• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 4. Reduksi Wawancara FH

Wawancara pertama dengan subyek

Tanggal/ Waktu : Sabtu, 2 April 2016/ pukul 19.05 WIB

Tempat : Lare Solo (cafe teh)

Identitas Subyek

1. Nama : FH

2. Alamat daerah Asal : Latusari, Abiansemal, Bali

3. Tempat tinggal di Yogyakarta: Kos-kosan di daerah Plemburan, Yogyakarta.

Daftar pertanyaan wawancara, sebagai berikut :

A. Penyesuaian Diri Mahasiswa Pendatang Angkatan Tahun 2012 di

Lingkungan Kebudayaan Yogyakarta.

1. Sebagai mahasiswa pendatang, bagaimana tanggapan anda mengenai lingkungan kebudayaan di Yogyakarta?

“ Jogjakarta itu ramah, welcome ke pendatang, jarang ngeliat ada perselisihan antara warga asli Jogja sama warga pendatang, aku lihat hampir tidak ada, kalaupun ada yang buat masalah ya pendatangnya. Jogja itu beragam, tidak memaksakan kaya kamu harus patuhi peraturanku, ngga kaya di daerah asalku, yang dipaksain untuk menghargai agama Hindu.”

167

2. Apakah terdapatperbedaan budaya di Yogyakarta dengan budayadaerah asal Anda?

“Ada si, perbedaannya kalau di Bali kehidupannya itu bergantung sama Hindu, kalau bukan Hindu ya bukan Bali. Kalau di Jawa kan pandangannya kejawen, agama ngga begitu masalah, yang menganggap orang Jawa kan dari kejawennya itu bukan dari agama, jadi dari kehidupannya juga berbeda, kalau disana kan lebih keagamaan, jadi kalau ada yang beda dikit ya kerasa banget disana, misalnya beda agama, atau tempat tinggal juga kerasa banget diskriminasinya, beda desa aja bisa dikucilin, itu kalau di daerah pedesaan, tapi kalau diperkotaan kayaknya udah engga. Sedangkan kalau disini, di Jogja kan plural, lebih beragam. Makanan disini manis, kalau aku sukanya pedas, tapi sekarang bisa menyesuaikan, malahan kalau makan masakan Bali jadinya ini kok pedes banget ya”

3. Jika terdapat perbedaan kebudayaan, bagaimana upaya yang Anda lakukan untuk menyikapi hal tersebut?

“ kalau aku si ndak begitu harus usaha keras buat menyesuaikan dengan perbedaan budaya Bali sama disini, karena orang tuaku juga sering pakai budaya Jawa, sodaraku, mbahku banyak dari Jawa, jadi ndak begitu masalah, malahan aku ngerasa bebas kalau disini ndak seperti di Bali yang banyak aturannya, justru disana, aku banyak usaha buat nyesuain. Malahan aku ngerasa bebas, kalau disini aku mau nglakuin apa ya terserah gitu, ngga terkekang dengan aturan kaya di Bali, kalau disana kan ngelakuin sesuatu hal yang ngga baik dampaknya bukan cuma ke aku, tapi ke kaumku, jadi aku bawa suku Jawa, jadi itu harus lebih di jaga, jadi semua pendatang orang Bali disebut orang Jawa, walaupun mereka dari

168

Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, mereka bukan orang Bali, mereka ke Bali, terus disebut orang Jawa. Ngga cuma suku juga, jadi agama juga jadi disana agama kita juga kurang baik gitu, karena pengeboman disana jadi lebih jelek nama kita.” 4. Apakah terdapat persamaan budaya di Yogyakarta dengan budaya daerah asal

Anda?

“ kalau persamaan, mungkin dari bahasa ya, bahasa Bali kan ada tingkatannya juga, ada yang dipake untuk binatang, untuk teman sebaya, untuk orangtua, untuk kasta yang lebih tinggi, plus untuk pendeta, untuk Tuhan, dibagi 3 jadi kasar, sedeng, alus, nah kalau di Jawa juga sama kan ada ngoko, krama, krama hinggil.” 5. Bagaimana perasaan Anda ketika berada di tengah- tengah masyarakat mayoritas

berkebudayaan Yogyakarta ?

“ senang, ya aku senang aja disini, nyaman gitu.”

6. Sebelum ke Yogyakarta sebagai mahasiswa pendatang apakah Anda pernah mempelajari kebudayaan Yogyakarta ?

“ kalau belajar secara khusus si engga, tapi kalau belajar tanpa disadari mungkin aku belajar dari keluargaku, orang tuaku.”

7. Apakah Anda merasa bangga dengan budaya Yogyakarta atau sebaliknya Anda merasa bangga dengan budaya daerah asal Anda?

“ dibilang bangga, justru aku malah ngerasa bangga sama budaya sini daripada budaya sana, budaya yang beragam tidak hanya untuk satu aliran gitu ya, kalau disini lebih ngga usah mandang kesukuan lagi.”

169

“ karakteristik Yogyakarta aku suka, menurutku karakteristik Yogyakarta itu bagus, dan itu khas, jadi daerah lain itu ngga ada, jadi udah khas banget, dari bahasa, budaya kesenian, ya yang lain- lain itu juga khas.”

9. Menurut Anda, apa saja nilai positif dari lingkungan kebudayaan di Yogyakarta? “ positif budaya Jogja itu ramah, sopan santun, halus, bersahaja, seperti setara gitu, ngga ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kalau negatifnya, karena halus itu, ada beberapa orang yang lebih baik ngga di bilang langsung di depan, nah terus ngomong dibelakang. Itu yang aku ngga suka, dan ngga pengin niru juga orang- orang kaya gitu, karena kalau ngga suka ya ngomong di depan, jangan disimpen terus ngomong di belakang.”

10. Menurut Anda, apa saja nilai negatif dari lingkungan kebudayaan di Yogyakarta? “ bisa di bilang ngga ada”

11. Apakah Anda merasa memiliki kendala ketika berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan kebudayaan di Yogyakarta ?jika ada bagaimana kendala yang terjadi? “ ngga pernah, menurutku orang- orang disini itu ngga suka bikin masalah, jadi bisa dikatakan aku ngga pernah denger orang sini bikin masalah, biasanya yang bikin masalah itu malah pendatang yang dari luar Jawa malahan.”

12. Jika Anda pernah mengalami kendala dalam menyesuaikan diri dengan budaya Yogyakarta, Bagaimana sikap yang Anda lakukan dalam menanggapi kendala yang terjadi?

“ belum pernah ngalamin masalah sama orang sini, jadi belum tau harus gimana, tapi kalau misalnya terjadi masalah sama orang sini, kalau aku si mending diem ya.”

170

13. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat yang berada di Yogyakarta? “ usaha secara khusus ngga ada, menurutku ngga susah buat nyesuaiin disini.” 14. Apakah Anda merasa kesulitan dalam pemahaman mengenai bahasa Jawa?

“ nggasulit untuk ngerti bahasa Jawa”

15. Apa usaha Anda dalam mempelajari bahasa Jawa?

“ kalau belajar itu si ngga juga, kan orangtuaku sering pake bahasa Jawa buat komunikasi juga jadi aku sering denger. Tapi kalau ngomongnya si belum berani sama sembarang orang, kan bahasa Jawa ada tingkatannya, takut salah juga di bilang ngga sopan ya, karena aku tahunya kan bahasa yang sering di pake buat sehari- hari gitu, kecuali sama temen sendiri, kalau misalnya mereka ngomong pake bahasa Jawa terus aku ngomong pake bahasa Indonesia nanti aku dibilang sombong.”

16. Apakah Anda merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat Yogyakarta? Jika iya jelaskan bagaimana kesulitan yang dialami?

“ ngga si, buat komunikasi ya mudah aja, aku orangnya gampang ngerti kalo orang sini pake bahasa Jawa, udah biasa denger juga dulu di rumah, orangtuaku sering pake bahasa Jawa. Kalau aku di rumah si pake bahasa Indonesia, cuma kalau di rumah bapak ibuku pakenya bahasa Jawa. ”

17. Bagaimana perasaan Anda ketika berinteraksi dengan lingkungan kebudayaan di Yogyakarta?

“ seneng aja, aku orangnya suka nyari temen, orang sini juga ramah kan jadi aku juga seneng.”

171

18. Bagaimana upaya Anda dalam melakukan hubungan sosial di lingkungan kebudayaan Yogyakarta?

“ dari awal di sini (Yogyakarta) aku ngga menutup diri, lebih terbuka, banyak bergaul, karena menurutku itu cara yang paling tepat untuk mendekat sama lingkungan disini (Yogyakarta)”

19. Apakah Anda pernah berpartisipasi secara sosial dengan masyarakat di lingkungan Yogyakarta?

“ kalau dikelas, aku diajakin teman main, jadi ya sering keluar kemana gitu. Dulu aku kan tinggal di tempat nenek, sering ikut kegiatan kampung, ikut kumpul, ya kegiatan 17an pernah, ronda, kalau sekarang mungkin karena ngekos ya, jadi engga.”

20. Jika Anda pernah melakukan partisipasi sosial dengan masyarakat di lingkungan Yogyakarta, bagaimana perasaan Anda pada saat mengikuti partisipasi sosial tersebut?

172

HASIL WAWANCARA

Wawancara kedua dengan subyek

Tanggal/ Waktu : Jum’at, 8 April 2016/ Pukul 16.15 WIB

Tempat : Minke Redbean Dessert Bar ( cafe milik subyek)

Identitas Subyek

4. Nama : FH

5. Alamat daerah Asal : Latusari, Abiansemal, Bali.

6. Tempat tinggal di Yogyakarta: kos-kosan di daerah Plemburan, Yogyakarta.

Daftar pertanyaan wawancara, sebagai berikut :

B.Strategi Akulturasi Psikologis yang digunakan Mahasiswa Pendatang

Angkatan Tahun 2012.

1. Lebih sering mana interaksi sosial Anda dengan masyarakat kebudayaan

Yogyakarta atau masyarakat yang berasal dari daerah asal Anda ?

“ bisa dikatakan sama orang sini, soalnya aku jarang ketemu orang Bali, orang Bali kan jarang yang ngerantau, mereka lebih nyaman di Bali.”

2. Apakah Anda masih menggunakan bahasa dari daerah asal Anda dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan Yogyakarta,?

“ udah jarang, tapi kalau ketemu orang asal Bali, terus harus di pancing dulu, ngga di pancing ngga keluar, soalnya kadang suka lupa sama bahasa Bali, sering aku ditanyain gini nih, coba kamu pake bahasa Bali ?, aku langsung ngeblank ngga

173

bisa bahasa Bali, jadi harus dipancing pake bahasa Bali, tapi ntar sering ada yang ketuker sama bahasa Jawa. Soalnya mirip, kadang ketuker sama bahasa Jawanya. Terus kaya penempatan dialek dan logat yang tidak tepat, tiba- tiba dialeknya meleset ke bahasa Jawa.”

3. Jika Anda bisa memilih, di masyarakat kebudayaan mana Anda akan tinggal? “kalau harus memilih, disini aja deh (Yogyakarta) aku harus tinggal, dan kalau harus memilih budaya jogja aja deh, udah cocok banget sama diri aku”

4. Apakah Anda menerapkan nilai-nilai kebudayaan yang berasal dari daerah asal Anda di lingkungan kebudayaan Yogyakarta ?

“ budaya Bali itu Hindu, jadi budayanya itu dari ajaran hindu, sedangkan aku kan muslim, aku ngga nganut itu, jadi ya kurang tepat aja budaya Bali kalau diterapin ke diri aku”.

5. Apakah Anda membiasakan diri dengan kebudayaan di Yogyakarta?

“kedua orangtuaku asalnya dari Jawa, di rumah orangtuaku juga masih pake budaya Jawa, kaya bahasa jawa, sama ajaran- ajarannya juga , jadi ngga asing si, buat ngebiasain diri kaya orang Jawa ngga susah juga.”

6. Apakah Anda merasa cocok dengan cita rasa yang khas dari makanan di Yogyakarta?

“ awal- awalnya si , kaya kurang berkenan ya, apa- apa manis, tapi kalau sekarang si malah suka, malahan sekarang aku ngga kuat pedes.”

7. Apakah Anda membatasi interaksi sosial Anda dengan masyarakat lingkungan kebudayaan di Yogyakarta?

174

“ dari awal di sini aku ngga ngebatasin diri, lebih banyak bergaul, karena menurutku itu cara yang paling tepat untuk mendekat sama lingkungan disini.” 8. Apakah Anda membatasi interaksi sosial Anda dengan masyarakat lingkungan

kebudayaan di daerah asal Anda?

“ ngga pernah, aku malah pengin punya banyak teman di sini, sebanyak- banyaknya”

9. Menurut Anda, apakah Anda bisa menyesuaikan diri di lingkungan Yogyakarta? “ bisa, bisa banget malahan, jadi tuntutannya kayaknya ngga terlalu merepotkan , lebih mudah disini daripada di Bali.”

10. Menurut Anda, Anda lebih nyaman berada di lingkungan kebudayaan Yogyakarta atau lingkungan kebudayaan daerah asal Anda ?

“ kenyamanan aku tinggal itu berbeda, kalau disini, aku kayak lebih merasa diterima, lebih nyaman, kalau disana, disana ngga terlalu di terima, ngga bisa nyatu sama orang sana, karena berbeda, kan disana itu Hindu, sedangkan aku ini islam, susah kan kalau menyesuaikan. Terus disini aku lebih merasa bebas, jadi lebih merasa ngga dikekang gitu, sama aturan- aturan yang harus inilah, itulah sesuai sama aturan dari ajaran Hindu, sedangkan aku kan ngga nganut itu, jadi ya kalau di haruskan nurut, jadi lebih merasa dipaksa aja.”

11. Apakah Anda mempunyai pengalaman negatif dengan masyarakat kebudayaan di Yogyakarta?

“ngga pernah si, mungkin karena aku itu orangnya bisa buat nyesuain disini, nyesuaiin kaya orang Jawa, jadi ngga pernah ada masalah juga sama orang disini.”

175

12. Apakah Anda mempunyai pengalaman negatif dengan masyarakat kebudayaan daerah asal Anda?

“ pernah, jadi aku ngerasa kalau di sana aku ini ngga bebas banget, ngerasa dikekang dengan aturan budaya sana, dari dulu aku kalau di sekolah itu harus patuh sama aturan budaya Bali, jadi ada kalau hari khusus itu pake pakean adat Bali, kalo nyepi juga aku dirumah terus, ngga berisik, jadi dipaksa buat ngehargain budaya sana, tapi orang disana juga ngga ngehargain budayaku, aku kan Islam, kalau hari Jum’at kalau sekolah disini kan dikasih kesempatan buat shalat jum’at, nah kalau disana itu engga, terus kalau disini kan adzan pasti ada di TV, kalau disana ngga ada, nah pernah ya waktu itu ada kasus pencurian kepala patung yang di angkul- angkul depan rumah itu warga sana ngiranya yang nyuri itu pendatang dari Jawa, padahal setelah diusut yang nyuri orang sana. Terus disana jarang ada masjid, aku kalau mau shalat Jum’at harus ke kantor telkom yang jaraknya cukup jauh, pokoknya ngerasa banget lah di bedain disana, ngga karena beda suku aja tapi beda agama juga.”

176

HASIL WAWANCARA

Dokumen terkait