BAB II URAIAN TEORITIS
B. Rasio Keuangan
1. Analisis Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2006:297), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang signifikan (berarti). Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan. Analisis rasio ini memiliki keunggulan dibanding dengan teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.
d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).
e. Menstandarisir ukuran (size) perusahaan.
f. Lebih mudah memperbandingkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau ”time series”. g. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang
Teknik analisis rasio disamping memiliki keunggulan, juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari ketika penggunaanya. Adapun keterbatasan analisis rasio itu adalah sebagai berikut:
a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
b. Keterbatasan yang dimiliki laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik seperti ini:
• Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif.
• Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar.
• Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio. • Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa
diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan untuk menghitung rasio.
d. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
e. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
2. Rasio Profitabilitas a. Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) yang sering disebut juga sebagai Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang lainnya. ROA atau ROI diperoleh dengan cara membandingkan antara laba bersih setelah pajak terhadap total aktiva. Semakin besar ROA atau ROI menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat kembalian akan semakin besar. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut (Abdullah, 2005:57) :
= ×100% Aktiva Total Pajak setelah bersih Laba ROA
Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih setelah pajak. Hubungan antara laba bersih setelah pajak terhadap aktiva secara keseluruhan akan menunjukkan ukuran produktivitas aktiva dalam memberikan pengembalian kepada penanam modal. Semakin tinggi rasio ini berarti perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan semakin besar (Brigham, 2001:90). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor kepada perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena dapat
memberikan keuntungan (return) yang besar bagi investor. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap return yang akan diterima oleh investor.
b. Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap total modal sendiri (ekuitas) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. ROE dapat diformulasikan sebagai berikut (Abdullah, 2005:60) :
% 100 × = Sendiri Modal pajak setelah bersih Laba ROE
Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif. Suatu angka ROE yang bagus akan membawa keberhasilan bagi perusahaan, yang mengakibatkan tingginya harga saham dan membuat perusahaan dapat dengan mudah menarik dana baru (Walsh, 2004:56). Peningkatan harga saham perusahaan akan memberikan keuntungan (return) yang tinggi pula bagi para investor. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan. Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati oleh investor, karena tingkat kembalian akan semkain besar. Dengan kata lain ROE akan berpengaruh terhadap return yang akan diterima oleh investor.
3. Rasio Leverage
Rasio leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasi perusahaan. Pendanaan perusahaan dapat bersumber dari dalam perusahaan yaitu saham, laba ditahan, dan cadangan. Jika pendanaan dari dalam perusahaan mengalami kekurangan, maka perusahaan dapat mempertimbangkan pendanaan dari luar perusahaan yaitu hutang. Kombinasi dana dari dalam dan luar perusahaan tersebut berkaitan dengan teori struktur modal.
Teori Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa dengan asumsi tanpa pajak, maka nilai perusahaan independen dan tidak dipengaruhi apakah pendanaan usaha menggunakan modal atau hutang, sehingga perubahan struktur modal tidak akan berdampak terhadap nilai perusahaan (Brigham, 2001:31). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan hutang tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Teori Pecking Order yang dikemukakan oleh Gordon Donaldson, menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan (internal) daripada luar perusahaan (external). Penggunaan hutang menyebabkan perusahaan harus membayar sejumlah beban bunga sehingga mengurangi keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, investor cenderung lebih menyukai perusahaan yang tidak menanggung terlalu banyak hutang.
Salah satu rasio leverage yang perlu diperhitungkan oleh investor sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan adalah Debt to Total Assets (DTA). DTA adalah rasio yang mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan
dibiayai oleh hutang. DTA dapat diformulasikan sebagai berikut (Abdullah, 2005:52): % 100 tan × = Aktiva Total g Hu Total DTA
Investor cenderung tidak tertarik pada perusahaan yang mempunyai DTA tinggi. Penggunaan hutang yang besar mengakibatkan perusahaan harus membayar sejumlah besar beban bunga, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin berkurang. Perolehan keuntungan yang sedikit ini, membuat keuntungan (return) yang akan diterima oleh investor juga semakin sedikit. Namun, pada sisi lain investor tertarik pada perusahaan yang mempunyai DTA tinggi, karena dapat meningkatkan laba yang diharapkan (Brigham, 2001:86). Penggunaan hutang yang besar menyebabkan perusahaan memiliki modal kerja yang banyak dan apabila perusahaan efektif mengelola modal kerja tersebut, maka laba yang diperoleh perusahaan juga akan besar. Dengan kata lain DTA akan berpengaruh terhadap return yang akan diterima oleh investor.