• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Mengingat pentingnya arti Statuta Roma dalam upaya perlindungan HAM internasional, dan menyadari kelemahan I ndonesia dalam memberikan jaminan perlindungan HAM bagi warganegaranya ditandai dengan masih terjadinya praktek

impunity, ketidakmemadaian instrumen hukum HAM, aparat penegak hukum serta sarana prasarana perlindungan saksi dan korban di I ndonesia menjadikan peratifikasian Statuta Roma sebagai suatu kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan. Dengan demikian, I ndonesia tidak perlu menunggu hingga tahun 2008 (seperti yang tertuang dalam RANHAM 2004-2009) untuk meratifikasi Statuta Roma. Karena, tujuan Statuta Roma untuk memberikan jaminan penghukuman bagi kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan genosida, menghapuskan rantai impunity dan mengefektifkan mekanisme hukum nasional, dapat menjadi sarana pendorong bagi I ndonesia untuk segera membenahi kekurangannya tersebut dan mewujudkan komitmennya sebagai negara yang menjunjung tinggi penegakkan HAM.

2. Agar tujuan peratifikasian Statuta Roma bagi penegakkan Hukum HAM di I ndonesia tercapai, maka peratifikasian tersebut harus segera diikuti dengan pengesahan aturan implementasi dari Statuta Roma tersebut. Hal ini penting agar aturan-aturan dalam Statuta Roma bisa segera berlaku efektif menjadi bagian dari hukum nasional di I ndonesia. Karena, walaupun proses peratifikasian suatu konvensi internasional merupakan wujud terikatnya suatu negara terhadap aturan dalam konvensi internasional tersebut, namun seringkali aturan-aturanya tidak dapat diterapkan langsung ke dalam lingkup teritorial suatu negara. Artinya harus ada proses transformasi atau penjabaran aturan dalam konvensi internasional dalam hal ini Statuta Roma ke dalam hukum (pidana) nasional I ndonesia dengan cara membuat aturan implementasinya.

3. Proses pembuatan aturan implementasi dilakukan dengan melakukan sinkronisasi aturan dalam Statuta Roma dengan hukum (pidana) nasional I ndonesia. Aturan-aturan yang penting dalam Statuta Roma harus segera diakomodir dalam hukum

nasional I ndonesia, dan memperbaharui aturan-aturan yang bertentangan dengan Statuta Roma. Mekanisme sinkronisasi bisa dengan jalan mengamandemen Undang-Undang yang sudah dimiliki I ndonesia misalnya Undangt-Undang 26/ 2000 tentang Pengadilan HAM, atau mengesahkan Undang-Undang baru yang merupakan undang-undang khusus pengeimplementasian aturan dalam Statuta Roma seperti yang dilakukan beberapa negara peratifikasi Statuta Roma atau mengesahkan Rancangan KUHP I ndonesia yang baru dengan terlebih dahulu mensinkronisasikan aturan dalam RKUHP tersebut dengan aturan dalam Statuta Roma.

4. Mengingat pentingnya aturan implementasi Statuta Roma ini maka pengesahannya harus dilaksanakan segera setelah I ndonesia meratifikasi Statuta Roma agar I ndonesia tidak dikatakan sebagai negara yang unwilling/ unable untuk mengadili pelaku kejahatan internasional. Artinya persiapan pembuatan aturan implementasi Statuta Roma harus sudah dilaksanakan dari sekarang mengingat begitu banyaknya aturan dalam hukum nasional I ndonesia yang harus disinkronisasi dengan aturan dalam Statuta Roma. Untuk mewujudkannya, maka dalam salah satu pasal Undang-Undang ratifikasi Statuta Roma I ndonesia hendaknya juga diatur mengenai jangka waktu yang harus dipenuhi I ndonesia untuk segera mengesahkan aturan implementasi Statuta Roma tersebut. Hal tersebut diharapkan bisa menjadi suatu kepastian hukum bagi pembuat Undang-Undang untuk segera melaksanakan kewajibannya sehingga peratifikasian Statuta Roma tidak menjadi dekorasi hukum semata.

5. Sebagai bagian yang tidak kalah pentingnya dalam proses implementasi efektif Statuta Roma adalah penyebarluasan informasi kepada masyarakat umum berkenaan dengan materi Statuta Roma khususnya mengenai kewajiban I ndonesia sebagai negara pihak Statuta Roma. Target-target populasi yang penting untuk diberikan sosialisasi mengenai aturan Statuta Roma ini diantaranya adalah aparat penegak hukum, unit-unit angkatan bersenjata, akademisi dan praktisi hukum. Penyebarluasan informasi bisa dilakukan dengan cara pelatihan berkelanjutan baik melalui seminar nasional maupun internasional khususnya bagi aparat penegak hukum, pelatihan-pelatihan di lingkungan militer, memasukkan materi I CC dalam

kurikulum di insitusi-institusi pemerintahan, universitas dan sekolah militer, serta membuat buku-buku pedoman praktis tentang I CC.

Daftar Pustaka

Atmasasmita, Romli, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakkan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2001

_______________, Pengantar Hukum Pidana I nternasional, Refika, Bandung, 2000 _______________, Hukum Pidana I nternasional Bagian I I , Hecca Mitra Utama, Jakarta, 2004

Cassese, Antonio, I nternational Criminal Law, Oxford University Press,2003

Cohen, David, I ntended to Fail: The Trials Before The Ad Hoc Human Rights Court in Jakarta, I nternational Center for Transitional Justice, July, 2004

Davidson, Scott, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori, Praktek dalam Pergaulan I nternasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994.

Dirdjosisworo, Soedjono, Pengadilan Hak Asasi Manusia I ndonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2002.

Driscoll, William, Zompetti , Joseph and Zompetti, Suzette W, The I nternational Criminal Court: Global Politcs and The Quest for Justice, The I nternational Debate Education Association, New York, 2004

Gutman, Roy and Rieff, David (ed.), Crimes of War: What Public Should Know, W.W Norton Company, New York-London, 1999

Jacques, Genevieve, Beyond I mpunity: An Ecumenical Approach to Truth, Justice and Reconciliation, Geneva: WWC Publication, 2000

Karnasudirdja, Eddy Djunaedi, Dari Pengadilan Militer I nternasional Nuremberg ke Pengadilan Hak Asasi Manusia I ndonesia, Tatanusa, Jakarta, 2003

Kaul, Hans Peter, Developments at The I nternational Criminal Court : Construction Site for More Justice: The I CC After Two Years, April 2005

Kittichaisaree, Kriangsak, I nternational Criminal Law, Oxford University Press, January, 2001

Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar I lmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya I lmu Hukum, Buku I , Bandung: Alumni, 2000, hlm. 99-111, CST Kansil, Pengantar I lmu Hukum dan Tata Hukum I ndonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

_____________________, Pengantar Hukum I nternasional, Putra A Bardin, Bandung, 1999.

Kusumohamidjojo, Budiono, Suatu Studi terhadap Aspek Operasional Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian I nternasional, Bandung, Binacipta, 1986.

Manan, Bagir, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di I ndonesia, Alumni, Bandung, 2001.

Mauna, Boer, Hukum I nternasional : Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2003.

Muladi (ed), Hak Asasi Manusia: Hakekat Konsep dan I mplikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung: Reflika Aditama, 2005.

O’Shea, Andreas, Amnesty for A Crime in I nternational Law and Practice, Kluwer Law I nternational, The Hague/ London/ New York,September, 2001.

Parthiana, I Wayan, Hukum Pidana I nternasional dan Ekstradisi, CV.Yrama Widya, 2004.

Robertson QC, Geoffrey, Kejahatan terhadap Kemanusiaan : Perjuangan Untuk Mewujudkan Keadilan Global, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia2002

Rizki, Rudi, et al, Pelaksanaan Perlindungan Korban dan Saksi Pelanggaran HAM Berat, Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Departemen Kehakiman dan HAM RI , Jakarta, 2003.

Schabas, William, An I ntroduction to the I nternational Criminal Court, Cambridge University Press, 2001.

Triffterer, Otto(ed.), Commentary on The Rome Statute of the I nternational Criminal Court, Baden-Baden, 1999.

Zamzani, Amran, Tragedi Anak Bangsa: Pembantaian Tengku Bantaqiyah dan Santri-Santrinya, Bina Rena Pariwara, Jakarta,2001, p. 17, 117-119.

Jurnal dan Makalah

Amnesty I nternational, Abolitionist and Retentionist Countries.

_________________, I nternational Criminal Court: The Failure of States to Enact Effective I mplementing Legislation, September 2004

_________________, I nternational Criminal Court: Checklist for Effective I mplementation, July 2000.

_________________, Press Release: Uganda: I CC I nvestigations an I mportant Step toward Ending I mpunity, July 29, 2004.

A Joint Project of Rights and Democracy and The I nternational Center for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy, I nternational Criminal Court: Manual for the Ratification of the Rome Statute, Vancouver, 2002.

Coalition for the I nternational Criminal Court, Question and Answer: The Privileges and I mmunities Agreement of the I CC, Last updated 13 February 2003.

Coalition for I nternational Justice and Open Society I nstitute, Unfulfilled Promises: Achieving Justice for Crimes Against Humanity in East Timor, November 2004.

Cottier, Michael, The Ratification of the Rome Statute and the Adoption of Legislation Providing Domestic Jurisdiction over I nternational Crimes, makalah disampaikan dalam acara : Accra Conference on “ Domestic I mplementation of The Rome Statute of The I nternational Criminal Court, 21-23 Februari, 2001.

Dignitas, Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri, Jurnal HAM ELSAM Volume I I I No.1, 2005.

I CC Press Release, Election of the Prosecutor-Statement by the President of the Assembly of State Parties Prince Zeid Ra’ad Zeid Al Husein, 25 March,2003

I nternational Academy of Comparative Law, I nternational Criminal Courts, I nternational Congress of Comparative Law, Brisbane 14-20 July 2002

I nternational Centre for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy (I CCLR), Update on the I nternational Criminal Court, Vancouver, Canada, 2002.

Jurnal Hukum I nternasional (I ndonesian Journal of I nternational Law), I nternational Criminal Law, vol.1 Nomor 4 Juli 2004, Lembaga Pengkajian Hukum I nternasional Fakultas Hukum Universitas I ndonesia.

Laporan HAM ELSAM, Tutup Buku dengan “Transitional Justice”? : Menutup Lembaran Hak Asasi Manusia 1999-2004 dan Membuka Lembaran Baru 2005, Lembaga Studi dan Advikasi Masyarakat, Jakarta, 2005.

Lawyer Committee for Human Rights, Press release: Uganda Refers Violations to the I nternational Criminal Court, January 29, 2004.

Kasim, I fdhal, Menghadapi Masa Lalu: Mengapa Amnesty?, Briefing paper Series tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi No.2 tanggal 1 Agustus 2000, ELSAM

Nusantara, Abdul Hakim G, Sebuah Upaya Memutus I mpunitas: Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat HAM, Jurnal HAM Komisi Nasional HAM Vol.2 No.2, November 2004.

Rizki, Rudi, Komisi Kebenaran dan Rekosiliasi, makalah disampaikan dalam Seminar Eksistensi KKR sebagai Sarana Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Hotel Kedaton Bandung, tanggal 25 Mei 2005

Report to the Secretary General of The Commission of Experts to Review the Prosecution of Serious Violations of Human Rights in Timor Leste 1999, 26 May 2005

Yudhawiranata, Agung, Pengadilan HAM di I ndonesia: Prosedur dan Praktek

Dokumen

I CC Rules of Procedure and Evidence

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana I ndonesia Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana I ndonesia Konvensi Jenewa 1949

Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Peraturan Pemerintah No.3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat

Piagam PBB

Rancangan Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2004-2009

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana I ndonesia tahun 2004 Rome Statute on the Establishment of I nternational Criminal Court 1998 Undang-Undang No.39/ 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang No.26/ 2000 tentang Pengadilan HAM

Undang-Undang No. 27/ 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi UUD 1945 amandemen I ,I I ,I I I dan I V

Situs I nternet www.iccnow.org www.un.org www.amnesty.org www.ham.go.id www.npwj.org www.hrw.org

85

www.untreaty.un.org www.beehieve.govt.nz

Dokumen terkait