• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.2 Rantai Nilai

Rantai nilai dalam arti sempit menjelaskan tentang serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan keluaran tertentu yang memiliki nilai. Kegiatan tersebut mencakup tahap pembuatan konsep dan perancangan, proses diperolehnya input atau sarana produksi, proses produksi, kegiatan pemasaran dan distribusi, serta

kinerja layanan purna jual. Seluruh kegiatan tersebut membentuk keseluruhan rantai yang menghubungkan produsen dan konsumen dan tiap kegiatan menambahkan nilai pasar produk akhir. Sedangkan rantai nilai dalam arti luas melihat berbagai kegiatan kompleks yang dilakukan oleh berbagai pelaku atau aktor (produsen utama, pengolah, pedagang, penyedia jasa) untuk membawa bahan baku melalui suatu rantai hingga menjadi produk akhir yang siap dijual. Rantai nilai ini akan terus terhubung dengan kegiatan usaha lainnya mulai dari sistem produksi bahan baku sampai dengan perdagangan, perakitan, pengolahan, dan lain-lain (ACIAR, 2012).

Rantai nilai merupakan “the building blocks of competitive advantage” yang berarti bahwa rantai nilai bukan hanya sekedar sekumpulan aktivitas yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sistem aktivitas yang saling bergantung. Keterkaitan ini menggambarkan hubungan antara pelaksanaan suatu aktivitas nilai dengan biaya atau kinerja aktivitas lain. Rantai nilai menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku sampai ke pelanggan akhir. Terdapat dua kategori yang berbeda dalam analisis rantai nilai. Pertama, merupakan aktivitas primer yang pasti selalu dilakukan dalam persaingan di industri yaitu :

1. Logistik ke dalam (logistic inbound), merupakan aktivitas yang berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan,dan penyebaran masukan ke produk, seperti penanganan material, pergudangan, pengendalian persediaan, penjadualan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok.

2. Operasi, merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan masukan menjdi produk akhir, seperti masiniasi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan alat-alat, pengujian, pencetakan, dan pengoperasian aktivitas.

3. Logistik ke luar (logistic outbound), merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian fisik produk kepada pembeli, seperti pergudangan barang jadi, penanganan material, operasi kendaraan pengiri, pengolahan pesanan, dan penjadualan.

4. Pemasaran dan penjualan, merupakan aktivitas yang menyangkut persediaan sarana agar pembeli dapat membeli produk dan aktivitas yang mempengaruhi pembeli agar mereka mau membelinya, seperti melalui periklanan, promosi, wiraniaga, penentuan kuota, pemilihan penyalur, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga.

5. Pelayanan, merupakan aktivitas yang menyangkut penyediaan layanan untuk memperkuat atau menjaga nilai produk, seperti pemasangan, perbaikan, pelatihan, pasokan suku cadang, dan penyesuaian produk.

Kedua, merupakan aktivitas pendukung dalam persaingan dengan industri lainnya dibagi menjadi empat bagian yaitu pertama, procurementyang mengacu pada pembelian barang yang digunakan dalam rantai nilai perusahaan yang meliputi bahan baku, bahan pendukung, serta bahan-bahan lain. Kemudian yang kedua adalah technology development(pengembangan teknologi) mencakup pemanfaatan teknologi untuk menghemat biaya yang penting bagi keunggulan bersaing di semua industri, ketiga adalah manajemen sumberdaya manusia yang terdiri atas beberapa aktivitas

yang meliputi perekrutan, penerimaan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua jenis tenaga kerja. Analisis rantai nilai dapat sebagai alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami dengan lebih baik keunggulan kompetitif, dimana perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah maupun penurunan biaya sehingga usaha lebih kompetitif. Dalam pemasaran komoditas pertanian, kedua kelompok aktivitas pembentuk rantai nilai tersebut juga dilakukan meskipun dengan tingkat kompleksitas yang berbeda dari sektor industri (Porter, 1993).

Gambar 2.1

Rantai Nilai (Value Chain)

Sumber : Michael E. Porter, 1993

Kaplinsky dan Morris (dalam ACIAR, 2012), menyatakan bahwa terdapat empat aspek penting dalam analisis rantai nilai di sektor pertanian antara lain:

1. Analisis rantai nilai secara sistematis memetakan para pelaku yang berpartisipasi dalam produksi, distribusi, pemasaran dan penjualan produk.

Pemetaan (value chain mapping) ini mengkaji ciri-ciri berbagai pelaku, struktur laba rugi, aliran barang di sepanjang rantai, ciri ketenagakerjaan serta tujuan dan volume penjualan domestik dan asing.

2. Analisis rantai nilai dapat mengidentifikasi distribusi manfaat bagi para pelaku atau aktor dalam rantai nilai. Melalui analisis marjin dan laba dapat diketahui pelaku atau aktor mana yang memperoleh manfaat dari partisipasi dalam rantai nilai dan perolehan manfaat dari pengorganisasian yang baik. 3. Analisis rantai nilai untuk mengkaji peran peningkatan (upgrading)dalam

rantai nilai. Peningkatan dapat mencakup peningkatan dalam hal kualitas dan desain produk, atau diversifikasi dalam lini produkyang dilayani, yang memungkinkan produsen mendapat nilai yang lebih tinggi.

4. Analisis rantai nilai menggaris bawahi peran tata kelola dalam rantai nilai yang bersifat internal maupun eksternal. Tata kelola dalam suatu rantai nilai mengacu pada struktur hubungan dan mekanisme koordinasi yang terjadi antara para pelaku dalam rantai nilai. tata kelola eksternal mengidentifikasi pengaturan kelembagaan yang diperlukan untuk meningkatka kemampuan dalam rantai nilai, memperbaiki gangguan distribusi, dan meningkatkan nilai tambah dalam sektor.

Pada value chain biasanya ada tiga macam aliran yang harus dikelola: (1) aliran barang atau material yang mengalir dari hulu ke hilir; (2) aliran uang atau finansial yang mengalir dari hilir ke hulu; (3) aliran informasi yang mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Analisis rantai nilai berfokus pada total value chain suatu produk,

mulai dari desain produk, sampai pemanufakturan produk bahkan jasa setelah penjualan.

2.1.2.1 R/C Ratio

Tingkat efisiensi suatu usaha bisa ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan total biaya produksinya.Untuk mengukur efisiensi suatu usaha digunakan R/C Ratio. R/C Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya untuk mengetahui besaran keuntungan atau kerugian dan kelayakan suatu proyek agribisnis. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

R/C

=

(2.3)

Dimana :

TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total biaya produksi (Rp)

Total biaya meliputi semua perbelanjaan atas factor-faktor produksi yang digunakan meliputi factor produksi yang tetap jumlahnya dan yang dapat berubah.dari total produksi yang dihasilkan masing-masing oleh petani dan penepung bila dikalikan dengan harga jual maka dapat diketahui penerimaan yang diterima oleh

masing-masing aktor dalam rantai nilai komoditas ubi kayu. Terdapat tiga kriteria dalam R/C Ratio yaitu:

R/C ratio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan R/C ratio = 1, maka usaha tersebut BEP

R/C ratio < 1, maka usaha tersebut tidak efisien atau merugikan

Dokumen terkait