• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Rasio Prevalensi dan Hubungan Faktor Faktor yang

5.1.1 Rasio Prevalensi dan Hubungan Pengetahuan Remaja

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi remaja yang merokok adalah 30,14%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Tarigan dalam Aditama TY (1994) yaitu sekitar 40% remaja di Medan adalah perokok. Hal ini mungkin dikarenakan pada masa ini pengawasan dan peraturan di sekolah mengenai kebiasaan merokok lebih ketat dan adanya razia yang dilakukan pihak sekolah.

Remaja yang mengetahui bahaya merokok terhadap kesehatan persentasenya cukup tinggi yaitu 80,63%. Hal ini mungkin berkaitan dengan adanya peraturan yang mewajibkan iklan rokok di media cetak maupun elektronik serta di setiap bungkus rokok untuk mecantumkan bahaya merokok terhadap kesehatan termasuk penyakit yang diakibatkannya. Dengan demikian, makin gencar iklan rokok di masyarakat akan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya merokok.

Sebagian besar (80,63%) remaja mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan serangan jantung dan 60-65% mengetahui rokok dapat menyebabkan gangguan kehamilan dan janin, hipertensi, gangguan pernafasan, kanker, bronkhitis dan impoten (Tabel 4.1).

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

Hal ini menunjukkan bahaya merokok yang diperhatikan remaja adalah serangan jantung, ini mungkin karena remaja menganggap serangan jantung lebih fatal dari yang lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan remaja yang mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan gigi dan mulut adalah 64,21% (Tabel 4.2). Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan pengetahuan remaja tentang bahaya rokok terhadap kesehatan, hal ini mungkin dikarenakan bahaya rokok terhadap kesehatan gigi dan mulut tidak dicantumkan pada setiap iklan rokok, yang mengakibatkan kurangnya sosialisasi tentang penyakit yang diakibatkan rokok terhadap kesehtan gigi dan mulut. Sebanyak 64,21% mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan bau mulut yang tidak sedap. Hal ini mungkin dikarenakan adanya efek langsung yang dapat dirasakan oleh perokok dan yang bukan perokok.

Hasil penelitian menunjukkan remaja yang mengetahui zat berbahaya dalam rokok adalah 67,64%. Sebanyak 67,64% responden mengetahui rokok mengandung nikotin dan tar, sedangkan yang mengetahui rokok mengandung piridin, hidrogen sianida dan fenol adalah 38,97-45,83% (Tabel 4.3). Hal ini mungkin dikarenakan di setiap bungkus rokok dicantumkan kadar tar dan nikotin rokok, sehingga remaja sudah sering mendengar tentang kandungan tar dan nikotin dalam rokok.

Rasio prevalensi pengetahuan bahaya rokok responden terhadap kesehatan dengan kebiasaan merokok adalah 2,2 (p=0,001); terhadap kesehatan gigi dan mulut 1,58 (p=0,007) dan kandungan zat berbahaya dalam rokok 1,48 (p=0,028). Data ini menunjukkan bahwa remaja yang mengetahui bahaya merokok terhadap kesehatan, kesehatan gigi dan mulut serta zat berbahaya dalam rokok lebih banyak yang merokok

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

daripada yang tidak tahu. Hal ini tidak sesuai dengan teori WHO dalam Notoatmodjo (2003) yang menjelaskan salah satu alasan pokok seseorang berperilaku adalah pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) yang berarti seseorang yang merokok akan mempertimbangkan untung rugi dan manfaat mereka merokok. Penjelasan mengapa remaja tetap merokok sedangkan mereka tahu bahaya merokok karena bahaya merokok terhadap kesehatan bukan merupakan sesuatu yang langsung dapat dilihat atau dirasakan, tetapi merupakan akumulasi dari proses yang bertahun-tahun lamanya.

Bahaya merokok terhadap kesehatan gigi dan mulut tidak dicantumkan dalam iklan rokok, hal ini yang mungkin menyebabkan rasio prevalensi merokoknya lebih rendah yaitu 1,58 (p=0,007) dibandingkan dengan rasio prevalensi terhadap kesehatan yaitu 2,22 (p=0,001). Akibat merokok terhadap kesehatan gigi dan mulut yang lebih mudah dan cepat dirasakan perokok yaitu bau mulut yang tidak sedap dan stein/bercak hitam pada gigi.

5.1.2. Rasio prevalensi dan hubungan pengaruh lingkungan sosial remaja di Kota Medan dengan kebiasaan merokok

Hasil penelitian menunjukkan remaja yang orang tuanya merokok 35,79% memiliki kebiasaan merokok (Tabel 4.7). Rasio prevalensi pengaruh orang tua merokok dengan kebiasaan merokok adalah 1,38 dan secara statistik menunjukkan hubungan yang bermakna (p=0,038). Hasil ini menunjukkan orang tua merupakan tokoh yang menjadi acuan remaja, sesuai dengan teori Lawrence Green (1980) dalam Glanz K (2002), yang menyebutkan salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah reinforcing factors yang meliputi sikap dan perilaku tokoh yang menjadi acuan seperti orang tua.

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

Hasil penelitian menunjukkan remaja yang saudara serumahnya merokok 36,94% memiliki kebiasaan merokok. Rasio prevalensi pengaruh saudara serumah merokok dengan kebiasaan merokok adalah 1,43 dan menunjukkan hubungan yang bermakna (p=0,02). Hasil ini menunjukkan bahwa saudara serumah yang merokok juga dapat menjadi referensi remaja untuk memulai merokok. Hal ini sesuai dengan teori WHO dalam Notoatmodjo (2003), yang menyebutkan alasan pokok orang berperilaku adalah adanya referensi dari seseorang yang dipercayai (personal reference) seperti saudara.

Hasil penelitian menunjukkan remaja yang teman dekatnya merokok 35,21% memiliki kebiasaan merokok. Rasio prevalensi pengaruh teman merokok dengan kebiasaan merokok remaja adalah 1,49 dan secara statistik mempunyai hubungan yang bermakna (p=0,012). Besarnya pengaruh teman merokok ini dikarenakan remaja SMA lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah bersama teman-temanya dibandingkan bersama keluarganya, sehingga pengaruh teman dirasakan sangat besar bagi perkembangan remaja.

Hasil penelitian menunjukkan remaja yang mengaku iklan rokok mempengaruhi mereka untuk mencoba merokok sebesar 33,85% memiliki kebiasaan merokok. Rasio prevalensi pengaruh iklan rokok dengan kebiasaan merokok adalah 1,42 dan secara statistik mempunyai hubungan yang bermakna (p=0,034). Hasil ini menunjukkan bahwa iklan rokok sudah sangat gencar, baik melalui media cetak naupun elektronik. Bahkan tidak sedikit kegiatan remaja, seperti kegiatan olah raga dan konser musik yang disponsori oleh rokok. Cara pemasaran rokok juga dirasakan sangat menarik, yaitu dengan dipakainya gadis-gadis cantik yang berpakaian sangat menarik sebagai sales promotion girl (SPG) untuk menjual rokok kepada remaja khususnya.

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

5.2. Hubungan kebiasaan merokok dengan status penyakit periodontal pada remaja di Kota Medan

Rerata indeks oral higiene (IOH) responden yang tidak merokok adalah 2,157 ± 1,422, sedangkan yang merokok reratanya lebih besar yaitu 2,742 ± 1,893. Hasil statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara IOH responden yang tidak merokok dengan yang merokok. Hasil ini sesuai dengan penelitian Quee TC (2002) yang menyatakan merokok dapat memperburuk status oral higiene seorang individu, yang juga bertindak sebagai ko-faktor terjadinya gingivitis dan periodontitis. Akumulasi plak dalam rongga mulut pada perokok juga lebih besar daripada yang bukan perokok.

Rerata indeks periodontal (IP) responden yang tidak merokok adalah 0,617 ± 0,689, hasil ini menunjukkan kondisi klinis responden yang tidak merokok dalam tingkatan gigngivitis sederhana, sedangkan untuk responden yang merokok reratanya lebih besar yaitu 1,132 ± 1,031, menunjukkan kondisi klinis dalam tingkatan tahap awal penyakit periodontal. Hasil statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara IP responden yang tidak merokok dengan yang merokok. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Tomar dan Asma (1999) dari NHANES III yang menyatakan perokok yang menghisap 9 batang rokok perhari kemungkinan untuk menderita periodontitis 2,8 kali daripada yang tidak merokok. Ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lubis S (1999) dalam Kasim E (2001) bahwa asap rokok mempunyai efek terhadap aliran saliva, aliran saliva akan bertambah selama periode merokok. Pertambahan aliran saliva menambah pH dan konsentrasi kalsium pada saliva yang juga menyebabkan pertambahan kalsium fosfat sehingga dengan meningkatnya konsentrasi kalsium menyebabkan

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

terjadinya mineralisasi plak. Perlekatan plak yang merupakan awal terbentukya kalkulus, yang jumlahnya lebih besar dijumpai pada perokok akan memperburuk status kebersihan mulut seorang individu, yang kemudian merupakan ko-faktor terjadinya penyakit periodontal.

Secara persentase hubungan antara jenis perokok dengan indeks oral higiene dan indeks periodontal menunjukkan kecendrungan peningkatan pada setiap jenis perokok, tetapi secara statistik hubungan antara jenis perokok dengan indeks oral higiene dan indeks periodontal tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hal ini mungkin dikarenakan data pada perokok sedang dan berat sangat kecil yaitu sebesar 9 dan 4 orang, dibandingkan dengan data perokok ringan yaitu sebesar 110 orang.

5.3. Gambaran karakteristik merokok pada perokok remaja di Kota Medan

Persentase jenis perokok pada remaja menunjukkan 89,43% perokok ringan, 7,31% perokok sedang dan 3,25% perokok berat. Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian Rochadi K (2004) yang menyatakan 64,7% remaja SMU Negeri di 5 wilayah Jakarta adalah perokok ringan, 18,2% perokok sedang dan 17,1% perokok berat. Hal ini mungkin dikarenakan taraf ketergantungan terhadap rokok pada remaja SMA di Kota Medan masih rendah, ini sesuai dengan persentase remaja yang baru memulai merokok selama 1-2 tahun (25,20-26,01%).

Persentase jenis rokok yang dihisap perokok remaja menunjukkan 70,73% perokok menghisap rokok putih, 15,44% menghisap rokok kombinasi (putih+kretek), 13,0% menghisap rokok kretek dan 0,81% menghisap cerutu. Hasil ini juga berbeda dengan

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

penelitian Rochadi K (2004), yang menyatakan 48,8% remaja SMU di 5 wilayah Jakarta menghisap rokok kretek, 35,3% kombinasi dan 15,9% rokok putih. Hasil ini menggambarkan perokok remaja di Kota Medan akan lebih sedikit terpapar racun rokok, karena sebagaimana kita ketahui rokok kretek tidak memiliki filter yang dapat menyaring racun yang dihisap seperti halnya rokok putih. Disamping itu, mungkin karena harga rokok putih lebih murah daripada rokok kretek sehingga dapat terjangkau oleh remaja dan rokok putih menawarkan rasa yang lebih bervariasi serta promosinya juga lebih gencar.

Persentase lama merokok pada perokok remaja, menunjukkan perokok yang merokok 1,2 dan 3 tahun sebesar 20,32-26,01%. Hal ini berarti mereka memulai merokok sekitar usia 12-15 tahun, ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suhardi (1995) yang menyatakan pada umumnya penduduk Indonesia mulai mengkonsumsi rokok pada usia muda, yaitu 41,5% pada usia 15-22 tahun. Dari hasil penelitian juga diperoleh ada yang sudah merokok selama 7 tahun sebesar 4,87%, hal ini menggambarkan ada remaja yang sudah memulai kebiasaan merokoknya sejak duduk di bangku SD. Ini menunjukkan bahwa begitu mudahnya anak-anak usia muda memperoleh rokok. Seharusnya pemerintah dapat membatasi pembelian rokok hanya untuk orang yang sudah dewasa atau memiliki KTP dan melarang pembelian rokok secara satuan, sehingga perokok usia muda dapat dikurangi jumlahnya, mengingat efek yang disebabkan oleh rokok sangat berbahaya bagi kesehatan.

Persentase sumber biaya untuk membeli rokok pada perokok remaja, menunjukkan hampir separuh remaja (49,59%) memperoleh biaya untuk membeli rokok dari uang saku dari orang tua. Hal ini dikarenakan remaja masih sepenuhnya mendapatkan uang dari orang

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

tua karena belum bekerja sendiri dan menjadi masukan bagi para orang tua untuk mempertimbangkan jumlah uang saku anaknya.

Persentase tempat biasanya remaja merokok pada perokok remaja, menunjukkan 21,14-33,33% merokok di rumah, sekolah dan di mall. Persentase waktu biasanya remaja merokok pada perokok remaja, menunjukkan 22,76-35,77% merokok pada waktu pulang sekolah, sore hari dan jam sekolah. Hasil ini menunjukkan kurangnya pengawasan dari orang tua dan guru tentang kebiasaan merokok remaja. Seharusnya pihak sekolah menerapkan sanksi yang tegas terhadap muridnya yang kedapatan merokok, seperti skorsing, sehingga dapat membuat efek jera kepada yang lainnya. Pemerintah Kota Medan juga seharusnya dapat mengeluarkan peraturan daerah yang membatasi dan mengatur tempat bagi para perokok untuk merokok di tempat umum seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Jakarta dalam PERDA No.2/2006, sehingga diharapkan mampu mengurangi persentase perokok remaja.

Persentase alasan psikologis remaja merokok menunjukkan 79,67% karena kebiasaan, 72,36% pengaruh positif, 60,16% gengsi 48,78% pengaruh negatif dan 14,63% karena adiktif. Hal ini mungkin dikarenakan remaja menganggap merokok sudah menjadi kebiasaan rutin, misalnya saat berkumpul dengan teman dan merokok juga digunakan untuk menambah kenikmatan seperti habis makan dan untuk menyenangkan perasaan.

Persentase penyebab pertama kali merokok pada remaja, menunjukkan 32,52% karena teman yang merokok; 21,95% orang tua merokok; 21,14% saudara yang merokok; 13,82% karena iklan rokok dan 10,57% tidak ingat (lupa) penyebab pertama kali merokok.

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

Hasil ini menunjukkan pengaruh teman sangat besar pada remaja SMA, ini dikarenakan sebagian besar waktu remaja dihabiskan bersama teman-temannya diluar rumah.

Rika Mayasari Alamsyah : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007, 2009.

Dokumen terkait