• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Regulasi Pemilihan Gubernur secara Tidak Langsung (oleh DPRD) dan Pemilihan Bupati/Walikota secara Langsung

C. Landasan Yuridis

1. Aspek Regulasi Pemilihan Gubernur secara Tidak Langsung (oleh DPRD) dan Pemilihan Bupati/Walikota secara Langsung

Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis . Pasal 18 ayat (4) tersebut lahir berbarengan dengan Pasal 18A dan Pasal 18B yaitu pada Perubahan Kedua Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada saat Sidang Umum Tahunan

MPR-RI tahun 2000, dan dimasukkan dalam Bab tentang Pemerintahan Daerah.

Selanjutnya dalam Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2001, Pasal 22E lahir melalui Perubahan Ketiga, tetapi tidak memasukkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) melainkan hanya ketentuan Pasal 18 ayat (3) yang mengatur mengenai DPRD. Hal ini dapat diartikan bahwa Konstitusi tidak hendak memasukkan pemilihan kepala daerah dalam pengertian pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (1) yang menyebutkan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Atau dapat dikatakan bahwa MPR-RI sebagai lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengamandemen konstitusi tidak menganggap ketentuan Pasal 18 ayat (4) tidak bertentangan dengan Pasal 22E, sehingga pada perubahan ketiga ayat tersebut tidak dipindahkan/dimasukkan dalam Pasal 22E. Adapun pengertian frasa dipilih secara demokratis tidak harus dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi dipilih secara tidak langsungpun (melalui DPRD) dapat diartikan demokratis, sepanjang prosesnya demokratis. Harus diingat, bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 18B ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, Pemerintah berpendapat bahwa tidak dimasukkannya Pasal 18 ayat (4) pada Bab Pemilihan Umum dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah keputusan politik yang cukup bijaksana dalam memelihara keberagaman daerah, stabilitas politik dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa sesuai dengan sejarah pembentukan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 22E Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sangat berbeda filosofi serta maksud dan tujuannya, sehingga ketentuan Pasal 18 ayat (4) yang mengatur pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis tidak dimasukkan dalam Pasal 22E (Bab VII B Pemilihan Umum). Dengan demikian pemilihan kepala daerah bukan termasuk dalam rezim pemilihan umum anggota DPR, DPD, Presiden dan

Wakil Presiden, dan DPRD, karena Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) UUD45 dapat dilakukan melalui dua cara, yakni melalui pemilihan oleh DPRD atau dipilih langsung oleh rakyat.

Hal lain yang juga penting untuk ditegaskan kembali dari ketentuan konstitusi mengenai pemerintahan daerah bahwa otonomi yang diberikan kepada daerah-daerah, tetap dalam kerangka implementasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Menunjukkan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan daerah bersifat hirarkhis dan vertikal.1 Seperti juga disebutkan dalam penjelasan UUD 1945 naskah asli oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga .2

Hal di atas perlu ditegaskan untuk mengingatkan bahwa pemerintahan daerah yang terbentuk hasil pemilihan kepala daerah langsung betapapun mendapat legitimasi langsung dari rakyat harus tetap menyadari kedudukannya sebagai daerah yang merupakan bahawan pemerintah pusat dan harus menjalankan kebijakan pemerintah pusat.

UUD 1945 mengatur bahwa pemerintahan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas dua susunan, yakni susunan pertama adalah provinsi, dan susunan kedua yang wilayahnya terdapat dalam susunan pertama, adalah kabupaten/kota. UUD tidak mengatur secara eksplisit apakah keberadaan susunan tersebut bersifat hirarkis.

Dalam hal kepemimpinan pemerintahan daerah, UUD 1945 mengatur bahwa provinsi, kabupaten/kota masing-masing akan dipimpin oleh Gubernur, Bupati/Walikota. Rekrutmen Gubernur, Bupati/Walikota dilakukan melalui

1

Lihat Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Keempat, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, 2002) hlm. 21

2

pemilihan secara demokratis. Dalam pengaturan kepemimpinan pemerintahan daerah tersebut, UUD 1945 tidak mengatur tentang keberadaan Wakil Gubernur, Wakil Bupati/Wakil Walikota.

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah berbagai isu telah menampil, yang antara lain berkaitan dengan: a) penerapan pemilihan secara langsung sebagai terjemahan dari ketentuan UUD yang berbunyi dipilih secara demokratis, b) keberadaan jabatan wakil kepala daerah dan cara rekrutmennya, dan c) pengaturan apakah seseorang yang telah menjabat sebagai Kepala daerah selama dua periode berturut-turut dapat mencalonkan diri sebagai Wakil Kepala Daerah.

Terhadap isu pertama, yakni apakah rekrutmen kepala daerah termasuk dalam kelompok pemilihan umum atau tidak, dapat dicermati jawabannya dari pengaturan oleh UUD. Dalam UUD diatur bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Istilah ini dalam UUD dibedakan dari istilah lain yang berlaku untuk rekrutmen Presiden, yakni dipilih secara langsung. Ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur rekrutmen kepala daerah melalui dipilih secara langsung telah memunculkan dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa dipilih secara demokratis tidak mesti berarti dipilih secara langsung. Menurut kelompok pendapat ini, dipilih secara demokratis mencakup dua model, yakni dipilih melalui perwakilan, dan dipilih secara langsung. Apa pun opsi yang diambil, menurut kelompok ini, kedua cara tersebut akan menghasilkan pemimpin daerah yang memiliki legitimasi yang sama. Pendapat kedua, walaupun berlandaskan pada pemahaman yang sama, menegaskan bahwa pemilihan secara langsung memiliki legitimasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan melalui perwakilan. Dengan demikian, apabila UU sudah mengatur penerapan opsi tertinggi maka penerapan tersebut merupakan kemajuan optimal, dan oleh karena itu jangan dimundurkan kembali menjadi dipilih melalui perwakilan.

Dalam memahami perbedaan argumen kedua kelompok tersebut diperlukan beberapa penegasan pandangan, baik mengenai makna dipilih secara demokratis maupun mengenai pemerintahan daerah sebagai berikut:

1. Pengertian dipilih secara demokratis dapat bermakna: a) dipilih melalui badan perwakilan, dan b) dipilih secara langsung oleh rakyat. Kedua mekanisme pemilihan tersebut memiliki legitimasi yang sama, dan oleh karena itu, persoalan aplikasinya untuk pemilihan kepala daerah terletak pada pertimbangan sesuai tidaknya dengan kebutuhan. Kebutuhan tersebut ditentukan oleh fungsi yang diemban oleh pemerintahan daerah.

2. Pengertian pemerintahan daerah dapat dibedakan antara pemerintahan daerah yang menjadi Unit Dasar, dan pemerintahan daerah yang menjadi Unit Antara. Dalam kasus Indonesia, pemerintahan daerah dibedakan antara kabupaten/kota (Unit Dasar) dan provinsi (Unit Antara).

3. Pada praktek pemerintahan daerah secara universal, Unit Dasar berfokus pada pemberian pelayanan, sedangkan Unit Antara berperan utama dalam pengkoordinasian. Dari segi wilayahnya, Unit Dasar bersifat lokal, dan Unit Antara bersifat regional. Oleh karena itu, pada lingkup Unit Antara, aktivitas dalam proses pemerintahan lebih bersifat dekonsentrasi dan kurang pada aspek perwakilan.

4. Berdasarkan fungsi yang diemban oleh Unit Dasar dan Unit Antara berbeda, maka mekanisme pemilihan kepala daerah untuk Unit Dasar (kabupaten/kota) dan Unit Antara (provinsi) dapat berbeda.

Berdasarkan beberapa butir pandangan tersebut dapat dikemukakan bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah, baik untuk kabupaten/kota maupun untuk provinsi harus mencerminkan mekanisme dipilih secara demokratis. Namun demikian, untuk Unit Dasar, pemilihan kepala daerahnya seharusnya bersifat dipilih secara langsung oleh rakyat (direct democracy). Keseharusan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa, pertama, kabupaten/kota sebagai Unit Dasar adalah jenjang pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan demikian, kabupaten/kota merupakan unit yang langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, untuk kenyamanan pelayanan tersebut, masyarakat perlu memperoleh kesempatan untuk secara langsung memilih siapa yang akan memimpinnya. Pelayanan langsung berakibat pada interaksi yang berbasis kepercayaan (trust). Sedangkan untuk provinsi sebagai Unit Antara, perlu diperhatikan pengaturan Pasal 18B UUD

1945 menyatakan bahwa gubernur, bupati/walikota, masing-masing sebagai kepala Unit Antara dan kepala Unit Dasar, dipilih secara demokratis. Ketentuan tersebut paling tidak mengindikasikan ada badan perwakilan rakyat pada tingkat Unit Antara (provinsi). Selain itu, perlu dipertimbangkan pula bahwa UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur bahwa Gubernur memiliki fungsi ganda, yakni sebagai kepala daerah otonom provinsi dan sebagai Wakil Pemerintah. Pengaturan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa untuk tingkat provinsi pertimbangan representativeness bukan prioritas utama dibandingkan pada lingkup Unit Dasar. Implikasinya, rekrutmen kepala daerahnya dapat menggunakan mekanisme dipilih oleh badan perwakilan (representative

democracy).

Implikasi lebih lanjut dari opsi Gubernur dipilih oleh badan perwakilan (DPRD) adalah perlunya pengaturan persyaratan bakal calon Gubernur yang lebih menjamin terpilihnya calon yang memiliki kapabilitas sebagai wakil Pemerintah. Dalam hal ini, persyaratan bakal calon perlu ditambah dengan butir mendapat pertimbangan pemerintah pusat. Pemenuhan terhadap persyaratan tersebut dapat berupa langkah-langkah sebagai berikut:

1. DPRD melakukan pendaftaran calon sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Bakal calon yang terdaftar diajukan kepada pemerintah pusat untuk diberi pertimbangan.

3. Untuk memberikan pertimbangan, pemerintah pusat membentuk tim independen, yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur pemerintah, dan organisasi profesi. Hasil pertimbangan berupa kualifikasi bakal calon.

4. Bakal calon yang qualified disampaikan kepada DPRD untuk ditetapkan menjadi calon kepala daerah, dan kemudian dilakukan pemilihan oleh DPRD.

5. Calon dengan suara terbanyak (hasil pemilihan) oleh DPRD disampaikan kepada pemerintah pusat untuk disahkan.

Dokumen terkait