• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rehabilitasi dan Kompensas

RUANG LINGKUP UNDANG UNDANG PENGADILAN

H. Rehabilitasi dan Kompensas

Setiap orang berhak mengajukan permohonan ganti kerugian, rehabilitasi dan/atau kompensasi dalam hal dirugikan karena: (a) penyelidikan, penyidikan atau penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum secara bertentangan dengan Undang-Undang ini atau dengan hukum yang berlaku; (b) suatu kontrak yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. Namun demikian Permohonan ganti kerugian, rehabilitasi dan/atau kompensasi, tidak mengurangi hak orang yang dirugikan untuk mengajukan permohonan praperadilan, jika terdapat alasan pengajuan praperadilan.

Permohonan ganti kerugian, rehabilitasi dan/atau kompensasi diajukan kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berwenang. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam putusannya wajib menentukan jenis, jumlah, jangka waktu, dan cara pelaksanaan rehabilitasi dan/atau kompensasi yang harus dipenuhi oleh Kejaksaan atau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam hal ini perlu diperhatikan pula mengenai adanya perlindungan saksi dan korban korupsi. Mengingat dalam hal mengadili tindak korupsi tidaklah mudah, sulit permbukitannya karena tertutup dan terorganisir. Senantiasa melibatkan orang-orang kuat, yang dapat mengintimidasi saksi dan mengatur proses peradilan. Bukti hasil korupsi mudah disembunyikan dalam industri

money launderyng yang kian hari makin canggih, apalagi dalam tradisi transaksi keuangan yang masih didominasi uang tunai, seperti di Tanah Air.

Tetapi tidak berarti tidak ada jalan untuk meretas kesulitan itu. Harus diingat korupsi kendati tertutup dan terorganisir, ia melibatkan pelaku utama dan pendukung. Dan ada penerima keuntungan yang besar dan sebagian penerima kecil. Keadaan itu memungkin celah

diantara mereka untuk memberi kesaksian. Dalam praktek, peranan bantuan “orang dalam” dan pelapor (whistleblower) terbukti banyak membantu kemudahan proses persidangan.65

Lahirnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlidungan Saksi dan Korban memberikan harapan baru bagi proses peradilan korupsi, dan kejahatan lain yang sulit pembuktiannya secara konvensional. Di sini, ada kekebalan bagi saksi, korban dan pelapor dari tuntutan hukum baik secara perdata maupun pidana atas laporan atau kesaksiannya.66 Di sini memang tidak memberikan

peluang untuk dikecualikan dari penuntutan atau tidak diajadikan target sebagai tersangka bagi pelaku minor yang bekerjasama dan membantu kemudahan dengan penyidik dalam melakukan pengusutan perkara (plea agreement). Namun bagi Saksi yang juga tersangka, kendati tidak bisa dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkannya.67

I.Pembentukan Pengadilan

Selain tempat kedudukan berdasarkan jenjang pengadilan, dalam Undang-Undang perlu diatur juga mengenai tempat kedudukan berdasarkan wilayah. Pada tingkat pertama perlu diatur bahwa kedudukan pengadilan korupsi berada pada pengadilan negeri disetiap kabupaten/kota. Namun tentunya pembentukan pengadilan korupsi membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit, yang meliputi pengadaan hakim, baik hakim karir maupun hakim ad hoc, sarana dan prasarana, serta hal-hal lainnya maka untuk tahap pertama pembentukan pengadilan korupsi tersebut hanya dibatasi pada

65 Misalnya, kesaksian “orang dalam” atau pelaku dalam kasus pembobolan BNI cabang Kebayoran, kesaksian whistleblower dalam kasus KPU

66 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

beberapa wilayah saja. Pemilihan lokasi pengadilan tersebut haruslah mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain faktor geografis, jumlah perkara korupsi, kesediaan sarana dan prasarana pengadilan, kelas pengadilan, serta hal-hal lainnya.

Pada tahap pertama pengadilan korupsi tingkat pertama dapat dibentuk setidaknya di 5 (lima) pengadilan negeri yang kewenangannya dapat meliputi beberapa wilayah. Selama ini 4 (empat) pengadilan yang sering menjadi pemilihan lokasi pengadilan khusus antara lain Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makassar. Pemilihan 4 (empat) pengadilan tersebut untuk pengadilan Korupsi dirasa cukup tepat, karena keempat pengadilan tersebut secara geografis cukup mudah untuk diakses. Satu Pengadilan Negeri lainnya yang dapat dijadikan lokasi pengadilan korupsi yaitu pengadilan di salah satu kota/kabupaten yang berada di Kalimantan untuk dapat mengadili tindak pidana korupsi di wilayah tersebut. Salah satu Pengadilan di Kalimantan yang dapat dijadikan locus bagi Pengadilan Korupsi yaitu pengadilan Negeri Banjarmasin, Samarinda atau Balikpapan.68

Pemilihan lima kota tersebut didasarkan pada letak geografis dan kesiapan prasarana dan sarana pengadilan yang akan dijadikan sebagai tempat pengadilan khusus. Melalui pembagian wilayah yurisdiksi ini diharapkan tidak akan terjadi penumpukan perkara tindak pidana korupsi. Pembagian wilayah yurisdiksi ini tidak menutup kemungkinan untuk memberlakukan penugasan bagi hakim pada suatu pengadilan tindak pidana korupsi untuk

68 Ditinjau dari kelas pengadilannya, ketiga pengadilan tersebut merupakan pengadilan Kelas IA. Dalam pembahasan RUU KPK Pengadilan Negeri Banjarmasin merupakan salah satu pengadilan yang diusulkan untuk menjadi locus pengadilan korupsi. Namun ditinjau dari kemudahan akses dirasa Pengadilan Negeri Balikpapan walaupun tidak terletak di Ibukota Propinsi merupakan pengadilan yang tepat untuk menjadi locus bagi pengadilan korupsi yang mewakili wilayah Kalimantan. Namun untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas penentuan ini dapat dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Mahkamah Agung untuk melihat pengadilan mana yang selama ini paling banyak menangani perkara korupsi.

ditugaskan pada pengadilan tindak pidana korupsi lainnya. Hal itu dimungkinkan apabila terdapat penumpukan perkara karena masalah kurangnya hakim yang akan memutus perkara korupsi di pengadilan yang bersangkutan. Pengadilan negeri Jakarta Pusat sebagai tempat pertama kali pembentuk pengadilan khusus tindak pidana korupsi akan menerima, memeriksa, dan memutus semua perkara korupsi yang meliputi wilayah Propinsi: DKI Jakarta; Jawa Barat; Banten; Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Empat pengadilan negeri lainnya adalah Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Balikpapan, dan Pengadilan Negeri Surabaya.

Daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan meliputi wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Riau Kepulauan, Jambi, dan Sumatera Barat. Daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makasar, meliputi wilayah Propinsi Sulawesi Selatan; Sulawesi Utara; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tenggara; Gorontalo; Sulawesi Barat; Maluku; Maluku Utara; Papua; dan Papua Barat.

Daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Balikpapan, meliputi wilayah Propinsi: Kalimantan Selatan; Kalimantan Timur; Kalimantan Tengah; dan Kalimantan Barat. Daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi wilayah Propinsi: Jawa Timur; Jawa Tengah; Daerah Istimewa Yogyakarta; Bali; Nusa Tenggara Barat; dan Nusa Tenggara Timur. Dalam hal pengajuan upaya hukum banding, maka berdasarkan Undang- Undang ini pula dibentuk pengadilan khusus tindak pidana korupsi tingkat banding yang berkedudukan di pengadilan tinggi tempat pengadilan khusus tindak pidana korupsi tingkat pertama berada. Yurisdiksi pengadilan tingkat banding tersebut sama dengan yurisdiksi pengadilan tingkat pertama.

J. Pembiayaan

Dalam pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, konsekuensi yang ditimbulkan kepada pemerintah maupun Mahkamah Agung yaitu dalam bentuk pembiayaan,sarana dan prasarana, pendidikan dan pelatihan dan sebagainya. Anggaran pembentukan Pengadilan Tipikor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dimungkinkan support dari lembaga donor, misalnya untuk Diklat, pengadaan infrastruktur yang dibutuhkan.

Beberapa mata anggaran yang harus ada dalam anggaran yang akan diajukan untuk membiayai pembentukan Pengadilan Tipikor, diantaranya adalah :

a. Biaya proses rekrutmen meliputi, biaya administrasi operasional rekrutmen, pemasangan pengumuman di media massa tentang dibukanya proses rekrutmen Hakim Pengadilan Tipikor; b. Biaya proses pendidikan latihan (Diklat) meliputi biaya

penyusunan kurikulum Diklat, honor pengajar Diklat, serta akomodasi peserta Diklat;

c. Biaya penyediaan gedung.

d. Biaya pembelian peralatan dan perlengkapan gedung (termasuk pengadaan komputer dengan jumlah yang memadai dan pembuatan sistem manajemen informasi yang baik); dan e. Gaji dan tunjangan bagi Hakim dan Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor

Kecuali anggaran untuk penyusunan dan penyebarluasan Laporan Tahunan dan biaya tunjangan bagi Hakim dan Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor diperkirakan komponennya tidak akan berbeda dengan anggaran rutin yang ada di pengadilan pada umumnya. Sedikit perbedaan yang ada, untuk beberapa kebutuhan rutin Pengadilan Tipikor, jumlahnya akan lebih besar, misalnya pembiayaan langganan fasilitas komunikasi karena ada saluran internet di Pengadilan Tipikor serta biaya pengurusan kearsipan/dokumen.

Dokumen terkait