BAB IV : NASIONALISME DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
B. Rasa Kebangsaan
Ada beberapa pengertian tentang bangsa dan kebangasaan yang berkembang.
Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah; bukan suatu ras, bukan orang,-orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh batas-batas geografis atau batas-batas alamiah. Nation (bangsa) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asa apiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengirbanan yang telah lampaudan bersedia dibuat di masa yang akan datang.
Nation memiliki masa lampau tetapi berlanjut masa kini dalam suatu realita yang jelas melalui kesepakatan dan keinginan untuk hidup bersama (le desire d‟enter ensemble). Nation tidak terkait oleh negara karena negara berdasarkan hukum.
Menurutnya, wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa. Bagi rakyat, negara yang akan dikuasai ras lain (negara jajahan), para pemimpin pergerakan/kemerdekaan mengobarkan semangat nasionalisme berdasarkan teori Renan. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa pada negara nasional baru (dikenal pula sebagai negara dunia ketiga) jiwa nasionalisme tumbuh seperti terori dari Ernest Renan.305
Sedangkan Hans Kohn: bangsa terbentuk persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara, dan kewarganegaraan. Teori Kohn ini nampaknya berdasarkan perkembangan pengertian bangsa (nation) di Eropa Daratan (continental). Bangsa di Eropa continental bangkit karena revolusi leksikografi, bahwa bahasa milik pribadi-pribadi kelompok khas Eropa (continental) dikuasai oleh dinasti Habsburg di sebagian Eropa Tengah dan Timur, dinasti Romanov di Eropa Timur, Rusia, dan Asia Barat hingga Siberia dan dinasti Usmaniah (Ottoman) di Balkan, Jazirah Arab dan Afrika Utara, sedangkan Eropa Barat dikuasai ex dinasti Bourbon. Bangsawan (penguasa) lokal diharuskan mampu
305Kaelan MS, Pendidikan Pancasila., Jakarta: Paradigma, 2010, hlm..213.
berbahasa Latin sebagai bahasa resmi di dalam wilayah dinasti maupun sebagai lingua franca antara para bangsawan (dinasti dan lokal) dan kaum intelek.306
Definisi bangsa menurut paham bangsa Indonesia tertuang berdasarkan isi Sumpah Pemuda. Adanya unsur masyarakat yang membentuk bangsa yaitu:
berbagai suku, adat istiadat, kebudayaan, agama, serta berdiam di suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau. Selanjutnya bangsa juga mempunyai kepengtingan yang sama dengan individu, keluarga, maupun masyarakat yaitu tetap eksis dan sejahtera. Salah satu persoalan yang timbul dari bangsa adalah ancaman disintegrasi dan yang paling menjadi penyebab utama biasanya perbedaan persepsi pada upaya masyarakat yang ingin “merekatkan diri lebih ke dalam”, yaitu ingin mempertahanan pola. Oleh karena itu pada bangsa yang baru merdeka atau berdiri diupayakan memiliki alat perekat yang berasal dari budaya masyarakat. Pada perkembangannya perekat ini dikenal sebagai ideologi yang hendaknya dipahami oleh bangsa itu sendiri.
Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Secara realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami.
Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh.
Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang perorang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.
Rasa kebangsanaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
306Kaelan MS, Pendidikan Pancasila, …,hlm.213.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.
Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d‟entre) bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain.
Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis, dalam kedinamisannya, antara pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam paham kebangsaan.307
Di sini kebangsaan bukan sesuatu yang menegasikan keberagaman kita sebagai bangsa, namun justru mengayomi keserbamajemukan itu ke dalam wadah yang satu: yakni bangsa Indonesia. Dengan paham kebangsaan sebagai salah satu asas negara, maka semua orang dengan latar belakang suku, agama, ras dan budaya yang berbeda-beda semuanya memiliki perasaan atau kehendak yang sama sebagai satu bangsa Indonesia. Rasa kebangsaan dengan demikian mampu menjadi wahana titik temu (common denominator) keberagaman latar belakang warga negara Indonesia. Dengan kebangsaan, maka kemajemukan bukan menjadi kutukan yang menyeret kita ke dalam perpecahan, tapi justru menjadi faktor yang memperkaya kesatuan atau rasa memiliki (sense of belonging) kita sebagai warga negara Indonesia. Dengan kata lain: kemajemukan justru menjadi anugerah.
Dengan paham kebangsaanlah kita bisa merasakan semangat “semua buat semua”.
Dengan paham kebangsaan, kita menjadi memiliki kesetaraan di depan hukum dan pemerintahan (equality before the law) tanpa harus mengalami diskriminasi
307 Pandangan mengenai wawasan kebangsaan ini dijelaskan secara generic (umum) oleh
Ginandjar Kartasasmita dalam makalahnya yang berjudul,“Pembangunan Nasional dan wawasan
Kebangsasn” yang disampaikan pada Sarasehan Nasional Wawasan Kebangsaan di Jakarta, 9 Mei 1994.
lantaran perbedaan latar belakang primordial atau ikatan sempit seperti suku, agama, ras, atau kedaerahan.
Secara historis, paham kebangsaan telah terbukti mampu mentransformasikan kesadaran kita dari yang awalnya bersifat sempit berdasar kesukuan atau keagamaan, menjadi kesadaran nasional, kesadaran akan keindonesiaan. Sebelum spirit kebangsaan Indonesia muncul, yang lebih dulu mengemuka adalah spirit berdasar suku, agama, atau kedaerahan. Misalnya dalam bentuk Jong Java, Jong Ambon, Jong Islam, Jong Sumatera, Jong Celebes dan sebagainya. Baru kemudian, seiring meluasnya pengaruh Budi Utomo pada 1908, Sarekat Islam (SI) pada 1911, dan Pergerakan Indonesia (Indonesische Vereniging) pada 1921, maka embrio spirit kebangsaan yang bersifat nasional muncul ke permukaan. Ini kemudian melahirkan Sumpah Pemuda pada 1928 yang secara eksplisit mengemukakan semangat kebangsaan Indonesia. Dari sini akhirnya bermuara pada lahirnya negara kebangsaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.