• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROSES KERUNTUHAN KOMUNISME POLANDIA

C. Reaksi Masyarakat Polandia

Reaksi masyarakat Polandia dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang dirasa sangat memberatkan diwakili oleh perjuangan Solidaritas dan beberapa gerakan sosial pertahanan diri. Untuk memudahkan pembahasan, penulis mengklasifikasikan tiga periode perjuangan tersebut untuk melengkapi pembahasan bab III, yang meliputi periode revolusi I, revolusi II, dan periode kemenangan.

a. Periode revolusi I

Pada tahun awal 1980-an, para pekerja di galangan kapal Gdansk bergabung dengan para pekerja galangan kapal dan pabrik di dekat Gdynia dan Szczecin, di sepanjang Pantai Laut Baltik, serta Elblag yang berada di Timur Laut Gdansk. Gabungan pekerja galangan kapal dan buruh industri yang tergabung ini kemudian membentuk sebuah komite (Inter-Factory Strike Committee) yang dalam akronim Polandia disingkat MKS.221 Tujuan dibentuknya MKS ini adalah agar para buruh di tempat lain, besedia bergabung dengan pekerja galangan kapal nasional untuk menjadi anngota organisasi buruh bebas.

Selain para buruh pelabuhan, buruh tambang, dan buruh industri yang tergabung dalam MKS, dalam aksi massal tersebut juga terdapat kelompok gerakan anti pemerintah. Gerakan itu dipelopori oleh sebuah komite bagi pertahanan sosial (Committee for Self-Defense), yang dalam akronim Polandia disebut KOR. Pembentukan KOR sendiri terjadi setelah terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan pemerintah terhadap para demonstran pada tahun 1976. KOR merupakan cikal bakal

221

lahirnya Solidaritas. Dengan memanfaatkan sikap toleransi dari pemerintah, KOR mulai menerbitkan serangkaian pemberitaan dan memberikan dukungan terhadap pengajaran di universitas bawah tanah.222

Beberapa pemimpin KOR seperti sosiolog Jacek Kuron, merupakan marxis terpelajar. Karena pengetahuannya yang luas, dia menentang kebijakan negara pada saat itu. Kuron menuntut adanya demokratisasi dan desentralisasi dari sebuah sistem negara sosialis yang baru. Pemerintah tidak tinggal diam dengan makin kuatnya dukungan rakyat terhadap KOR. Para pemboikot termasuk Kuron dan beberapa pengikutnya ditangkap. Pemerintah ingin mengisolir rakyat dari para intelektual anti pemerintah tersebut.

Tanggal 14 Agustus 1980 beberapa pekerja berdatangan di pagi hari menuju Galangan Kapal Lenin Gdansk lalu kemudian mendeklarasikan sebuah pemogokan. Mereka mengunci pintu-pintu yang berada di belakang mereka dan mulai membentuk sebuah komite pemogokan mampu mempengaruhi ribuan massa yang ada di tempat itu. Pada tanggal 16 Agustus 1980, pimpinan Solidaritas mengumumkan 16 daftar tuntutan. Tuntutan mereka yang paling utama adalah terbentuknya sebuah serikat bebas. Beberapa hari kemudian, seorang penasehat KOR mengajak Walesa beserta kelompoknya untuk bergabung dengan para politikal dan orang-orang dari lembaga hukum yang berpengalaman. Sebagian besar dari mereka adalah para intelektual Katolik yang berasal dari Warsawa dan Krakow. Mereka kemudian menambah jumlah tututan yang tadinya hanya berjumlah 16 menjadi 21 tuntutan. Tuntutan

222

tambahan itu mendesak pemerintah untuk memberikan kebebasan berbicara, kebebasan media nasional untuk mengakses informasi seputar serikat Solidaritas dan sebaliknya, serikat Solidaritas boleh mempublikasikan segala bentuk informasi kepada masyarakat luas, serta adanya legalitas terhadap aksi pemogokan.223

b. Periode revolusi II

Serangkaian pemogokan masih saja terjadi seiring dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga kebutuhan pokok. Sejalan dengan situasi menjelang keambrukan Komunisme Polandia, para pemimpin Solidaritas semakin gencar melancarkan aksi protes. Pada periode kedua ini, Solidaritas berhasil memaksa rezim komunis untuk menerima mereka sebagai mitra sederajat dalam Round Table

Talks (Perundingan Meja Bundar).224 Perundingan Meja Bundar (RTT) diadakan

pada tanggal 6 Februari-5 April 1989. Dalam perundingan itu, pihak pemerintah diwakili oleh partai petani dan partai demokrat. Sedangkan pihak nonkomunis terdiri dari perwakilan Gereja Katolik, kelompok independen, dan Solidaritas. Meskipun perundingan berlangsung cukup lama dan alot namun pihak Barat menganggap RTT sebagai simbol kemenangan Solidaritas. Sharing Power (berbagi kekuasaan) antara pemerintah dan Solidaritas dianggap sebagai jalan alternatif terbaik. Konflik telah mengarah pada terwujudnya konsensus. Persetujuan pemerintah membuka dialog

223

Ibid., hal. 370.

224

dengan Solidaritas membuktikan bahwa pemerintah kewalahan mengatasi berbagai krisis di Polandia.

Hasil kesepakatan RTT yang ditanda tangani pada 5 April 1989, adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan anggota parlemen (Sejm), pada bulan Juli akan diselenggarakan secara demokratis. Pihak oposisi diberi peluang untuk memperebutkan 35% kursi. Di pihak lain, Partai komunis bersedia melepaskan dominasi politiknya.

2. Akan dibentuk Senat sebagai lembaga perwakilan rakyat yang baru. Senat memang tidak memiliki wewenang membuat Undang-undang, tetapi mempunyai hak veto atas produk legislatif yang dibuat Sejm.

3. Unadang-undang tahun 1982, tentang perserikatan harus diubah sehingga memungkinkan pengesahan Solidaritas sebagai salah satu kekuatan social-politik.

4. Lembaga kepresidenan Polandia akan diubah menjadi lemabaga kepresidanan model Perancis, dalam rangka menciptakan stabilitas nasional karena adanya perubahan sistem politik. Presiden memiliki wewenang mengusulkan dan memecat Perdana Mentri, mengeluarkan dekrit, memveto Undang-Undangserta membubarkan parlemen.

5. Semua pihak akan berusaha menekan (menurunkan) inflasi. Penyelesaian atas masalah ini dilakukan dengan jalan melaksanakan sistem ekonomi pasar (termasuk dalam bidang produksi pertanian). Beban utang luar negeri akan dikurangi. Kaum buruh akan memperoleh kompensasi atas kenaikan harga barang (termasuk barang kebutuhan pokok).

6. Akan disetujui pembentukan rural solidarity.

7. Oposisi diijinkan menerbitkan sebuah harian nasional, memakai alat-alat media massa milik pemerintah dan semua bentuk sensor yang dikendurkan.

Masa jabatan Mahkamah Agung diubah dari 5 tahun menjadi tidak terbatas tergantung panel khusus yang dibentuk Senat dan Sejm. Pengangkatan Mahkamah Agung dilakukan oleh sebuah panel khusus tersebut.225

225

c. Periode Kemenangan

Salah satu syarat negara dikatakan berhasil menegakkan asas demokrasi adalah jika masyarakatnya mampu menyelenggarakan pemilihan umum. Polandia merupakan negara di kawasan Eropa Timur pertama yang berhasil mengadakan pemungutan suara di bawah rezim komunis. Segera setelah perundingan RTT berakhir, langkah selanjutnya adalah menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat di parelemen maupun senat. Dalam pemungutan suara yang berlangsung pada tanggal 4 Juni 1989 tersebut, para wakil Solidaritas berhasil menyapu bersih lawan mereka dari partai komunis. Dari 261 kursi yang tersedia, Solidaritas hanya kehilangan satu kursi. Begitu juga di senat, 99 dari 100 kursi yang ada dapat diraih dengan gemilang. Kemenangan ini juga dirasakan oleh Gereja Katolik. Pada tangga 17 Mei 1989, Sejm menyetujui sebuah Undang-Undang yang mengakui Gereja. Undang-undang tersebut juga memperbolehkan pihak Gereja membeli atau menjual gedung-gedung yang dimilikinya, menyelenggarakan usaha rumah sakit dan sekolah. 226

Kemengan Solidaritas dalam RTT dan terselenggaranya pemilihan umum belum dapat dikatakan sebagai kemenangan final bagi Polandia. Hutang luar negeri Polandia tahun 1986 tercatat sebanyak US$33.5 milyar, kemudian dalam tiga tahun meningkat menjadi US$39 milyar. Meskipun rakyat telah menang secara politis

226

karena memiliki wakil di parlemen namun dengan hutang sebanyak itu, kehidupan mereka belum mengalami perubahan yang berarti.227

Dokumen terkait