• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

4.3. Rancangan Struktural

Dalam perancangan pemilihan bahan dan bentuk rancangan yang akan digunakan merupakan suatu proses yang sangat penting dan menentukan hasil terbaik. Rancangan struktural dari alat roda bantu kelima ini dirancang sedemikian rupa sehingga akan sesuai dengan apa yang diharapkan saat pengukuran dan sesuai untuk dirangkaikan pada rangka traktor roda empat.

Secara keseluruhan, rancangan roda bantu kelima ini berbentuk seperti roda bagian depan sepeda kecil yang menggunakan garpu (fork) sebagai pegangan roda, hanya saja roda yang digunakan berukuran kecil dengan diameter 20 cm. Hal ini untuk memungkinkan putaran roda secara konstan sesuai dengan kecepatan yang dihasilkan oleh traktor uji untuk menarik traktor beban, sehingga dapat mengurangi beban roda agar dapat berputar sempurna tanpa slip ditunjang dengan alur roda yang baik.

Pada penelitian ini dibuat satu buah alat roda bantu kelima dengan ukuran yang sesuai dengan tinggi dan bentuk rangka traktor roda empat. Roda bantu ini terdiri atas: plat besi sebagai landasan, engsel, garpu (fork), velg dan roda karet.

4.3.1. Plat Besi

Plat ini merupakan tempat dudukan atau landasan roda bantu yang disambungkan pada rangka traktor bagian bawah diantara roda kanan dan roda kiri. Sebagai penghubung antara kerangka traktor roda empat dengan roda bantu, juga sebagai bingkai yang melekat pada rangka.

Gambar 11. Plat besi

4.3.2. Engsel

Engsel berfungsi sebagai sambungan yang memberikan gaya bebas pada roda bantu untuk menentukan posisi yang tepat agar roda dapat bersentuhan dengan tanah. Jenis bantalan yang menghubungkan 2 buah benda padat, biasanya memungkinkan hanya terbatas sudut rotasi antara kedua buah benda tersebut. Dua buah objek dihubungkan oleh ideal engsel berputar relatif terhadap satu sama lain tentang tetap sumbu rotasi, dibuat dari komponen bergerak.

4.3.3. Garpu (fork)

Garpu befungsi sebagai penghubung dudukan roda yang dipasangkan sehingga roda akan mempunyai jalur sehingga akan berjalan lurus pada lintasan tanah atau beton. Untuk memegang roda dan memudahkan pengguna untuk mengarahkan dan menyeimbangkan. Untuk menopang beban goncangan jalan melalui roda. Beban yang ditanggung oleh garpu adalah goncangan jalan dan beban pengemudi serta berat.

Gambar 13. Garpu (fork)

4.3.4. Velg

Velg berfungsi sebagai rangka yang memberikan roda kekuatan sehingga dapat berputar dengan baik. Lingkaran luar desain logam yang tepi bagian dalam dari ban sudah terpasang, tempat ban berada. Velg yang terlalu luas dengan lebar ban dapat menghasilkan lebih banyak getaran dan kurang nyaman karena dinding samping ban tidak cukup kelengkungan yang fleksibel.

Gambar 14. Velg

4.3.5. Roda Karet

Roda karet berfungsi sebagai parameter berjalan yang bersentuhan dengan tanah untuk diketahui jumlah putarannya secara teliti dan cermat. Membantu untuk menyerap getaran dan kejutan, sehingga melindungi beban juga sebagai pengurang kebisingan.

4.4.

Analisis Teknik

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kekuatan bahan dalam rancangan bantalan menggunakan persamaan (8) sebagai berikut (Sularso et al, 1978).

W =ݓݔ݈...(8) Keterangan : W = Berat beban (kg)

w = Beban per satuan panjang (kg/mm) ݈ = Panjang bantalan (mm)

w = W/l 3 kg / 300 mm = 0.01 kg/mm W = 2560 kg / 300 mm

= 8.6 kg/mm

Persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan bahan dalam rancangan bantalan menggunakan persamaan (9) sebagai berikut (Sularso et al, 1978).

p =ܹȀ݈݀...(9) Keterangan : p = Tekanan (kg/mm2) W = Berat beban (kg) ݈ = Panjang bantalan (mm) d = Diameter poros (mm) p = W/ld 2560 kg/6000 mm2= 0.43 kg/mm2

Jadi, tekanan maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 0.43 kg/mm2. Hasil tersebut merupakan kriteria dari besi cor yang dipergunakan sebagai bantalan pada roda bantu kelima.

4.5.

Rancangan Roda Bantu (Fifth Wheel)

Roda bantu atau biasa disebut dengan roda kelima pada penelitian ini tergolong dalam jenis roda tambahan yang berfungsi untuk menghasilkan putaran secara aktual dengan pembacaan putaran. Fungsi ini dapat dipenuhi menggunakan sensor sebagai pendeteksi jumlah putaran dengan membaca frekuensi elektromagnetik dari magnet yang menempel disekitar lingkar velgroda sejumlah 4 buah.

Fungsi kedua adalah untuk membandingkan putaran yang dihasilkan oleh roda bantu kelima dengan putaran pada roda traktor uji. Fungsi ini dapat dipenuhi oleh hasil putaran yang terekam oleh komputer dengan metode dan cara yang sama juga putaran roda traktor uji dapat dideteksi secara presisi.

Roda bantu dapat digunakan dalam pembacaan jumlah putaran secara aktual, sedangkan sensor untuk membaca gerakan magnet dengan hantaran gaya elektromagnetik. Ditunjukkan oleh Gambar 16 dan 17 berikut.

Letak magnet Gambar 16. Desain roda bantu dan letak magnet

Letak sensor

Gambar 17. Letak sensor pada traktor uji

Pada Gambar 16 dan 17 diatas merupakan rancangan roda bantu pada penelitian ini dilengkapi instrumen power supply dan mikrokontroler yang dirancang khusus untuk membaca jumlah putaran aktual roda baik putaran roda bantu maupun roda pada traktor uji.

4.6.

KalibrasiLoad Celldan Instrumen

Getaran kalibrasi adalah proses verifikasi bahwa suatu akurasi alat ukur sesuai dengan rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi. Sistem manajemen kualitas memerlukan sistem pengukuran yang efektif, termasuk di dalamnya kalibrasi formal, periodik dan terdokumentasi.

Kalibrasi diperlukan untuk perangkat baru, ketika suatu perangkat mengalami tumbukan atau getaran yang berpotensi mengubah kalibrasi dan ketika hasil pengamatan dipertanyakan. Kalibrasi pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu.

Kalibrasi alat dilakukan dengan menggunakan traktor roda empat Yanmar seri YM330T dengan menarik roda bantu. Rpm yang dipergunakan oleh traktor adalah sebesar 1500 rpm, kemudian pengkalibrasian juga menggunakan jarak 10 meter sebagai acuan yang harus ditempuh dengan menggunakan lintasan lurus berbahan beton. Dalam hal ini kalibrasi yang dilakukan adalah untuk menghindari kesalahan indikasi atau koreksi yang setelahnya ditentukan dan disesuaikan.

Load cell sebagai unit pengukur beban tarik ditampilkan dan direkam oleh handy strain meter. Sebelum alat-alat digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu. Proses pengkalibrasian ini diawali dengan menghubungkan load cell dengan handy strain meter. Setelah keduanya terhubung kemudian kedua benda tersebut digantungkan pada sebuah crane. Untuk langkah selanjutnya dilakukan pembebanan pada load cell. Pembebanan pada

load cell dilakukan secara bertahap dengan tiga kali ulangan. Pada masing-masing pembebanan yang diberikan, nilai yang terbaca pada handy strain meter dicatat sebagai ukuran besarnya regangan yang terjadi.Load cell ditunjukkan oleh Gambar 18.

Gambar 18. Instrumen pengukur pembebanan load cell

Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Dari hasil kalibrasi diperoleh persamaan kalibrasinya (Fandra, 2009), yaitu:

Y = 1.962x + 0.747...(10) Dimana : y = beban tarik yang terukur (N)

x = regangan (—İ)

Berikut ini merupakan sirkuit instrumentasi didalam rancangan elektronika yang ditunjukkan oleh Gambar 19.

5 v

5 v

0v 5 v

Gambar 19. Sirkuit Instrumentasi

LM324 Mikro

P1 0 IC 7805

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

Kalibrasi Load Cell& Instrumen

Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan kalibrasi dengan alat instrument load cell telah dilakukan dengan cara member pembebanan yang bervariasi sehingga didapatkan data yang akurat.

Pada Lampiran 3 dapat dilihat variasi waktu yang menyatakan bahwa semakin rendah rpm yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran, maka waktu yang dibutuhkan semakin besar. Hal ini menunjukkan hubungan terbalik antara keduanya, yaitu semakin rendah rpm yang dipergunakan maka semakin tinggi waktu yang dihasilkan untuk melakukan pengukuran sehingga kecepatan yang terukur semakin kecil sesuai dengan torsi.

Traktor uji akan mampu menarik traktor beban apabila traksi yang dihasilkan oleh roda traksi, mampu merubah torsi menjadi tenaga tarik yang lebih besar dari tahanan gelinding. Dari hasil pengukuran beban tarik pada landasan beton dengan transmisi traktor uji 2000 rpm diperoleh hubungan drawbar pulldengan slip dan drawbar powerdengan slip.

Dari hasil kalibrasi ini akan didapatkan data yang memberi hubungan nyata antara data aktual dengan data pengujian, sehingga jika kedua data ini dipadukan akan memberikan gambaran bagaimana hubungan putaran roda traktor uji dengan putaran roda bantu (fifth wheel) didalam pengujian dan pengambilan data secara kontinyu. Berikut ini adalah data-data yang telah didapatkan dari hasil percobaan dan pengujian di lintasan beton.

Apabila jarak aktual yang ditempuh sejauh 10 meter, maka roda bantu kelima (fifth wheel) akan menempuh jarak putaran roda yang sama dengan jarak aktual.

Gambar 20. Pembacaan sensor magnet

Gambar 20 diatas merupakan pembacaan sensor magnet yang menggunakan program visual basic versi 6.0. Dari gambar tersebut dapat diketahui jumlah putaran yang dihasilkan oleh roda kanan dan kiri pada traktor uji serta roda bantu yang diletakkan pada traktor beban. Hasil yang didapatkan tersebut merupakan jumlah putaran roda secara aktual dengan memanfaatkan magnet untuk mengidentifikasi getaran elektromagnetik, sehingga jumlah putaran yang terbaca sangat detail.

Berikut ini merupakan grafik hasil kalibrasi roda bantu yang ditunjukkan oleh Gambar 21. Grafik tersebut merupakan hubungan antara jarak putaran roda dengan jarak aktual yang terbaca oleh sensor dan magnet.

Gambar 21. Grafik hasil kalibrasi roda bantu (fifth wheel)

5.2.

Kondisi Lintasan Uji

Hasil dari pengujian sifat fisik lintasan tanah, didapatkan data seperti pada Tabel 7. Pengukuran penetrasi tanah dilakukan secara acak pada lintasan uji yang telah dipersiapkan dengan menentukan 5 titik pengukuran, kemudian dilakukan pengukuran kembali pada lintasan yang telah dilewati oleh jejak roda traktor roda 2. Data kondisi lintasan uji di bawah didapatkan dari hasil pengukuran penetrasi tanah sebelum dan sesudah pengujian.

Tabel 7 . Data kondisi lintasan uji tanah

Kedalaman

Gaya penetrasi (kg) sebelum pengujian Tahanan penetrasi

(kPa) Titik I Titik II Titik III Titik IV Titik V Rata-

rata 0 (cm) 8 5 0 5 5 4.6 452.78 5 (cm) 13 6 9 7 9 8.8 864.38 10 (cm) 13 8 18 13 34 17.2 1687.58 15 (cm) 48 42 36 34 44 40.8 4000.38 20 (cm) 47 42 35 42 48 42.8 4196.38 Kedalaman

Gaya penetrasi (kg) sesudah pengujian Tahanan penetrasi

(kPa) Titik I Titik II Titik III Titik IV Titik V Rata-

rata 0 (cm) 50 50 46 46 50 48.4 4745.18 5 (cm) 43 50 50 50 50 48.6 4764.78 10 (cm) 50 47 31 36 49 42.6 4176.78 15 (cm) 50 50 48 49 50 49.4 4843.18 20 (cm) 50 42 50 38 47 45.4 4451.18 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ja rak Putar an Roda Jarak Aktual

Secara umum terjadi kenaikan nilai pemadatan tanah setelah pengujian kinerja pada lahan. Terjadinya kenaikan nilai penetrasi tanah untuk setiap kedalaman menunjukkan bahwa aktifitas traktor pada permukaan lintasan akan memberikan efek pemadatan tanah. Terlihat nilai penetrasi tanah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman pengukuran. Hal ini disebabkan pada pengamatan yang semakin dalam, tanah menjadi lebih kompak dan keras sehingga terjadi proses pemadatan tanah.

5.3.

Pengukuran Kinerja Tarik Traktor

Untuk mendapatkan data drawbar power, drawbar pull dan slip dilakukan pengujian kinerja tarik pada 2 lintasan yang berbeda, yaitu pada lintasan beton dan lintasan tanah. Masing-masing lintasan mendapat perlakuan pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar minyak nyamplung.

5.3.1. Kinerja Tarik pada Lintasan Beton

Data selengkapnya hasil pengukuran pada lintasan beton dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 11. Gambar 22 berikut menunjukkan penggandengan traktor uji dan traktor beban dengan sebuah

load cell yang dipasang pada kawat penarik yang menghubungkan kedua traktor pada saat pengambilan data di lintasan beton.

Gambar 22. Pengukuran kinerja tarik traktor uji pada lintasan beton

Dari pengujian di lintasan beton yang terlihat pada Gambar 22 untuk kinerja traktor uji menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar minyak nyamplung, tingkat pembebanan dari traktor beban dengan transmisi Low 1, putaran mesin 900 rpm. Hasil pengukuran kinerja traktor uji dengan bahan bakar solar dan bahan bakar minyak nyamplung disajikan pada Gambar 23 dan 24.

Gambar 23. Grafik hubungan drawbar pull dengan slip roda pada lintasan beton

Pada Gambar 23 tersebut diketahui beban tarikan (drawbar pull) pada lintasan beton yang dihasilkan oleh bahan bakar solar naik secara ekstrim mencapai maksimum 1285.34 N pada slip 52.20%. Beban tarikan yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak nyamplung sebesar 1262.25 N pada slip 55.93%. Dari kedua hasil pengujian tersebut pada lintasan beton dapat diketahui bahwa

drawbar pull maksimum dihasilkan dari penggunaan bahan bakar solar. Dari hasil slip tersebut maka tidak dilanjutkan dengan slip lebih dari 55.93% karena dapat mengakibatkan ban traktor uji menjadi terkikis habis.

Gambar 24. Grafik hubungan drawbar power dengan slip roda pada lintasan beton Pada Gambar 24 tersebut diketahui drawbar power yang dihasilkan dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung (1078.63 W) lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar solar (1028.21 W) dengan nilai selisih angka yang terpaut 50.42 W. Untuk drawbar power mencapai nilai maksimum menggunakan bahan bakar minyak nyamplung pada kecepatan 1.01 m/s dengan tingkat pembebanan saat transmisi Low1, putaran mesin 1900 rpm.

500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 0 10 20 30 40 50 60 Drawbar Pull (N) Slip (%) B.B Solar B.B Minyak Nyamplung 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 0 10 20 30 40 50 60 Drawbar Power (W) Slip (%) B.B Solar B.B Minyak Nyamplung

5.3.2. Kinerja Tarik pada Lintasan Tanah

Kinerja tarik yang dilakukan pada lintasan tanah menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar minyak nyamplung. Data selengkapnya hasil pengukuran pada lintasan tanah dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 12. Berikut ini merupakan hasil pengujian pada lintasan tanah, ditunjukkan oleh Gambar 25.

Gambar 25. Pengukuran kinerja traktor uji pada lintasan tanah

Dari pengujian di lintasan tanah yang terlihat pada Gambar 25 untuk kinerja traktor uji menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar minyak nyamplung, tingkat pembebanan dari traktor beban dengan transmisi Low 1, putaran mesin 900 rpm. Hasil pengukuran kinerja traktor uji dengan bahan bakar solar dan bahan bakar minyak nyamplung disajikan pada Gambar 26 dan 27.

Gambar 26. Grafik hubungan drawbar pull dengan slip roda pada lintasan tanah Pada Gambar 26 tersebut diketahui beban tarikan (drawbar pull) pada lintasan tanah yang dihasilkan oleh bahan bakar solar mencapai maksimum 1192.96N pada slip 57.34%. Beban tarikan yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak nyamplung sebesar 1235.30 N pada slip 55.20%. Dari kedua hasil pengujian tersebut pada lintasan tanah dapat diketahui bahwa drawbar pull maksimum dihasilkan dari penggunaan bahan bakar minyak nyamplung. Dari hasil slip tersebut maka tidak dilanjutkan dengan slip lebih dari 57.34% karena dapat mengakibatkan ban traktor uji menjadi terkikis habis.

500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 0 10 20 30 40 50 60 Drawbar Pull (N) Slip (%) B.B Solar B.B Nyamplung

Gambar 27. Grafik hubungan drawbar power dengan slip roda pada lintasan tanah

Pada Gambar 27 tersebut diketahui drawbar power yang dihasilkan dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung (1038.61 W) lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar solar (991.60 W) dengan nilai selisih angka yang terpaut hingga 47.01 W. Untuk

drawbar power mencapai nilai maksimum menggunakan bahan bakar minyak nyamplung pada kecepatan 1.01 m/s dengan tingkat pembebanan saat transmisi Low1, putaran mesin 1900 rpm.

Tabel 8. Hasil pengukuran maksimum kinerja tarik traktor Bromo DX

Bahan Bakar Drawbar Power Maksimum (kW) Drawbar Pull Maksimum (kN) Kecepatan Maksimum (m/s) Slip Roda Maksimum (%) Beton Tanah Beton Tanah Beton Tanah Beton Tanah Solar 1.028 0.991 1.285 1.192 1.010 1.230 53.11 60.29 Minyak

Nyamplung 1.078 1.038 1.262 1.235 1.090 1.010 57.23 55.20 Secara keseluruhan pembebanan menggunakan rem gigi pada traktor beban, terlihat adanya perbedaan yang cukup jelas dari kedua lintasan uji. Hal ini menunjukkan kemampuan traksi dari traktor uji untuk bahan bakar solar seperti Tabel 8, dengan tingkat pembebanan yang sama menunjukkan kinerja tarik pada lintasan beton lebih besar dari lintasan tanah. Hasil pengukuran drawbar pull traktor uji dengan solar untuk lintasan beton menghasilkan

drawbar pull maksimum sebesar 1.285 kN pada slip roda 52.20%, dengan drawbar power sebesar 1.028 kW. Sementara itu untuk lintasan tanah menghasilkan drawbar pullmaksimum 1.192 kN pada slip roda 57.34%, dengan drawbar power sekitar 0.991 kW. Jika dibandingkan slip roda di lintasan tanah untuk penggunaan bahan bakar solar pada tingkat pembebanan yang sama menghasilkan slip yang lebih besar dari lintasan beton.

Hasil yang ditunjukkan Tabel 8 disebabkan oleh perubahan struktur dan tingkat kekerasan pada lintasan tanah akibat tekanan oleh telapak roda traksi dengan permukaan tanah. Sehingga posisi permukaan tanah bergeser oleh telapak roda. Sedangkan pada permukaan lintasan beton tidak terjadi perubahan struktur lintasan sebab kerasnya lintasan pada permukaan lantai beton. Penambahan beban dan penurunan kecepatan pada traktor uji juga memberikan efek terhadap slip roda, dengan bertambahnya beban menyebabkan tahanan maju traktor uji akan meningkat, maka traksi untuk menggerakkan traktor lebih besar lagi.

500 600 700 800 900 1000 1100 0 10 20 30 40 50 60 Drawbar Power (W) Slip (%) B.B Solar B.B Minyak Nyamplung

Pengukuran drawbar pull traktor uji dengan bahan bakar minyak nyamplung untuk lintasan beton menghasilkan drawbar pull maksimum sebesar 1.262 kN pada slip roda 55.93%, dengan drawbar power sebesar 1.078 kW. Sementara itu untuk lintasan tanah menghasilkan drawbar pull maksimum 1.235 kN pada slip roda 55.20%, dengan drawbar power sekitar 1.038 kW.

Pada Tabel 8 diatas data lintasan beton menunjukkan drawbar power menurun dari penggunaan bahan bakar solar terhadap bahan bakar minyak nyamplung, sedangkan pada lintasan tanah drawbar power menurun dari bahan bakar solar terhadap bahan bakar minyak nyamplung.

Slip akan terus meningkat jika beban tarikannya bertambah. Penurunan drawbar power

disebabkan drawbar pull semakin kecil untuk mengatasi slip yang semakin besar, serta rendahnya kecepatan yang dihasilkan. Penurunan drawbar pull terjadi karena banyaknya tenaga yang hilang untuk mengatasi slip, kecepatan untuk menarik beban berkurang dan kekuatan tarik maksimum akan menurun. Kondisi ini telah melebihi batas tarikan maksimum dalam kecepatan rendah, namun roda traktor uji masih berputar dan mesin tidak mati, hanya saja throttle tidak mampu mengatur rpm mesin sehingga putaran motor traktor uji menurun seiring waktu yang terpakai. Jika kecepatan motor menurun karena kelebihan berat, sistem

throttleakan bekerja sehingga kecepatan akan meningkat kembali.

Berdasarkan kejadian seperti diatas slip akan mengurangi kinerja traktor uji terutama pada tingkat kecepatan rendah, yang berarti slip merupakan faktor pembatas tarikan maksimum dan slip roda tentunya akan bertambah dengan meningkatnya beban yang diberikan pada drawbar. Menurut Hunt (1995), penambahan slip juga akan menimbulkan nilai tahanan gelinding yang lebih tinggi dengan membesarnya kontak roda pada tanah yang stabil dan akan menyebabkan pertambahan perpindahan tanah. Kemampuan atau kapasitas drawbar traktor terutama tergantung pada tenaga traktor, distribusi berat pada roda penggerak, tipe gandengan dan permukaan jalan. Slip dapat dikurangi dengan menambah berat traktor dan menambah luas permukaan kontak antara roda dengan lintasan.

5.4.

Efisiensi Lapang Pengolahan Tanah

Efisiensi lapang pengolahan tanah adalah perbandingan dari kapasitas lapang efektif atau aktual terhadap kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam persen (Hunt, 1995). Efisiensi lapang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (7).

Dari hasil pengujian pengolahan tanah dengan menggunakan bahan bakar solar diperoleh kapasitas lapang efektif, kapasitas lapang teoritis dan efisiensi lapang secara berurut sebesar 14.99 jam/ha, 11.99 jam/ha dan 79.97%. Pada pengujian menggunakan bahan bakar solar selama 27 menit jumlah bahan bakar yang dipergunakan sebesar 14.99 liter/ha. Dari pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar kapasitas yang didapatkan lebih tinggi.

Sedangkan pengujian dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung diperoleh kapasitas lapang efektif, kapasitas lapang teoritis dan efisiensi lapang secara berurut sebesar 17.36 jam/ha, 12.87jam/ha dan 74.13%. Pada pengujian menggunakan bahan bakar minyak nyamplung selama 31 menit dan 36 detik jumlah bahan bakar yang dipergunakan sebesar 11.98 liter/ha. Dari pengujian dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung kapasitas yang didapatkan lebih rendah.

Konsumsi bahan bakar yang dipergunakan dalam pengolahan tanah menggunakan bahan bakar solar lebih boros dibandingkan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Hal ini karena bahan bakar minyak nyamplung sebelum dipergunakan dilakukan proses pemanasan menggunakan muffler terlebih dahulu, sehingga bahan bakar mengalami penguapan sebelum diinjeksikan ke karburator.

Bajak singkal yang dipergunakan dalam penelitian ini memiliki panjang 48 cm, lebar 27 cm dan tinggi 28 cm. Berikut ini bajak singkal ditunjukkan oleh Gambar 28.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Drawbar power yang dihasilkan pada lintasan beton dan tanah dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung mengalami kenaikan dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar solar. Drawbar powermaksimal pada lintasan beton dengan bahan bakar solar yaitu sebesar 1.028 kW, sedangkan drawbar power dengan minyak nyamplung dengan lintasan yang sama sebesar1.078 kW. Pada lintasan tanah untuk bahan bakar solar menghasilkan

drawbar power 0.991 kW, sedangkan dengan minyak nyamplung sebesar 1.038 kW.

Drawbar pullyang dihasilkan dari bahan bakar solar pada lintasan beton sebesar 1.285 kN dan untuk lintasan tanah sekitar 1.192 kN, sedangkan dari minyak nyamplung pada lintasan beton 1.262 kN dan untuk lintasan tanah sebesar 1.027 kN.

2. Konsumsi bahan bakar minyak nyamplung sebesar 11.98 liter/ha dan konsumsi bahan bakar solar sebesar 14.99 liter/ha. Penggunaan bahan bakar minyak nyamplung lebih irit dari pada bahan bakar solar.

3. Pengolahan tanah menggunakan bajak singkal tunggal menghasilkan efisiensi lapang dengan bahan bakar solar (79.97%) lebih tinggi dibandingkan efisiensi lapang dengan bahan bakar minyak nyamplung (74.13%).

6.2. Saran

1. Diperlukan pengujian untuk emisi gas buang dan kondisi pelumasan.

2. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai kondisi injeksi bahan bakar dan torsi yang dihasilkan.

3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut jika kondisi lintasan uji yang dipersiapkan khusus untuk permukaan tanah yang lebih basah.

DAFTAR PUSTAKA

Alcock, R. 1986. Tractor Implement Systems. Avi Publishing CO., Westport, Connectitude. Arismunandar, W. dan K. Tsuda. 2008. Motor Diesel Putaran Tinggi. Pradnya Paramita: Jakarta. [Balitbang Kehutanan] Balai penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2008. Nyamplung

(Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi biofuel yang Potensial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Basyirun et al. 2008.Keseimbangan Energi pada Motor Bakar.

Davis, G. L. 1983. Agricultural and Automotive Diesel Mechanics. Pretince ± Hall, Inc: New Jersey.

Dokumen terkait