. Sari buah dari proses filtrasi membran langsung dimasukkan ke dalam cup dan ditutup dengan cup sealer. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan dua suhu penyimpanan berbeda yaitu suhu 5oC dan 10oC, kerusakan sari buah ditandai dengan menggelembungnya sari buah selama penyimpanan akibat aktivitas mikroorganisme.

4.2.PENELITIAN UTAMA

4.2.1. KARAKTERISASI SARI BUAH TANPA FILTRASI

4.2.1.1. Karakteristik kimia

Sari buah tanpa filtrasi yang dihasilkan pada penelitian ini digolongkan dalam jenis fruit juice nectar, sesuai dengan pengertiannya dalam Satuhu (2003) yaitu minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah dengan air dan gula. Kriteria lain yang mendukung penggolongan ini adalah kadar bilangan formol yang terdapat pada sari buah tanpa filtrasi yang hanya berkisar antara 9-10 ml NaOH / 100 ml sari buah rambutan. Sedangkan persyaratan bilangan formol adalah minimal 15 ml NaOH / 100 ml yang pengujiannya diatur dalam SNI (1995) tentang minuman sari buah.

Penentuan total asam (Rangana, 1977) dilakukan dengan titrasi asam basa dengan indikator phenolptalein, total asam ini terhitung sebagai asam sitrat. Asam-asam organik yang terdapat pada buah terutama asam sitrat dan asam lain seperti asam malat, asam sitrat asam oksalat dan asam tartarat.

45

Penentuan vitamin C ini dikerjakan dengan titrasi iodometri. Indikator yang dipakai adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari iod-amilum. Menurut (Sudarmadji et al., 1989) bahwa penentuan vitamin C dapat dikerjakan dengan titrasi iodine, hal ini berdasarkan sifat vitamin C yang dapat bereaksi dengan iodin. Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodine yaitu tiap ml 0,01 N iodine ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Total asam

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa selama penyimpanan interaksi antara perlakuan pengkondisian pH, pengawet dan zat penstabil tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total asam sari buah rambutan tanpa filtrasi. Pengaruh yang nyata pada taraf 5% dari faktor tunggal perlakuan zat penstabil ditemukan pada penyimpanan hari 7, hari 14, hari 30, hari ke-60 dan hari ke-90 demikian pula pada penyimpanan hari ke-14 untuk faktor tunggal perlakuan pengkondisian pH. Pengaruh yang nyata pada taraf 5 % diperoleh dari interaksi perlakuan pengawet dan zat penstabil pada penyimpanan hari ke-1. Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji tukey menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pengawet dan penambahan zat penstabil berbeda dengan perlakuan lain (Lampiran 3.1.1-3.1.6).

Hasil analisis keragaman untuk melihat kadar total asam selama penyimpanan menunjukkan bahwa selama penyimpanan tidak ada pengaruh yang nyata terhadap kadar total asam sari buah rambutan tanpa filtrasi. (Lampiran 3.1.7).

Nilai total asam bervariasi pada dari 0,01% sampai 0,03%. Kadar asam tertinggi pada penyimpanan hari ke-1 adalah pada kombinasi perlakuan pengkondisian pH + penambahan pengawet dan kombinasi perlakuan pengkondisian pH + penambahan pengawet + penambahan zat penstabil yaitu 0,02%. Secara keseluruhan diketahui bahwa perlakuan pengkondisian pH menyebabkan nilai total asam juga akan meningkat pada setiap perlakuan, seperti yang disajikan pada Gambar 10.

46

Gambar 10. Grafik Persentase Total Asam pada Sari Buah Rambutan dengan berbagai perlakuan

Keterangan :

A1B1C1 = Kontrol (rusak pada penyimpanan hari ke-14) A1B1C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l)

A1B2C1 = Penambahan pengawet (natrium benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l) A1B2C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l) dan penambahan pengawet (natrium

benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l)

A2B1C1 = Penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l)

A2B1C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l) dan penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l)

A2B2C1 = Penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l) dan penambahan pengawet (natrium benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l) A2B2C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l), penambahan pengawet (natrium

benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l) dan penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l)

Gambar 10 menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat pada perlakuan dengan pengkondisian pH mengakibatkan meningkatnya kadar total asam pada sari buah yang dihasilkan. Adanya kecendrungan peningkatan total asam selama penyimpanan pada beberapa perlakuan diduga disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme khususnya bakteri asam pembentuk spora. Menurut Winarno dan Jenie (1974) yang menyatakan bahwa Bacillus subtilis, Bacillus coagulans, dan Lactobacillus.spp merupakan bakteri pembentuk spora penyebab kebusukan pada makanan dan Lactobacillus.spp juga sering terdapat pada sari buah, bakteri ini dapat mengkonversi gula seperti glukosa, fruktosa dan sukrosa menjadi asam laktat dan asam asetat

0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03

ke-1 ke-7 ke-14 ke-30 ke-60 hari ke-90

Total asam (%)

Penyimpanan (hari)

A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

47

Vitamin C

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa selama penyimpanan interaksi antara perlakuan pengkondisian pH, pengawet dan zat penstabil tidak memberikan pengaruh yang nyata pada terhadap kadar vitamin C pada sari buah rambutan yang dihasilkan. Pengaruh yang nyata pada taraf 5% ditemukan pada penyimpanan hari ke-14 untuk faktor tunggal perlakuan penambahan zat pengawet (Lampiran 3.2.1-3.2.6).

Hasil uji lanjut BNT dilakukan untuk melihat kadar vitamin C selama penyimpanan setelah hasil analisis keragaman menunjukkan pengaruh hari penyimpanan terhadap kadar vitamin C yang sangat nyata pada taraf 1%. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya pada penyimpanan hari ke-1, ke-7, dan ke-60 kadar vitamin C berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan penyimpanan hari ke 90. Sedangkan pengaruh penyimpanan pada hari ke-14 dan ke-30 menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar vitamin C (lampiran 3.2.7).

Kadar Vitamin C pada sari buah rambutan tanpa filtrasi bervariasi antara 30,7 mg/100 g 17,2 mg/100 g. Kadar Vitamin C yang tertinggi diperoleh dari perlakuan pengkondisian pH pada penyimpanan hari ke-1, ke-14 dan ke-90 yaitu sebanyak 23,4 mg/100 g, 26,3 mg/100 g dan 26,3 mg/100g. sedangkan untuk penyimpanan hari ke-7 kadar vitamin C yang tertinggi diperoleh dari perlakuan kontrol yaitu sebanyak 30,7 g/100 mg. Pada penyimpanan hari ke-30 kadar vitamin C yang tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan zat penstabil. Selanjutnya pada penyimpanan hari ke-60 kadar Vitamin C tertinggi diperoleh dari perlakuan pengkondisian pH + penambahan pengawet + penambahan zat penstabil yaitu 29,3 mg/100 g, seperti yang disajikan pada Gambar 11.

48

Gambar 11. Grafik Persentase Vitamin C pada Sari Buah Rambutan dengan berbagai perlakuan

Keterangan :

A1B1C1 = Kontrol (rusak pada penyimpanan hari ke-14) A1B1C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l)

A1B2C1 = Penambahan pengawet (natrium benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l) A1B2C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l) dan penambahan pengawet (natrium

benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l)

A2B1C1 = Penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l)

A2B1C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l) dan penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l)

A2B2C1 =Penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l) + penambahan pengawet (natrium benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l) A2B2C2 = Pengkondisian pH (asam sitrat 1 g/l), penambahan pengawet (natrium

benzoat 0,25 g/l + kalium sorbat 0,25 g/l) dan penambahan zat penstabil (karagenan 1,25 g/kg + CMC 1,25 g/ l)

Nilai vitamin C menunjukkan kestabilan selama penyimpanan, hal ini terkait dengan kondisi sari buah rambutan tanpa filtrasi yang dihasilkan, yaitu memiliki kisaran pH antara 4,5-3,3. Vitamin C akan cenderung lebih stabil pada kondisi asam, menurut Winarno (1992), bahwa vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam.

Kondisi penyimpanan juga berpengaruh dalam kestabilan vitamin C, berdasarkan hasil penelitian Cakmakci dan Turgut (2005), bahwa kehilangan vitamin C tertinggi pada susu pasteurisasi diperoleh pada penyimpanan dengan

15.0 17.0 19.0 21.0 23.0 25.0 27.0 29.0 31.0

ke-1 ke-7 ke-14 ke-30 ke-60 ke-90

Vitamin C (%)

Penyimpanan (hari)

A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

49

menggunakan cahaya normal dan cahaya lampu neon, sedangkan vitamin C yang terdapat pada susu dengan penyimpanan gelap cenderung lebih stabil. Kondisi penyimpanan sari buah rambutan tanpa filtrasi sedapat mungkin meminimalis kontak dengan udara dan cahaya dengan menggunakan kemasan sekunder berupa kardus untuk melindungi kemasan primer dari sari buah rambutan yang menggunakan gelas bening dari bahan polypropylene (PP) dan dikemas dengan system laminasi menggunakan plastik polyethylene (PE).

4.2.1.2. Karakteristik fisik

Karakteristik fisik dilakukan dengan beberapa analisa yaitu kejernihan (%T), viskositas (cP), pH, dan total padatan terlarut / TPT (oBriks). Kejernihan (%T) merupakan salah satu karakteristik sari buah yang dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna, serta dianalisa dengan menggunakan spektrofotometri. Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum lambert beer, bila cahaya monokromatik (Io ) melalui suatu media (larutan) ,maka sebagian cahaya tersebut diserao (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (Io). Transmitans (%T) adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati sampel (It ) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Io ). adalah absorpsi molar atau koefisien molar yang nilainya dipengaruhi oleh sifat-sifat khas dari materi yang diradiasi. Pada penelitian ini kejernihan diukur dengan cara nefelometri yaitu pengukuran berdasarkan sinar yang dihamburkan atau dibelokkan oleh adanya butir-butir partikel yang terdispersi dalam larutan (Johannes, 1973).

Viskositas merupakan sifat fisika yang pengukurannya dapat dilakukan dalam pengujian bahan pangan, nilai pangan dikatakan viskos jika nilai viskositasnya tinggi dan sebaliknya dikatakan encer jika nilai viskositasnya rendah. Menurut deMan (1997) untuk cairan Newton, sudah cukup mengukur nisbah tekanan geser kemudian berdasarkan hasil ini viskositas dapat dihitung. Pengukuran viskositas dapat dilakukan dengan menggunakan viskometer.

Total padatan terlarut adalah total padatan yang terlarut dari seluruh komponen yang ada yaitu asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam, dan gula. Penentuan total padatan terlarut sari buah rambutan dilakukan dengan

50

menggunakan hand refraktometer. Satu tetes sari buah rambutan tanpa filtrasi diteteskan ditengah kaca contoh pada hand refraktometer dan tunggu beberapa saat, nilai besar total padatan terlarut dengan satuan °Brix akan segera muncul secara otomatis.

Nilai pH adalah salah satu indikator yang penting dalam prinsip pengawetan bahan pangan. Untuk menentukan berapa derajat keasaman suatu larutan atau bahan digunakan adalah pH meter.

Kejernihan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pengkondisian pH, pengawet dan zat penstabil berpengaruh nyata pada taraf 5% terhadap kejernihan sari buah rambutan pada penyimpanan hari ke-1 dan ke-7. Pada penyimpanan selanjutnya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Pada penyimpanan hari ke-14 dan hari ke-60 terdapat pengaruh yang nyata pada taraf 5% untuk interaksi antara faktor perlakuan pengawet dan zat penstabil. Pengaruh yang nyata pada taraf 5% dari faktor perlakuan pengkondisian pH dan pengawet juga ditemukan pada penyimpanan hari ke-30 dan ke-60.

Pada penyimpanan hari ke-1 uji lanjut tukey menunjukkan bahwa ada beberapa perlakuan yang berbeda, demikian pula dengan penyimpanan hari ke-2. Uji lanjut terhadap interaksi faktor perlakuan pengawet dan zat penstabil menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pengawet dan penambahan penstabil tidak berbeda dengan perlakuan penambahan pengawet tetapi berbeda dengan perlakuan kontrol dan perlakuan penambahan penambahan penstabil. Hasil uji lanjut tukey pada penyimpanan hari ke-30 menunjukkan interaksi faktor pengkondisian pH dan pengawet pada masing masing perlakuan tidak berbeda satu sama lain. Selanjutnya pada penyimpanan hari ke-60 interaksi perlakuan penstabil dan pengawet menunjukkan perbedaan viskositas pada beberapa perlakuan seperti yang disajikan pada Lampiran 3.3.1-3.3.6

Hasil analisis keragaman untuk melihat kejernihan sari buah rambutan tanpa filtrasi selama penyimpanan menunjukkan bahwa selama penyimpanan tidak ada pengaruh yang nyata terhadap kejernihan sari buah rambutan tanpa filtrasi.

Dokumen terkait