• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

C. Perhitungan dan Analisis Perkembangan Rasio

3. Rasio Aktivitas

Total Belanja Rutin Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =

Total APBD

Total Belanja Pembangunan Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD =

Total APBD

Tabel 2.4

Rasio Aktivitas Kabupaten Bungo Tahun 2003/2004-2007

No. Tahun

Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD

Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD 1 2003 64,64 % 34,31 % 2 2004 73,95 % 21,64 % 3 2005 74,52 % 24,12 % 4 2006 74,82 % 24,62 % 5 2007 60,83 % 37,33 %

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti

persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan saran dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, kerena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.

Dari hasil perhitungan yang tertera pada tabel 2.4 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Bungo setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah masih diprioritaskan untuk pemenuhan belanja rutin, sehingga rasio belanja pembangunan terhadap APBD masih relatif kecil. Seharusnya pemerintah daerah lebih memperhatikan sektor pembangunan yang mempunyai multiplier effect yang artinya proses yang menunjukkan sejauh mana pendapatan nasional akan berubah efek dari perubahan dalam pengeluaran agregat. Multiplier bertujuan untuk menerangkan pengaruh dari kenaikan atau kemerosotan dalam pengeluaran agregat ke atas tingkat keseimbangan dan terutama ke atas tingkat pendapatan nasional. dan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan daerah.

Hal ini dapat dilihat pada tahun anggaran 2003 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD adalah sebesar 64,64 % sedangkan rasio pembangunan terhadap APBD hanya sebesar 34,31%. Ini diakibatkan oleh belanja rutin pegawai yang mencapai Rp. 101.654.295.750.

Pada tahun anggaran 2004 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD naik sebesar 9,31% dari tahun anggaran 2003 menjadi 73,95%. Sedangkan rasio

pembangunan terhadap APBD mengalami penurunan menjadi 21,64% dari tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum mengambil langkah dan tindakan yang serius dan berarti untuk membenahi pembangunan daerahnya.

Pada tahun anggaran 2005 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD kembali naik menjadi 74,52% dari dua tahun sebelumnya dan persentase rasio pembangunan terhadap APBD masih berada dibawah rasio belanja rutin, namun mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2004 sebesar 2,48 % yaitu menjadi 24,12%.

Pada tahun anggaran 2006 persentase rasio belanja rutin dan rasio pembangunan terhadap APBD relatif stabil dari tahun 2005 walaupun mengalami kenaikan yang tidak begitu berarti yaitu sebesar 74,82 % dan 24,62 %.

Pada tahun anggaran 2007 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya menjadi 60,83 %. Sedangkan persentase rasio belanja pembangunan mengalami kenaikan dari tahun 2006 menjadi 37,23 % walaupun pada kenyataanya masih jauh berada dibawah persentase rasio belanja rutin.

Ini artinya pemerintah Kabupaten Bungo mulai mengalihkan fokus aktivitas wilayah pemerintahnnya dengan lebih mengarah kepada belanja pembangunan yang tentunya ini akan memberikan dampak kepada usaha peningkatan pendapatan daerah dari segi pembangunan daerah. Aktivitas wilayah merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari pengembangan dan pembangunan wilayah dan merupakan suatu pengembangan yang terpadu dengan

memanfaatkan saling keterkaitan antar sektor yang membentuk struktur ruang wilayah. Wilayah sebagai wadah kegiatan ekonomi memiliki peran penting bagi wilayahnya sendiri maupun daerah disekitar wilayah. Memahami sistem aktivitas wilayah, pola perilaku manusia merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan wilayah, yaitu sistem kegiatan yang menyangkut hubungan yang lebih kompleks (cross relationship) dengan berbagai sistem kegiatan yang lain, baik dengan perorangan, kelompok dan lembaga. Sehingga ini menunjukkan awal yang baik bagi Kabupaten Bungo untuk lebih fokus didalam membenahi pembangunan daerahnya yang akan memberikan pengaruh yang baik terhadap pendapatan yang akan diterima daerah.

4. Debt Servuce Coverage Ratio (DSCR)

(PAD + BD + DAU) – BW

DSCR = ≤ 2,5

Total (Pokok Angsuran + Bunga + Biaya Pinjaman)

Tabel 2.5

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Kabupaten Bungo Tahun 2003/2004-2007 No. Tahun DSCR 1 2003 13,32 2 2004 1,07 3 2005 1,77 4 2006 1,14 5 2007 2,4

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) merupakan suatu pengukuran yang dapat digunakan dalam pembangunan sarana dan prasarana didaerah, selain menggunakan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah dapat menggunakan alternative sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman, sepanjang prosedur dan pelaksanaanya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) adalah perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Penerimaan Sumber Daya Alam, dan bagian Daerah lainnya seperti Pajak Penghasilan Perseorangan, serta Dana Alokasi Umum, setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.

Hasil perhitungan DSCR pada tabel 2.5 menunjukkan kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Bungo dalam membiayai pembangunan sarana dan prasarana sesudah otonomi daerah. DSCR untuk tahun anggaran 2003/2004 – 2007 masing-masing sebesar 13,32 ditahun 2003; 1,07 diatahun 2004; 1,77 ditahun 2005; 1,14 ditahun 2006 dan 2,4 ditahun 2007. Kecuali untuk tahun 2003 dimana DSCR ≥ 2,5 artinya bahwa ditahun anggaran tersebut penerimaan APBD tahun sebelumnya sangat besar apabila dibandingkan dengan belanja daerah yang telah dikelurkan di tahun anggaran 2003, sehingga pemerintah Kabupaten Bungo tidak mengalami kekurangan dana yang begitu berarti untuk melakukan pinjaman daerah. Sedangkan untuk tahun anggaran 2004-2005 DSCR ≤ 2,5 yang artinya secara potensial apabila terjadi kekurangan dana, maka untuk mencukupi kebutuhan belanjanya, Kabupaten Bungo memiliki kesempatan untuk melakukan

pinjaman yang ditujukan untuk membiayai pengadaan pembiayaan prasarana daerah yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pinjama serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat serta untuk mengatasi masalah jangka pendek yang berkaitan dengan arus kas daerah.

Perhitungan DSCR merupakan salah satu cara untuk menggambarkan besarnya pinjaman daerah dan besarnya jumlah angsuran pokok pinjaman yang dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya, karena ketentuan-ketentuan dimana jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75 % dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya dan DSCR ≤ 2,5 bertujuan mamberikan pedoman kepada daerah agar dalam menentukan jumlah pinjama jangka panjang perlu memperhatiakn kemapuan daerah untuk memnuhi semua kewajiban daerah atas pinjaman daerah dan untuk menjaga agar kumulatif jumlah pinjaman daerah tidak melampaui batas-batas yang dianggap masih aman bagi perekonomian nasional, dimana pertimbangan perekonomian nasional antara lain bila terjadi keadaan monter nasional yang menunjukkan perlunya melakukan pengendalian yang lebih ketat atas jumlah pinjaman daerah.

Dengan demikian pada tahun penganggaran tersebut pemerintah daerah Kabupaten Bungo dapat meminjam dana dengan maksimal angsuran pokok pinjaman masing-masing setiap tahunnya sebesar : (T/A 2003) Rp.13.732.163; (T/A 2004) Rp.4.792.583,60; (T/A 2005) Rp.2.602.498,72; (T/A2006)Rp. 1.125.602,80; (T/A 2007) Rp.10.018.309,76. Angka ini merupakan jumlah

kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayarkan karena pada dasarnya jumlah pokok pinjaman daerah yang wajib dibayarkan adalah jumlah pokok pinjaman lama yang belum dibayar (termasuk akumulasi bunga yang sudah dikapitalisasikan, ditambah dengan jumlah pokok pinjaman yang akan diterima dalam tahun tersebut). Peningkatan angsuran pokok pinjaman pada tahun 2003 dan tahun 2007 tersebut merupakan pengaruh dari peningkatan DAU sebagai dana perimbangan yang menjadi hak daerah.

5. Rasio Pertumbuhan

Realisasi Penerimaan PAD Xn-Xn-1

Realisasi Pertumbuhan PAD =

Realisasi Penerimaan PAD Xn-1

Realisasi Penerimaan ∑Pendapatan Xn-Xn-1 Rasio Pertumbuhan ∑Pendapatan =

Realisasi Penerimaan ∑Pendapatan Xn-1

Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin = Realisasi Belanja Rutin Xn-Xn-1

Realisasi Belanja Rutin Xn-1

Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan = Realisasi Belanja Pembangunan Xn-Xn-1 Realisasi Belanja Pembangunan Xn-1

Keterangan :

Xn = Tahun Yang dihitung Xn-1 = Tahun Sebelumnya

Tabel 2.6

Rasio Pertumbuhan APBD Kabupaten Bungo Tahun 2003/2004-2007 No. Tahun Rasio PAD Rasio Pertumbuhan Pendapatan Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan 1 2003 - - - - 2 2004 (25,69 %) 3,01 % 28,95 % (45,77 %) 3 2005 6,83 % 13,11 % 6,02 % 31,69 % 4 2006 28,86 % 59,25 % 35,34 % 58,45 % 5 2007 52,32 % 33,12 % 6,56 % 102,14 %

Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian.

Rasio pertumbuhan PAD dan belanja pembangunan pemerintah daerah Kabupaten Bungo sesudah otonomi daerah yang ditunjukkan pada tabel 2.6 mengalami trend yang negatif pada tahun 2004 yaitu sebesar (25,69 %). Pada rasio pertumbuhan PAD dan rasio pertumbuhan belanja pembangunan sebesar (48,72 %). Ini disebabkan semakin kecilnya penerimaan dari sisi non pajak. Meskipun DAU yang dikucurkan oleh pemerintah pusat semakin besar, namun tidak didukung oleh meningkatnya sisi penerimaan lainnya , yaitu PAD dan BHBP.

Namun peningkatan realisasi rasio pembangunan ditahun 2005-2007 membawa trend yang positif karena membawa efek terhadap peningkatan PAD dan pertumbuhan pendapatan yang lebih besar dari rasio pertumbuhan belanja rutin yang menunjukkan bahwa belanja rutin yang dikeluarkan dari tahun 2005 – 2007 cenderung tidak begitu besar.ini disebabkan bahwa pada saat ini Kabupaten Bungo banyak mengeluarkan dana untuk belanja pembangunan yang dikarenakan daerah ini masih dalam tahap pemabagunan dan perbaikan infrastruktur daerah.

Maka Pertumbuhan kinerja pemerintah daerah Kabupaten Bungo sesudah otonomi daerah kecuali untuk tahun 2004 dapat dikatakan baik karena selama kurun waktu 5 tahun tersebut ini terlihat pada tabel 2.6 dimana rasio PAD, pendapatan dan belanja pembangunan berada diatas rasio belanja rutin. Karena pada hakikatnya pertumbuhan suatu daerah itu dapat dikatakan baik apabila pemerintah daerah dapat mengefisienkan biaya yang dikeluarkan untuk belanja rutin dan lebih bisa mengefektifkan penggunaan pendapatan yang diperoleh daerah untuk sektor pembangunan yang dapat mendukung peningkatan penerimaan PAD.

Pemerintahan Kabupaten Bungo optimis untuk terus menaikkan pertumbuhan ekonomi, terutama diharapakan dari sumbangan beberapa sektor dominan seperti perdagangan, hotel dan restoran, industri pengolahan serta pengangkutan dan Komunikasi yang menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini karena komitmen Pemerintahan Kabupeten Bungo sangat kuat untuk menciptakan iklim investasi yang semakin kondusif, sehingga menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Bungo.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis data, dapat digambarkan bahwa kinerja keuangan pemerintahan daerah Kabupaten Bungo sesudah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah masih menunjukkan rata-rata kinerja keuangan daerah yang

masih belum stabil atau belum begitu baik. Dimana hasil perhitungan disetiap tahun masih mengalami angka yang naik turun sehingga beberapa rasio keuangan masih menunjukkan trend positif dan trend negatif.. Hal ini disebabkan oleh pemerintahan daerah Kabupaten bungo masih belum matang didalam pengelolaan sumber daya daerah yang tersedia dan pendapatan daerah yang diterima. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian yang menggunakan beberapa rasio keuangan antara lain rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas dan efisiensi pendapatan asli daerah, rasio aktivitas, debt service coverage ratio (DSCR), dan rasio pertumbuhan.

2. Untuk rasio kemandirian keuangan daerah pada tahun anggaran 2003/2004 sebagai tahun permulaan setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bungo sampai dengan tahun anggaran 2007 persentase perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah masih kurang stabil karena masih mengalami naik turun terhadap hasil perhitungan persentasenya. Artinya adalah ketergantungan daerah masih sangat tinggi, terutama terhadap penerimaan dari bantuan pemerintah pusat berupa DAU (Dana Alokasi Khusus).

3. Berdasarkan hasil perhitungan untuk rasio efektifitas dan efisiensi pendapatan asli daerah, kemampuan daerah Kabupaten Bungo didalam menjalankan tugasnya kurang stabil karena masih mengalami rasio yang naik turun. Kinerja pemerintah Kabupaten Bungo belum efektif karena rasio efektifnya belum mencapai 1 (satu) atau 100 persen, kecuali untuk tahun 2003 dan 2005. Sedangkan untuk kinerja pemerintah didalam memungut PAD (dalam hal ini

pajak daerah) sudah efisien yang ditandai dengan trend rasio yang kurang dari 1 (satu) atau 100 persen dari tahun ketahun, kecuali untuk tahun 2004 kinerja pemerintah daerah Kabupaten Bungo belum efisien.

4. Didalam pengkuran terhadap rasio aktivitas dapat diketahui bahwa sebagian besar dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Bungo setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah masih diprioritaskan untuk pemenuhan belanja rutin, sehingga rasio belanja pembangunan terhadap APBD masih relatif kecil.

5. Secara potensial apabila terjadi kekurangan dana , maka untuk mencukupi kebutuhan belanjanya, Kabupaten Bungo memiliki kesempatan untuk melakukan pinjaman.

6. Rasio pertumbuhan kinerja pemerintah daerah Kabupaten Bungo sesudah otonomi daerah kecuali untuk tahun 2004 dapat dikatakan baik karena selama tahun tersebut rasio pendapatan berada diatas rasio belanja rutin. peningkatan realisasi rasio pembangunan ditahun 2005-2007 membawa trend yang positif karena membawa efek terhadap peningkatan PAD dan pertumbuhan pendapatan yang lebih besar dari rasio pertumbuhan belanja.

Selain itu terdapat pula beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya ketidakstabilan kinerja pemerintahan daerah Kabupaten Bungo :

1. Kewenangan daerah yang tumpang tindih sehingga garis birokrasi menjadi lebih panjang dari sebelumnya, dan ini kemungkinan berakibat kepada penyalahgunaan jabatan dan wewenang.

2. Terbatasnya sumber daya manusia pada pemerintahan kabupaten/kota yang memilki kualitas baik, sehingga ini menjadi salah satu kendala untuk menigkatkan kinerja keuangan.

3. Pengelolaan keuangan daerah yang semakin tidak jelas akibat dari penerapan kebijakan yang tidak sesuai dengan daerahnya.

4. Sistem pengawasan yang kurang efektif akibat kewenangan yang tidak jelas baik dalam peraturan maupun praktik lapangan.

5. Suhu politik yang semakin tidak karuan akibat dari semakin panjang dana lamanya garis birokrasi yang diterapkan. Sehingga kinerja keuangan semakin menurun dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

B. SARAN

Beradasarkan atas hasil penelitian diatas maka ada beberapa saran yang dapat diberikan penulis guna mendukung kemajuan program otonomi daerah pada Kabupaten Bungo, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Pemerintahan daerah Kabupaten Bungo seharusnya mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerah, terutama untuk penerimaan DAU dari pusat, misalnya dengan ekstensifikasi dan intensifikasi retribusi dan pajak daerah. 2. Pemerintahan daerah Kabupaten Bungo seharusnya lebih banyak

dibandingkan dengan anggaran yang bersiafat operasional. Hal ini dikarenakan belum optimalnya pembangunan dalam 21 sektor yang telah ditetapkan, terutama yang harus lebih diperhatikan adalah sektor pembangunan yang mencapai multiplier effect dan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan daerah.

3. Pemerintah daerah seharusnya melakukan internal audit secara lebih intensif untuk mengetahui penyebab adanya peningkatan pengeluaran baik untuk belanja rutin maupun belanja pembangunan. Hal tersebut untuk menelusuri apakah peningkatan pengeluaran tersebut dikarenakan belanja yang semakin besar, apakah adanya adanya penyalahgunaan dana anggaran, atau apakah karena adanya dana yang bocor dari APBD tersebut. Internal audit tersebut juga berfungsi untuk menilai apakah pengelolaan keuangan daerah sudah dijalankan secara ekonomis, efektif dan efisien

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Mhd Karya Satya, 2008. “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah”, Tesis, Departemen Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bastian,Indra, 2001. Manual Akuntansi Keuangan Pemerintahan Daerah, BPFE , Yogyakarta.

__________, 2006. Akuntansi Sektor Publik, Erlangga, Yogyakarta.

Erfa, Azhir, 2008. ”Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh Utara)”, Skripsi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, USU Press, Medan.

Halim, Abdul,2002. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah,Salemba Empat, Jakarta.

___________,2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi, UPP UMP YKPN, Yogyakarta.

___________,2007. Akuntansi Keunagan Daerah, Salemba Empat, Jakarta.

Haryati, Sri, 2006. “Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000 dan 2000-2001”, Skripsi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Henderson, Dale A, January 2002. Performance Measure for Non Profit Organizations, Acconting Journal.

Ismawan, Indra, 2002. Ranjau-Ranjau Otonomi Daerah. Pondok Edukasi, Solo.

Kumorotomo, Wahyudi, 2005. Akuntabilitas Birokarasi Publik (Sketsa Pada Masa Transisi, Pusataka Pelajar, Yogyakarta.

Mardiasmo, April 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah : Good Governance, Democratization, Local Government Financial Management, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Munir, Dasril, Herry Arys Djuanda dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2004. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah, YPAPI, Yogyakarta.

Salam, Dharma Setyawan, 2004. Otonomi Daerah : Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai, dan Sumber Daya Edisi Revisi 2004. PT Penerbit Djambatan, Jakarta.

Sedarmayanti, 2003. Good Governanace (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah : Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisisen Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Mandar Maju, Bandung.

Setyawan Setu, “Pengukuran Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Pemerintahan Kota Malang Dilihat Dari Perspektif Akutabilitas”, Jurnal, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi UMM.

Tangkilisan, Hesel Nogi S, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi (Konsep dan Strategi), Cetakan Pertama, Penerbit Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia dan Lukman Offset.

_____________________________. Manajemen Modern untuk Sektor Publik : Strategic Mangement, Total Quality Management, Balance Score Card and Scenario Planning, Edisis Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit Balairung & Co, Yogyakarta.

Ulum, Ihyaul Md, 2005. Akuntansi Sektor Publik : Sebuah Pengantar, UUM Press, Malang.

Widjaja, Haw, 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT. Grafindo Persada, Jakarta.

Yani, Ahmad, 2002. Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemrintahan Daerah di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

____________,Badan Pusat Statistik, 2007. Bungo Dalam Angka 2007 (Bungo in Figures 2007), BPS, Kabupaten Bungo.

____________,Pemerintahan Kabupten Bungo Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, 2007. Bungo Sekilas Lintas, Kabupaten Bungo.

____________, 2006. Forum Diskusi Dosen Akuntansi Sektor Publik. Standar Akuntansi Pemerintahan: Telaah Kritis PP Nomor 24 Tahun 2005, BPFE, Yogyakarta.

____________,Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

____________,Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Prestasi Kinerja Pemerintah.

____________,Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

____________,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

____________,Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

____________,Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

____________,2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi. Jurusan Akuntansi, Universitas Sumatera Utara, Medan. ____________,2007, Analisis Pengaruh Pemberlakuan Anggaran Berbasis

Kinerja Terhadap Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Daerah Kabupaten Kediri),

Perkembangan APBD Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007

(Dalam Rp.000)

Jurnal Skripsi Akuntansi.

No. Pendapatan 2003 2004 2005 2006 2007

1 Sisa Perhit. Thn Lalu 40.669.847,55 38.657.477 36.334.438,23 56.707.183,56 132.465.965,64 2 PAD 24.244.639,45 23.265.679 18.829.845,77 28.926.980,17 38.587.341,09 3 Bagi Hsl Pjk/Bkn Pjk 16.703.545 18.188.245 13.624.554 25.031.745,75 24.328.804 4

Sumbangan Dae.

5 Bantuan (DAK/DAU) 146.400.000 155.524.000 177.900.000 296.671.000 336.609.000

6 Pinjaman -

3.023.986,78 2.551.476,52 - 2.146.580 Rasio Kemandirian 16,56 % 14,67 % 10,44 % 9,76 % 11,39 %

Sumber Data : APBD Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007 (data diolah)

Perkembangan APBD Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007

(dalam Rp.000)

No. PENDAPATAN 2003 2004 2005 2006 2007

1 Sisa Perhitungan Tahun Lalu 40.669.847,55 38.657.477,70 36.334.438,23 56.707.183,56 132.456.965,64

2 PAD 24.244.639,45 23.265.679 18.829.845,77 28.962.980,84 38.587.341,09

3 Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak 16.704.544 18.188.244 13.624.554 25.031.745,75 24.328.804

4 Sumbangan Daerah Otonom 17.449.008 17.915.585 22.669.286 24.849.000 42.000.000

5 Bantuan (DAU/DAK) 146.420.000 155.524.000 177.900.000 296.771.000 336.609.000

Jumlah 245.488.039 253.550.985,70 269.358.124 432.321.910 573.991.110,70

No. BELANJA

1 Belanja Rutin 158.687.784 187.512.049 200.709.442 323.420.719 349.161.370,70

Bunga

3 Belanja Pembangunan 84.221.743 54.876.253 64.966.737 106.442.203 214.270.657,90

Jumlah 245.488.093 253.550.985,70 269.358.124 432.421.910 573.991.110,70

Rasio Belanja Rutin Trhdp

APBD 64,64 % 73,95 % 74,52 % 74,82 % 60,83 %

Rasio Belanja Pembangunan

Trhdp APBD 34,31 % 21,64 % 24,12 % 24,62 % 37,33 %

Sumber data : APBD Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007 (data diolah)

Perhitungan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007

(dalam Rp.000)

No. PENDAPATAN 2003 2004 2005 2006 2007

1

Sisa Perhitungan Tahun Lalu 40.669.847,55 38.657.477,70 36.334.438,23 56.707.183,56 132.456.965,64 2 PAD 24.244.639,45 23.265.679 18.829.845,77 28.962.980,84 38.587.341,09 3

Bagi Hasil Pajak Bukan

Pajak 16.704.544 18.188.244 13.624.554 25.031.745,75 24.328.804 4 Sumbangan Daerah Otonom 17.449.008 17.915.585 22.669.286 24.849.000 42.000.000

5 Bantuan (DAU/DAK) 146.420.000 155.524.000 177.900.000 296.771.000 336.609.000 Jumlah 245.488.039 253.550.985,70 269.358.124 432.321.910 573.991.110,70 No. BELANJA 1 Belanja Rutin 158.687.784 187.512.049 200.709.442 323.420.719 349.161.370,70 2 Pembayaran Pokok Angsuran Bunga 2.578.512 11.162.684,70 3.681.943 2.458.988 10.559.080 3 Belanja Pembangunan 84.221.743 54.876.253 64.966.737 106.442.203 214.270.657,90 Jumlah 245.488.093 253.550.985,70 269.358.124 432.421.910 573.991.110,70 Belanja Wajib (BW)* 164.587.784 195.212.049 213.613.442 348.110.719 382.820.370,70 DSCR** 13,32 1,07 1,77 1,14 2,4 Maksimal Pokok Angsuran*** 13.732.163 4.792.583,60 2.602.498,72 1.125.602,80 10.018.309,76

Sumber data : APBD Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007 (data diolah)

Rasio Pertumbuhan APBD Kabupaten Tahun Anggaran 2003/2004-2007 (dalam Rp.000) No. Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pendapatan Asli Daerah 28.021.236,57 20.821.713,51 22.244.318,39 28.664.514,77 43.662.551,22 2 Pertumbuhan PAD - (25,69 %) 6,83 % 28,86 % 52,32 % 3 Total Pendapatan 243.345.278 256.838.430,10 290.512.393,80 462.627.797,40 615.862.965,40 4 Pertumbuhan Pendapatan - 3,01 % 13,11 % 59,25 % 33,12 % 5 Belanja Rutin 129.338.836,29 166.785.921,70 176.829.794 239.313.206,80 255.002.589,20 6 Pertumbuhan Belanja Rutin - 28,95 % 6,02 % 35,34 % 6,56 %

7 Belanja Pembangunan 81.348.964 44.109.084 58.090.635 92.046.871,26 186.063.115,60 8 Pertumbuhan Belanja Pembangunan - 45,77 % 31,69 % 58,45 % 102,14 %

Sumber Data : APBD Kabupaten Bungo Tahun Anggaran 2003/2004-2007 (data diolah)

Dokumen terkait