• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2.5 Rasio Keuangan Pada Bank

Rasio keuangan yang digunakan oleh bank dengan perusahaan non bank relative tidak jauh beda dengan perusahaan non bank. Perbedaan rasio keuangan non bank dengan bank terletak pada jenis rasio yang digunakan bank jumlahnya lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan risiko yang dihadapi bank jauh lebih besar dibanding dengan perusahaan nonbank(Kasmir, 2008:216):

a. Rasio likuiditas bank

Rasio likuiditas bank merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain, bank dapat membayar kembali pencairan dana para deposannya pada saat ditagih serta mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini, maka bank akan semakin likuid. b. Rasio solvabilitas

Rasio solvabilitas bank merupakan ukuran kemampuan bank dalam mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Rasio ini juga bisa disebut merupakan alat ukur untuk melihat kekayaan bank dan untuk melihat efesiensi bagi pihak manajemen bank tersebut.

c. Rasio profitabilitas/rentabilitas

Profitabilitas atau kemampuan memperoleh laba adalah ukuran presentase yang digunakan perusahaan untuk menilai laba yang dihasilkan. Angka profitabilitas dinyatakan dalam angka sebelum dan sesudah pajak,

34

pendapatan per saham, laba investasi, dan laba penjualan. Nilai profitabilitas menjadi unsur dalam menilai kesehatan bank. Profitabilitas yaitu rasio pengukuran keefektifan manajemen yang ditunjukkan dengan besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan aktiva produktif denngan membandingkan laba yang diperoleh dengan jumlah aktiva atau modal perusahaan.

Profitabilitas perusahaan merupakan unsur yang mempengaruhi kebijakan investor atas investasinya. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dapat menarik investor untuk menanamkan dananya guna menambahkan modal. Apabila profitabilitas suatu perusahaan rendah maka investor akan menarik dananya. Bagi perusahaan pentingnya profitabilitas digunakan sebagai bahan evaluasi atas usaha yang didirikannya.

Tingginya profitabilitas juga berpengaruh pada kesehatan bank, salah satu alat untuk mengkur kesehatan bank adalah dengan analisis 4 aspek, yaitu:

Risk Profile, Good Coorporate Governance, Earning dan capital. Aspek Risk Profile diukur dengan LDR sebagian dari risiko likuiditas dan NPL

sebagai bagian dari risiko kredit. Good Coorporate Governance dapat diukur dengan banyaknya komite audit, dewan komisari, kepemilikan institsional, kepemilikan manajerial, serta Debt to Equity Ratio. Aspek

Earning dapat diukur dengan NIM dan BOPO, sedangkan aspek capital,dapat diukur dengan CAR dan DPK.

35

Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return On

Equity (ROE) untuk perusahaan dan Return On Asset (ROA) pada industri

perbankan. Return On Asset (ROA) memfokuskan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi.

Return On Asset (ROA) merupkan perbandingan antara laba sebelum

pajak dengan rata-rata total asset dalam suatu periode. Rasio ini dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan keuangkan, mengingat keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aset dapat mencerminkan tingkat efesiensi suatu bank. Menurut Hasibuan (2002:100) dalam kerangkan penilaian kesehatan, BI akan memberikan skor maksimal 100 apabila memiliki ROA > 1,5%. Semakin besar Return On Asset (ROA) suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisis bank tersebut dari segi penggunaan aset. Adapun rumus ROA adalah sebagai berikut

Dalam menjalankan sebuah usaha tujuan yang utama yang ingin dicapai adalah memperoleh laba sebesar-besarnya yang merupakan cerminan perubahan kekayaan. Dalam konsep jual beli dan perolehan laba islami, memberikan tuntunan kepada manusia dalam perilakunya untuk memebuhi segala kebutuhan dengan keterbatasan alat kepuasan dengan jalan yang baik dan alat kepuasan yang tentunya halal, secara zatnya maupun secara perolehannya. Prinsip keridhoan, ta‘awun, kemudahan dan transparansi

36

dalam jual beli Islam mencegah usaha-usaha eksploitasi kekayaan dan serta mengambil keuntungan dari kerugian pihak lain. Konsep laba dalam islam secara teoritis dan realita tidak hanya berasaskan pada logika semata-mata, akan tetapi juga berasaskan pada nilai moral dan etika serta tetap berpedoman kepada petunjuk-petunjuk dari Allah.

Menurut Syahatah (2001:165-166) mengungkapkan dasar-dasar pengukuran laba dalam islam dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Taqlib dan Mukhatarah (interaksi dan risiko)

Laba adalah hasil perputaran modal melalui transaksi bisnis, seperti menjual apapun yang diperbolehkan oleh syar’i. untuk itu, pasti ada kemungkinan bahaya atau risiko yang akan menimpa modal yang nantinya akan menimbulkan pengurangan modal pada suatu putaran dan pertambahan pada putaran lain. Tidak boleh menjamin pemberian laba dalam perusahaan-perusahaan mudharabah dan musyarakah. b. Al-Muqabalah

Yang dimaksd muqabalah adalah perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode pembukaan dan hak-hak milik yang pada akhir periode yang sama, atau dengan membandingkan nilai barang yang ada pada akhhir periode yang sama. Juga bisa dengan membandingkan pendapatan (income). Pendapatan itu harus yang halal dan baik, biaya-biaya itupun harus legal dan jelas serta tidak mengandung unsur-unsur yang terlarang dalam syar‘i. sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qurn‘an surat Al-Baqarah ayat 168 yaitu:

37

ۚ

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari

apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa dalam berbisnis mengharuskan untuk mengambil hasil yang halal, yang meliputi halal dari segi materi, halal dari cara perolehan, serta halal dari cara pemanfaatannya dan penggunaannya.

c. Keutuhan modal pokok

Laba tidak akan tercapai kecuali setelah utuhnya modal pokok dari segi kemampuan secara ekonomi sebagai alat penukar barang yang dimiliki sejak awal aktivitas ekonomi. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Saba ayat 36 yaitu:

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki

bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".

Ayat diatas menjelaskan bahwa modal (harta dapat kembali menjadi laba, ketika modal (harta itu) dipergunakan untuk hal-hal yang diridhoi Allah. Yaitu berbisnis sesuai dengan syariat islam dalam artian harus terhindar dari unsur riba, gharar, dan maysir.

38

Dokumen terkait