• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.Kesimpulan

Setelah peneliti memaparkan beberapa kondisi dan proses pembelajaran, serta dari beberepa temuan yang diperoleh selama penelitian ini dilaksanakan, mengenai Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perencanaan Pengajaran guru PAI

Hasil penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI, menunjukkan bahwa pada dasarnya guru PAI telah merencanakan pengajaran sesuai dengan yang telah diuraikan dalam proses belajar mengajar kontekstual, hal ini terlihat mulai sebelum melaksanakan pengajaran, guru PAI melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun rencana pengajaran, yaitu dengan cara membuat rencana pengajaran, sehingga pada pelaksanaan pembelajarannya dapat mudah dipahami oleh siswa, karena guru telah menyusunnya secara sistematis.

b. Melengkapi administrasi pembelajaran, seperti satuan pelajaran, rencana pelajaran dan program tahunan, program semester, daftar hadir siswa dan daftar nilai siswa.

c. Menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, hal ini terlihat bahwa pembelajaran PAI di SMA Laboratorium Percontohan UPI tidak hanya dilakukan di kelas saja, akan tetapi dilakukan di luar kelas, observasi serta telah melaksanakan berbagai macam metode, seperti diskusi, tanya jawab, simulasi, dll.

d. Melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Evaluasi hasil belajar dilakukan oleh guru setelah melaksanakan proses belajar mengajar, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan siswa dan guru dalam menyampaikan materi pengajarannya.

e. Membagikan dan mengumumkan hasil ujian siswa. Hal ini dilakukan supaya setiap siswa dapat mengetahui letak kesalahan/ kekurangan yang harus diperbaikinya.

2. Proses dan Evaluasi Pembelajaran Kontekstual

Proses pembelajaran kontekstual di SMA Laboratorium-Percontohan UPI, di samping memperhatikan perencanaan, juga memperhatikan hal-hal lain berikut ini:

a. Sebelum memulai pembelajarannya, guru PAI melakukan apersepsi terlebih dahulu. Apersepsi dilakukan untuk memberikan rangsangan kepada siswa mengenai materi-materi terdahulu yang telah diberikannya agar diingat kembali, sehingga konsentrasi siswa akan lebih siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru PAI pada saat itu.

b. Kegiatan belajar mengajar kontekstual di SMA Laboratorium-Percontohan UPI telah dilaksanakan sebelum bergulirnya pembelajaran kontekstual seperti berkembang dewasa ini, hal ini terlihat dari praktek mengajar yang menggunakan berbagai macam metode, misalnya; metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan bahkan metode mengajar inkuiri. Ada juga metode penugasan yang diberikan untuk memotivasi siswa belajar dengan membuat makalah, yakni mencari materi yang lebih luas di masyarakat, perpustakaan, internet dan lain-lain.

c. Tahap evaluasi telah dilaksanakan untuk mengukur kemampuan siswa terhadap penguasaan materi yang telah diterimanya. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa, sehingga guru dapat memperbaiki cara mengajar dan mengevaluasinya.

3. Dampak Pembelajaran Kontekstual

Dampak pembelajaran kontekstual di SMA Laboratorium-Percontohan UPI, di samping memperhatikan perencanaan, proses dan evaluasi juga memperhatikan hal-hal lain berikut ini:

a. Berkembangnya dari segi pemahamannya, terlihat dari pandangan-pandangan ideal mereka ketika dihadapkan pada proses pembelajaran PAI baik sebelum ataupun sesudah mempelajari materi-materi PAI di sekolah.

b. Pemahaman ideal siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI terhadap PAI, ketika mereka telah selesai menerima materi pelajaranpun menunjukkan kesadaran yang cukup tinggi.

c. Motivasi untuk lebih memperdalam materi yang sudah dipelajari, hampir setengahnya dari responden merasa cukup mempelajari kembali materi pelajaran tersebut hanya sebatas agar ingat dan hafal, serta hanya sebagian kecil saja yang mencoba mengamalkan dan menerapkannya dalam kehidupan keseharian mereka.

d. Bertambahnya kesadaran akan tindakan dan perilaku keseharian siswa. e. Siswa cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di lingkungan

masyarakat.

B. Rekomendasi

Rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah yaitu para guru terutama Guru Pendidikan Agama Islam dan Kepala SMA Laboratorium Percontohan UPI. Berdasarkan kesimpulan sebagaimana yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam pelaksanan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:

1. Semua guru terutama guru Pendidikan Agama Islam

Sebelum melaksanakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), guru terlebih dahulu membuat perencanaan yang tertuang

dalam rencana pembelajaran. Dalam rencana pembelajaran perlu dideskripsikan secara jelas langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru dan siswa, agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.

Dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), harus sesuai dengan rencana yang telah disiapkan, dan memfungsikan alat dan sumber belajar seoptimal mungkin.

Pembelajaran sebaiknya dilaksanakan secara kelompok, kelompok diskusi dapat dilaksanakan di perpustakaan atau di rumah, (bila di rumah, dilakukan secara bergiliran). Hal ini untuk memungkinkan siswa untuk dapat menghemat waktu, siswa secara leluasa dapat mencari berbagai sumber belajar dan lebih kreatif dalam menyempurnakan laporan diskusi kelompok mereka

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas dan di luar kelas hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama pembinaan keagamaan siswa antara guru Pendidikan Agama Islam dengan Pembina organisasi keislaman siswa serta guru-guru lainnya mutlak diperlukan. Dalam hal ini, diharapkan guru Pendidikan Agama Islam bertindak sebagai koordiator dalam pembinaan tersebut.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas terbatas oleh kurikulum yang telah diterapkan, sehingga kebutuhan siswa belum tentu dapat dipenuhi melalui pembelajaran. Untuk itu, kebutuhan siswa

dalam pembelajaran agama Islam dapat dipenuhi dari pembelajaran di luar kelas karena tidak terikat dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Kerjasama yang terencana akan mampu mengatasi permasalahan dalam pembinaan keagamaan siswa. Kelemahan dari pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas dapat saling melengkapi sehingga membawa dampak positif terhadap kehidupan keagamaannya.

Semua guru harus mampu menjadi contoh yang baik dalam pengamalan ajaran agama Islam, baik yang meliputi ucapan maupun perbuatan. Guru dapat memberi contoh dalam amalan yang dilaksanakan sehari-hari seperti ucapan yang baik di dalam maupun di luar kelas dan pengamalan shalat berjamaah. Khusus mengenai shalat berjamaah, guru dapat menghentikan kegiatan belajar mengajar dan aktivitas lain untuk kemudian bersama-sama siswa melaksanakan shalat berjamaah. Contoh nyata seperti itu akan lebih membawa pengaruh yang baik terhadap prilaku siswa.

2. Siswa yang beragama Islam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas umumya disampaikan dengan metode ceramah. Penyampaian materi disesuaikan dengan kurikulum yang cukup padat, sehingga siswa mendapatkan materi di dalam kelas sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang terdapat di buku paket. Materi-materi yang terdapat di buku paket disusun dengan anggapan bahwa siswa yang duduk di SMA telah memiliki kemampuan dasar yang disyaratkan sebagai lulusan SMP. Penelitian membuktikan

bahwa kemampuan dasar siswa tidaklah sebagaimana yang diharapkan sebagai lulusan SMP bahkan lulusan SD. Oleh karena itu, siswa harus meningkatkan kesadarannya dalam mengamalkan dan melengkapi kemampuan dasarnya dengan cara mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam di luar kelas.

Siswa diharapkan pula lebih mampu mengutarakan keinginan atau pendapat kepada guru maupun kepala sekolah. Kebutuhan-kebutuhan atau permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa yang memerlukan pertimbangan dari mereka dapat disampaikan dengan bahasa dan cara yang baik.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah diharapkan membuat keijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama Islam oleh siswa. Kebijakan yang dapat dilaksanakan diantaranya adalah pelaksanaan mentoring agama Islam sebagaimana yang telah belangsung di lingkungan Perguruan Tinggi. Kebijakan pelaksanaan mentoring sudah sepantasnya mendapat perhatian yang lebih serius karena beberapa alasan: pertama, kebutuhan terhadap mentoring yang sangat mendesak berkaitan dengan usaha meningkatkan penguasaan dan pengamalan ajaran agama Islam oleh siswa; kedua, keberhasilan kegiatan serupa di tingkat Perguruan Tinggi.

Kebijakan lainnya yang dapat dipertimbangkan oleh kepala sekolah adalah training-training dan pelatihan-pelatihan untuk guru maupun siswa. Contoh training yang dapat diikuti oleh guru adalah

penggunaan terobosan-terobosan baru dalam memberikan pembelajaran seperti lesson study atau contextual teaching learning sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan hasil yang lebih baik. Siswa juga dapat diikutsertakan dalam training dan pelatihan yang bermanfaat seperti pelatihan manajemen qolbu sebagaimana yang telah dilakukan oleh pondok pesantren Daarut Tauhid.

4. Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan menelaah hubungan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri dengan kemampuan siswa dalam komunitas belajar (learning community), keaktivan dalam diskusi, serta kemampuan dalam bertanya (Questioning), atau kemampuan lain yang merupakan kriteria dari pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

Dokumen terkait