• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA

4.3 Rangkuman Hasil Unjuk Kerja Kompor

Dari hasil perhitungan dan grafik pengujian unjuk kerja kompor bioetanol gel yang dibuat dapat dirangkum beberapa beberapa hal penting diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Semakin banyak dan besar diameter lubang udara (air-wall)semakin besar juga nilai dari: (1) bakar yang dikonsumsi (fcm ), (2) bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd), (3) air yang tersisa di akhir uji (wcr), (4) laju pembakaran (rcb), (5) konsumsi bahan bakar spesifik (SCc), (6) konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h), dan (7) daya api (Firepower) (FPc) yang dihasilkan.

2. Sebaliknya, semakin kecil dan sedikit diameter lubang udara (air-wall) yang dibuat semakin kecil pula nilai dari: (1) perubahan dalam tempat pembakaran (burner) selama tahap pengujian (∆cc), (2) air yang menguap (wcv), (3) durasi fase (∆tc), dan (4) efesiensi termal (hc) yang dihasilkan.

3. Diameter lubang udara yang terlalu kecil seperti yang terdapat pada variasi tempat pembakaran (burner) kelima dengan ∅ 2 �� tidak memberikan pengaruh dari udara yang masuk, artinya burner variasi kelima sama dengan hasil unjuk kerja kompor (burner) tanpa lubang udara. Hal ini dapat dilihat dari grafik hasil pengujian nilai bahan bakar yang dikonsumsi (fcm ), bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd), efesiensi termal (hc), konsumsi bahan bakar spesifik (SCc), konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SCTh).

4. Warna api biru bercampur merah yang dihasilkan oleh variasi tempat pembakaran (burner) pertama (V1) dapat mempengaruhi nilai air yang menguap (wcv) dan air yang tersisa di akhir uji (wcr), sehingga berbeda dari variasi burner lainya yang berwarna full biru.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan prototype dan pengujian kompor bioetanol gel dengan bahan material dari kaleng minuman (soft drink) bekas berhasil diwujudkan. 2. Jumlah volume udara yang masuk ke tempat pembakaran (burner) sangat

mempengaruhi kualitas api bahan bakar bioetanol gel yang dihasilkan. 3. Semakin banyak dan besar diameter lubang udara yang dibuat semakin

boros bahan bakar yang dikonsumsi dan daya api (firepower) kompor dengan bahan bakar bioetonol gel yang dihasilkan semakin besar.

4. Variasi tempat pembakaran (burner) yang paling efektif dan efisien untuk diterapkan sebagai kompor bioetanol gel masa depan adalah variasi tempat pembakaran (burner) pertama (V1), karena paling hemat bahan bakar, efesiensi termal yang tinggi yaitu 0,67847 (67%), waktu pendidihanya cepat, apinya dominan biru dan stabil.

5. Unjuk kerja kompor bioetanol gel ini juga lebih unggul dari pada kompor bioetnol yang sudah dibuat sebelumnya seperti kompor etanol kadar 50% dengan tekanan 50–150 kPa buatan Anil K. Rajvanshi, S.M. Patil dan B. Mendonca (2007) yang hanya menghasilkan efisiensi sekitar 44% - 46%, Kompor Cleancook buatan Murren, J dan O’Brien, C (2006) yang memakai etanol kadar 90% menghasilkan efisiensi hanya 61%, Kompor

Superblue buatan James Robinson, tahun 2006 yang menggunakan etanol

kadar 96% menghasilkan efisiensi hanya 40% pada start dingin dan 43% pada start panas dan yang terakhir tipe side burner dengan variasi diameter 3 inci dan 2.5 inci buatan Pradana, Rizka Andika; Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) (2012) yang menggunakan etanol kadar 90% menghasilkan efisiensi sebesar 56.57% untuk diameter 3 inci dan 54.91% untuk diameter 2.5 inci.

6. Bioetanol gel dengan tempat pembakaran (burner) kaleng bekas sangat cocok untuk keperluan memasak dalam kehidupan sehari-hari terutama kepada anak kos dan para pecinta alam.

7. Pemamfaatan bioetanol gel sebagai keperluan sehari-hari mendorong sektor pertanian dan perkebunan demi tersedianya bahan baku bioetanol gel sehingga dapat mensejahterakan masyarakat, terutama para petani.

5.2 Saran

Adapun saran untuk pengujian berikutnya adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya bisa digunakan tempat pembakaran (burner) yang lebih variatif lagi untuk mencari type tempat pembakaran (burner) yang efektif dan hemat.

2. Untuk penelitian selanjutnya bisa digunakan thermocouple untuk mendapatkan data hasil pengukuran suhu yang lebih akurat.

3. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektifitas bahan bakar bioetanol gel dengan gas.

4. Untuk mendukung kelancaran dan akurasi hasil pengujian sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan kalibrasi intrumentasi dan alat ukur setiap kali ingin melakukan pengujian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Disain Kompor

Kompor bioetanol gel didesain sesuai keutuhan masarakat urban, yaitu praktis, moderen, murah dan ramah lingkungan. Banyak software yang dapat digunakan dalam mendisain seperti, solidwork, autocad, autodeks inventor, catia,

ansys dan banyak lagi.

2.1.1 Solidwork

Sebagai software CAD, Solidworks dipercaya sebagai perangkat lunak untuk membantu proses desain suatu benda atau bangunan dengan mudah, di Indonesia sendiri terdapat banyak perusahaan manufaktur yang mengimplementasikan perangkat lunak solidworks. Keunggulan solidworks dari

software CAD lain adalah mampu menyediakan sketsa 2D yang dapat diupgrade

menjadi bentuk 3D. Selain itu pemakaiannya pun mudah karena memang dirancang khusus untuk mendesai benda sederhana maupun yang rumit. Inilah yang membuat solidworks menjadi populer dibandingkan dengan software CAD lainnya.

Solidworks banyak digunakan untuk merancang roda gigi, mesin mobil, casing ponsel dan lain-lain. Fitur yang tersedia dalam solidworks lebih easy-to-use dibanding dengan aplikasi CAD lainnya. Solidworks cocok untuk mahasiswa

yang sedang menempuh pendidikan di jurusan tehnik sipil, tehnik industri dan tehnik mesin, karena proses penggunaan solidworks lebih cepat dibanding

vendor-vendor software CAD lain yang lebih dulu ada. Solidworks juga dapat melakukan

simulasi pada desain yang dibuat dengan solidworks.

Analisi kekuatan desain juga dapat dilakukan secara sederhana dengan

solidworks, dan yang paling penting, solidworks dapat membuat disain animasi

2.2. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Etanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH), sering pula disebut grain alcohol atau alkohol. Wujud dari etanol berupa cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dan mempunyai bau yang khas. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter, berat jenisnya adalah sebesar 0,7939 g/mL, dan titik didihnya 78,320ºC pada tekanan 766 mmHg, serta mempunyai panas pembakaran 7093.72 kkal. Etanol digunakan dalam beragam industri seperti sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake, bahan baku farmasi dan kosmetik, dan campuran bahan bakar kendaraan, peningkat oktan, dan bensin alkohol.

Pemakaian etanol sebagai sumber energi dalam industri dan kendaraan akan sangat mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan global. Cepat atau lambat sumber minyak (fuel source) akan habis karena depositnya terbatas. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Keterbatasan itu mendorong negara industri melirik etanol (biofuel) sebagai sumber energi altenatif. Selain terus-menerus dapat diproduksi oleh mikroorganisme, etanol juga ramah lingkungan.

Beberapa keunggulan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar yaitu[1] : 1. Diproduksi dari tanaman yang dapat diperbarui (renewable).

2. Mengandung kadar oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih sempurna.

3. Penggunaan bioetanol gel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan

akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya. Untuk mengurangi emisi rumah kaca yaitu dengan mangganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati yaitu bioetanol gel.

4. Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µm. Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat. Oleh karena itu bioetanol merupakan cara terbaik untuk mencegah hal tersebut.

5. Mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kesehatan manusia. Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2 µm. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa senyawa lain seperti benzena, etilen, formaldehid, benzo (a)

pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama

besarnya dengan mesin solar. Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Untuk itu Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan cara untuk mengurangi emisi fine-particulates.

6. Mudah larut dalam air dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%, untuk digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99,5% yang sering disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Mengingat pemanfaatan etanol yang beraneka ragam, maka kadar etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Etanol yang mempunyai kadar 90-96,5% dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol yang mempunyai kadar 96-99,5% dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya kadar akan berpengaruh terhadap proses pengolahan karbohidrat menjadi glukosa larut air [4].

2.3. Pembuatan Bioetanol

Bioetanol adalah alkohol yang diperoleh dari fermentasi komponen gula pada biomasa. Hingga saat ini etanol utamanya dibuat dari gula dan tepung biji bijian. Dengan kemajuan teknologi, etanol dapat dibuat dari selulosa biomasa, seperti pohon dan rumput. Selain biokonversi, etanol juga dapat dibuat dari sumber lain, yaitu dengan cara sintesa. Secara umum proses produksi bioetanol diuraikan di bawah ini. Pembuatan bioetanol yang menggunakan bahan baku tanaman yang mengandung pati, dilakukan dengan cara mengubah pati menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol [1].

Bahan Baku Kandungan Gula dalam Bahan Baku Jumlah Hasil Konversi Bioetanol (liter) Perbandingan Bahan Baku dan Bioetanol Jenis Konsumsi ( kg ) Ubi kayu 1000 250-300 166.6 6.5:1 Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1 Jagung 1000 600-700 200 5:1 Sagu 1000 120-160 90 12:1 Talas 1000 500 250 4:1

Pengubahan pati menjadi gula dapat dilakukan dengan dua metode yaitu hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Namun, pada saat ini metode yang lebih banyak digunakan adalah dengan hidrolisa enzim. Pada proses pengubahan pati menjadi gula larut air yang menggunakan metode hidrolisa enzim dilakukan dengan penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi bioetanol secara sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2 pada gambar 2.1 dibawah ini [1]:

(C6H10O5)n + H2O N C6H12O6 (1) (pati) enzim (glukosa)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2) (glukosa) ragi (etanol)

Gambar 2.1 Reaksi Produksi Bioetanol [1].

Secara sederhana teknologi proses produksi bioetanol yang menggunakan bahan baku ubi kayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi. Pada proses gelatinasi ubi kayu dihancurkan kemudian ditambahkan air sehingga akan diperoleh bubur ubi kayu, dimana pati yang

dihasilkan diperkirakan mencapai 27-30 %. Kemudian pati yang telah diperoleh dari bubur ubi kayu tersebut dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Pada umumnya, proses gelatinasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Bubur pati dipanaskan sampai 130ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperatur 95ºC yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar 15 menit. Kemudian selama sekitar 75 menit, kondisi temperatur 95ºC tersebut dipertahankan, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam. 2. Pati langsung ditambah enzim termamyl, kemudian dipanaskan sampai

mencapai temperatur 130ºC selama 2 jam.

Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95ºC aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu 130ºC pada cara pertama tersebut dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air dan enzim serta dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzim termamyl) pada temperature 130ºC menghasilkan hasil yang kurang baik, karena mengurangi dapat mengurangi aktifitas dari ragi. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzim pada suhu 130ºC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap ragi. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas

termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95ºC. Selain itu,

tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93ºC, half life dari termamyl adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107ºC, half life termamyl tersebut adalah 40 menit. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai temperatur 55ºC, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan ragi. Ragi yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomycescerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup

tinggi (12-18%), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32ºC [1].

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol. Mekanisme reaksi pada proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pada saat keadaan aerob asam piruvat diubah menjadi asetil-koenzimA. Tetapi karena ragi Saccharomyzes ceraviseze dalam keadaan anaerob, asam piruvat diubah menjadi etanol dengan bantuan piruvat dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase melalui proses fermentasi alkohol [1].

Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alcohol [1].

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas antara lain CO2 dan aldehyde. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35%, sehingga untuk memperoleh bioetanol yang berkualitas baik, maka bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas CO2. Pada umumnya bioetanol atau alkohol yang dihasilkan dari proses fermntasi yang mempunyai kemurnian sekitar 30% - 40%, sehingga harus dimurnikan lagi. Agar mendapatkan kadar bioetanol lebih dari 95% dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 30 - 40% tersebut harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air [1].

Destilasi merupakan pemisahan larutan berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78ºC sedangkan air adalah 100ºC. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100ºC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap.

Destilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan uap dari setiap tingkat yang berbeda dalam kolom destilasi. Produk yang lebih berat diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan akan keluar dari bagian atas kolom. Dari hasil destilasi ini, kadar bioetanolnya berkisar antara 95-96%. Namun, pada kondisi tersebut campuran membentuk azeotrope, yang artinya campuran alkohol dan air sukar untuk dipisahkan.Untuk memperoleh bioetanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut Fuel Grade

Ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat

dalam struktur kimia alcohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan Fuel Grade Etanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara

azeotropic destilasi.

Untuk menghasilkan anhydrous alcohol, kondisi azeotrope harus dipecahkan dengan bahan pelarut lain. Bahan pelarut yang biasa digunakan adalah benzene atau n-hexane. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants

process dan molecular sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan anhydrous alcohol digunakan bahan kimia yang sifatnya stabil yang bereaksi

hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga perlu rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat dipakai sebagai dessicant. Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat, merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi maupun dehidrasi pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara selektif menyerap air, karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya proses ini menggunakan dua kolom, kolom kedua untuk aliran uap alkohol

sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas untuk menguapkan air.

Pada industri pembuatan etanol, juga akan diperoleh hasil lain, baik yang dapat dimanfaatkan langsung maupun harus diproses lebih lanjut. Hasil samping tersebut antara lain stillage, karbondioksida, dan minyak fusel.Stillage adalah sisa destilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih bercampur dengan air. Stillage tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak terfermentasikan. Stillage dari proses destilasi jumlahnya cukup besar, yaitu 10-13 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang terkandung di dalamnya, maka stillage dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, makanan ternak dan biogas. Sedangkan gas karbondioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi biasanya diserap dan dimurnikan kemudian ditekan menjadi bentuk cair. Minyak fosil yang pada prinsipnya merupakan campuran amyl, butyl, isobutyl,

n-propyl dan iso-n-propyl alkohol juga asam-asam, ester maupul aldehid, dapat

digunakan sebagai bahan baku kimia, bahan pelarut dan bahan bakar. Agar lebih jelas, proses pembuatan bioetanol dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini [1].

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b) Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu [1].

2.4. Mamfaat Bioetanol

2.4.1 Bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

Pada dasarnya etanol dapat diperoleh melalui dua cara. Pertama, etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Kedua, etanol diperoleh dari hasil sintesa etilen. Bioetanol dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bioetanol banyak digunakan dalam industri minuman, kosmetik dan industri farmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain. Alkohol dari produk petroleum atau dikenal sebagai alkohol sintetis banyak dipakai untuk bahan baku pada industri acetaldehyde, derivat acetyl dan lain-lain. Selain bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan premium yang digunakan sebagai bahan bakar. Brazil, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Kuba, Jepang, Selandia Baru, Afrika Selatan, Swiss dan lain-lain telah mengunakan bahan bakar alternatif ini untuk digunakan pada kendaraan bermotor.

Campuran bioetanol dan premium dapat divariasikan kadarnya. Misalnya Gasohol BE-10, yang mengandung 10% bioetanol, sisanya premium. Kualitasetanol yang digunakan tergolong fuel grade etanol yang kadar etanolnya 99%. Etanol yang mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.

Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti Metil

Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead. Kedua zat aditif tersebut

telah dipilih menggantikan timbal pada premium. Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol BE-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). Hal tersebut terlihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter [1] Bioetanol ETBE MTBE Gasoline

Heating value [MJ/kg] 26.8 36.4 35.0 42

Heating value [MJ/I] 21.3 26.9 25.9 32

Octane number (RON) 106 115.118 113.120 92.96

Density at 15ºC [kg/I] 0.79 0.74 0.74 0.76

Visicosity at 20ºC [mm 2/

�]

1.5 1.5 0.7 0.6

Oxygen content [%] 35 16 18 0.2

Fuel Equivalent to Gasoline 0.66 0.83 0.80 1.0

2.4.2 Bioetanol untuk Kompor

Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi semakin langka. Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah untuk mulai menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mencegah habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan adalah bioetanol.

Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang, bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri. Sedangkan untuk transportasi dan target sektor rumah tangga yaitu penggunaan kompor bioetanol, masih mengalami kendala, terutama kelemahan pada desain kompornya.

Terkait dengan masalah kompor bioethanol, pemerintah telah mengupayakan rencana pengurangan penggunaan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun

Dokumen terkait