• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 REAKSI ASETILASI

Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer. Reaksinya adalah asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Alkohol merupakan nukleofil lemah oksigen, alkohol mampu mengadisi ikatan C=O (Aldehid/ keton), gugus OR akan melekat pada karbon dan proton akan melekat pada oksigen. Aldehid dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiasetal.Sedangkan Keton dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiketal. Reaksi adisi ini bersifat dapat balik[10]

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Hemiasetal dan Hemiketal [10]

Mekanisme pembentukan hemiasetal/hemiketal melibatkan tiga langkah. Pertama oksigen karbonil (C=O) diprotonasi oleh katalis asam, kemudian oksigen alkohol menyerang karbon karbonil, dan proton dilepaskan dari oksigen positif yang dihasilkan.

Dengan kehadiran alkohol berlebih, hemiasetal/hemiketal bereaksi lebih lanjut membentuk asetal/ketal. Dimana gugus hidroksil (OH) dari hemiasetal digantikan oleh gugus alkoksil (OR). Asetal memiliki dua fungsi eter (COR) pada atom karbon yang sama. Reaksi pembentukan asetal terjadi karena salah satu dari kedua oksigen

14

hemiasetal dapat diprotonasi. Bila oksigen hidroksil diprotonasi, lepasnya air menghasilkan karbokation resonansi. Reaksi karbokation ini bereaksi dengan alkohol yang biasa sebagai pelarut dan berada dalam keadaaan berlebih menghasilkan asetal (sesudah proton lepas) [10].

Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Asetal [12]

Mc Curry Jr. dan Pickens. (1990) menyebutkan bila glukosa yang digunakan sebagai sumber karbohidrat, suhu reaksi berkisar antara 85-120 oC, namun disarankan berkisar antara 95-110 ̊̊C. Bila suhu secara signifikan lebih besar dari 120 oC, akan terjadi reaksi samping yang lebih cepat dari reaksi utamanya. Ketika glukosa digunakan, pembentukan polidekstrosa dan zat warna yang tidak diinginkan akan meningkat. Sementara suhu juga tidak boleh di bawah 85 oC karena akan menyebabkan penurunan laju reaksi yang tidak dapat diterima [9].

Menurut Buchanan dan Wood (2000) rasio molar katalis dengan monosakarida yang efektif berkisar antara 0,001:1 sampai 0,5:1. Rasio molar yang lebih disarankan berkisar antara 0,006:1 sampai 0,2:1. Namun yang paling disarankan berkisar antara 0,008:1 sampai 0,018:1 [23].

15

Gambar 2.10 Reaksi Pembentukan Alkil Poliglikosida Satu Tahap [18] 2.5 PROSES PENCOKLATAN

Proses karamelisasi yang terjadi pada proses sintesis APG merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan [7]. Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua hingga warna gelap selama peningkatan suhu [24].

Proses dehidrasi pelepasan H2O pada gula heksosa membentuk turunan-turunan furfuraldehida, misalnya hidroksil metil furfural (HMF) [7]. Menurut Aida et al. (2007), pembentukan furfural dari D-glukosa diawali dengan pembentukan 1,2 enediol, kemudian terbentuk D-Fruktosa dan dilanjutkan pembentukan 3-Ketose. Setelah itu terbentuk arabinosa yang terdehidrasi mengeluarkan H2O hingga menjadi furfural [25].Adapun skema proses perubahan glukosa menjadi furfural dapat dilihat pada Gambar 2.11.

16

Gambar 2.11 Proses perubahan D-Glukosa menjadi HMF [25]

2.6 ADSORPSI

Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu adsorbat pada permukaan adsorben. Adsorbat adalah zat (molekul, atom, atau ion) yang diserap sedangkan adsorben adalah zat yang menyerap [26]. Adsorpsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.Bahan yang banyak digunakan sebagaiadsorben adalah karbon aktif, molecularsieves dan silika gel [27].

17 2.7 KARBON AKTIF

Karbon aktif adalah bahan yang mengandung karbon yang telah ditingkatkan kadar adsorpsinya. Aktivasi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan fisik pada permukaan karbon melalui penghilangan hidrokarbon, gas-gas dan air dari permukaan tersebut sehingga permukaan karbon semakin luas dan berpori [28], sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna [7].

Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Karbon aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay [29].

Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH netral atau basa. Perlakuan ini dilakukan pada suhu 10-140 oC dengan jumlah karbon aktif sebanyak 0,01-10 % dari massa larutan [8].

Penggunaan karbon aktif sebaiknya yang berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan karbon aktif yang berbentuk granula, namun penggunaan karbon aktif serbuk dapat menyisakan partikel-partikelnya pada produk yang dihasilkan [10].

Pada penelitian ini akan digunakan karbon aktif MERCK dengan CAS Number: 7440-44-0. Adapun spesifikasinya sebagai berikut:

• Massa molekul : 12,01 gr/mol • Titik leleh : 3550 oC • Densitas curah : 150-440 kg/m3

• Ukuran partikel : 90% (< 100 µm) [30]. 2.8 ANALISIS EKONOMI

Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan baik dan ketersediaannya dari bahan terbarukan [22]. Fatty alcoholrantai panjang

18

yang diperkenankan dalam sintesis alkil poliglikosida (APG) adalah dengan panjang rantai atom C8-C22, namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai fatty alcoholC8-C18 [1]. Karena itu dalam sintesis APG digunakan dekanol (fatty alcohol

C10).

D-Glukosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan APG. Penggunaan D-Glukosa dalam pembuatan APG dapat mengurangi investasi awal karena peralatan yang diperlukan lebih sedikit.

Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer, yaitu reaksi asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi APG dari dekanoldan D-glukosa dengan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben untuk meningkatkan kecerahan APG. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual APG.

Dibutuhkan 1 Ldekanol, 180 gramD-glukosa dan 29,4 gramkarbon aktif untuk menghasilkan 409,2 gramAPG dengan % transmisi 44,90. Dekanol yang digunakan sebagai bahan baku dapat digunakan kembali setelah melalui proses distilasi sehingga menghemat biaya produksi. Sehingga diperkirakan biaya produksi APG adalah sebagai berikut:

 Biaya bahan baku :

• Biaya pembeliandekanol = 1 L = Rp 19.148/L [31] • Biaya pembelian D-glukosa = Rp 665.000/kg [32]

= 0,18 kg x Rp 665.000/kg = Rp 119.700

• Biaya pembelian karbon aktif = Rp 1.905.000 /kg [32] = 0,0294 kg x Rp 1.905.000 /kg = Rp 56.007

• Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kWh x Rp 1.352 kWh x 2 jam

= Rp 1.352 [33]

19

 Harga jual APG = Rp 239.187/kg x 0,4092 kg [34] = Rp 97.875

Dapat dilihat bahwa harga bahan baku pembuatan APG dengan menggunakan dekanol dan D-glukosa serta menggunakan karbon aktif untuk meningkatkan kecerahan, jauh berbeda dengan harga bahan jual APG secara komersil. Hal ini disebabkan karena pembuatan APG ini masih dalam skala kecil, sumber karbohidrat yang digunakan D-glukosa, dekanolyang digunakan tidak dilakukan recycle, serta penggunaan karbon aktif p.a. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan APG. Namun dari segi produksi, peningkatkan kecerahan dengan menggunakan karbon aktifdinilai ekonomis karena dapat mengurangi penggunaan

20

BAB III

Dokumen terkait