• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekonsiliasi Fiskal

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 22-45)

Laba / Rugi yang diperoleh dari laporan keuangan merupakan laba rugi yang didasarkan pada perhitungan menurut standar akuntansi keuangan ( SAK ).sementara itu, untuk menghitung besarnya PPh didasarkan pada laba fiskal yang diperoleh dari perhitungan menurut UU PPh. Untuk mendapatkan besarnya laba fiskal tersebut, amak WP haruslah melakukan proses rekonsiliasi fiskal. Apabila kita sudah memahami komponen yang di isyaratkan untuk sebuah pembukuan yang baik , kita juga perlu memahami bahwa tujuan laporan keuangan yang disajikan untuk kepentingan komersial/ bisnis berbeda dengan kepentingan perpajakan. Selain itu terdapat perbedaan

28

pengakuan antara akuntansi komesial dan akuntansi pajak. Oleh sebab itu diperlukan adanya penyesuaian.

Rekonsiliasi ( koreksi ) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto / laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Penyesuaian dimaksudkan untuk mengetahui dasar penghitungan / pengenaan pajak yang benar dan agar pajak terutang dapat dihitung dengan benar. Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal inimaka WP tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh.

Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.

1. Perbedaan Prinsip Akuntansi

Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum ( Standar Akuntansi Keuangan disingkat SAK ) yang telah diakui secara umum dalam dunia bisnis dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal, meliputi :

29

a) Prinsip konservatisme, Penilaian persediaan akhir berdasarkan metode ”terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih ” dan penialaian piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam fiskal.

b) Prinsip harga perolehan ( cost ). dalam akuntansi komersial, penentuan harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan / biaya.

c) Prinsip pemadanan ( matching ) biaya manfaat. Akuntansi komersial mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan, seperti alat –alat pertanian.

2. Perbedaaan metode dan Prosedur Akuntansi

a) Metode penilaian Persediaan. Akuntansi komersial mengakui beberapa metode penghitungan / penentuan harga perolehan persediaan, seperti : rata – rata ( average), FIFO, LIFO, pendekatan laba bruto, pendekatan harga jual eceran dan lain – lain. Dalam fiskal hanya membolehkan memilih dua metode yaitu rata – rata ( average )atau masuk pertama keluar pertama ( FIFO ).

b) Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah angka tahun, metode saldo menurun atau saldo menurun ganda, metode jam jasa, metode jumlah unit produksi dan lain – lain. Dalam fiskal

30

pemilihan metode penyusutan lebih terbatas antara lain metode garis lurus dan saldo menurun. Disamping metodenya termasuk yang membedakan besarnya penyusutan untuk akuntansi komersial dan fiskal adalah bahwa dalam akuntansi komesial manajemen dapat menaksir sendiri umur ekonomis atau masa manfaat suatu aset, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis atau masa manfaat diatu atau ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Demikian pula akuntansi komersial membolehkan mengakui nilai residu sedangkan fiskal tidak membolehkan memperhitungkan nilai residu dalam menghitung penyusutan.

c) Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang nyata – nyata tidak dapat ditagih dengan syarat – syarat tertentu uang diatur dalam peraturan perpajakan. Pembentukan cadangan dalam fiskal hanya diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi dengan peraturan perpajakan.

3. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya.

a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan Objek Penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total Penghasilan Kena Pajak ( PKP ) atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.

31

b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntasi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.

c) Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah :

 Kerugian suatu usaha di luar negeri. Dalam akuntansi komersial kerugian tersebut mengurangi laba bersih sedangkan dalam fiskal kerugian tersebut tidak boleh dikurangkan dari total penghasilan (laba) kena pajak.

 Kerugian usaha dalam negeri tahun – tahun sebelumnya, dalam akuntansi komersial kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam penghitungan laba bersih tahun sekaran sedangkan dalam fiskal kerugian tahun sebelumnya dapat dikurangkan dari penghasilan laba kena pajak tahun sekarang selama belum lewat 5 tahun.

 Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Imbalan yang diterima atas pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan jumlah yang melebihi kewajaran.

Rekonsiliasi Fiskal terdiri dari tiga macam jenis koreksi yaitu : koreksi akibat perbedaan waktu, koreksi akibat perbedaan tetap dan koreksi akibat pajak Final.

32

Koreksi ini timbul akibat perbedaan metode penghitungan pendapatan dan/atau biaya antara komersial dan fiskal. Sebenarnya total pendapatan atau biaya sama besarnya, baik secara komersial maupun fiskal namun perbedaan timbul karena adanya perbedaan lamannya waktu pengalokasian pendapatan dan / atau biaya tersebut.

Sebagai contoh yaitu : Biaya penyusutan dan amortisasi

Secara fiskal kita harus mengikuti ketentuan yang ada. Misalnya komputer harus disusutkan selama 4 tahun sedangkan secar komersial kita mungkin menyusutkan kurang atau lebih dari 4 tahun.

Contoh lain yaitu pada nilai persediaan.

Secara fiskal,metode penghitungan yang diakui hanya metode rata – rata ( average method) dan mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama ( FIFO ). Sementara secara Komersial kita juga mengakui metode Last In First Out ( LIFO ) atau yang terakhir keluar lebih dahulu.

b) Koreksi akibat perbedaan tetap ( Permanent Difference ).

Koreksi ini timbul akibat adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial dan fiskal yang terdiri 3 jenis perbedaan,yaitu :

1) Beda Tetap atas penghasilan yang bukan objek pajak ( Non taxble income) seperti : bantuan, sumbangan dan hibah yang memenuhi syarat

2) Beda Tetap Murni, yaitu

 Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak.

33

 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan / jasa yang diberikan dalam bentuk natura / kenikmatan.

 Sangksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan serta  PPh Pasal 21/26 yang ditanggung perusahaan.

3) Beda Tetap akibat tidak dipenuhinya syarat – syarat khusus, yaitu :  Biaya yang berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan.  Tersedianya bukti pendukung yang kuat dan memadai.

 Akibat lokasi atau

 Praktik akuntansi yang tidak sehat. c) Koreksi akibat pengenaan pajak Final

Koreksi ini terdiri dari :

1. Pendapatan yang telah dipotong PPh Final, misalnya bunga deposito, jasa giro, persewaan tanah dan/atau bangunan, serta pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan.

2. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang telah dikenakan PPh Final.

Penyesuaian Fiskal Positif berdasarkan UU. PPh.1984.

a. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu atau anggota berdasarkan pasal 9 ( 1a, b, c, d ). b. Pembentukan / pemupukan dana cadangan, berdasarkan Pasal 9 (

34

c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, berdasarkan pasal 9 ( 1e ).

d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham/ pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan. Berdasarkan pasal 9 ( 1f ).

e. Harta yang dihibahkan , bantuan atau sumbangan, berdasarkan Pasal 9 ( 1g ).

f. Pajak Penghasilan, berdasarkan Pasal 9 ( 1h ).

g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau cv yang modalnya tidak terbagi atas saham, berdasarkan Pasal 9 ( 1j ). h. Sanksi administrasi ( berdasarkan Pasal 9 ( 1k ).

i. Selisih penyusutan komersial diatas penyusutan fiskal berdasarkan Pasal 11.

j. Selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal, berdasarkan pasal 11.

k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya ( KEP.184/PJ/2002, SE-08/PJ.42/2002).

l. Penyesuaian fiskal positif lainnya.

Penyesuaian Fiskal Negatif.

a. Selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal, berdasarkan pasal 11.

35

b. Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11.

c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya ( KEP.184/PJ/2002, SE-08/PJ.42/2002).

d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.

Teknik Rekonsiliasi Fiskal

Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi,

2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi tetap diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi.

3. Jika suatu biaya / pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi.

4. Jika suatu biaya / pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan

36

dengan menambahkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.

Kertas kerja rekonsiliasi fiskal dapat dibuat dengan format sebagai berikut :

Tabel 2.1

Wajib Pajak X

Rekonsiliasi Fiskal ( Format 1 ) Tahun 20XX

Laba Bersih ( menurut akuntansi komersial ) XX

Koreksi Positif :

- XX

- XX

- XX

Total Koreksi Positif XX (+)

Koreksi Negatif : - XX - XX - XX

Total Koreksi Negatif

XX (-)

Laba (Penghasilan) kena pajak ( menurut Fiskal ) XX

Penjelasan :

Perbedaan dimasukan sebagai koreksi positif apabila :

1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 2. Biaya / pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi

atau suatu biaya / pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.

37

1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntasi suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal ( bukan Objek Pajak ) tetapi diakui menurut akuntansi,

2. Biaya / pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu biaya/ pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.

3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

Tabel 2.2

Wajib Pajak X

Rekonsiliasi Fiskal ( Format 2 ) Tahun 20XX

Keterangan

Menurut Koreksi Fiskal Menurut

Akuntansi Beda Tetap Beda Waktu Fiskal Pendapatan - - Biaya -biaya : - - Laba ( Penghasilan ) Laba Bersih sebelum pajak

Laba (Penghasilan) Kena Pajak

38

Contoh Rekonsiliasi Fiskal

Berikut ini adalah contoh Laporan Laba Rugi Fiskal menurut Siti ( 2011 : 377) PT. Perdana didirikan pada tahun 1999 merupakan Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha dagang, dengan NPWP : 01.444.555.1.541.000, Jl. Kenari No. 49 Condong Catur – Depok, Yogyakarta 55281.

Pada tahun 2011, PT. Perdana memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri. Laporan Laba Rugi ( Komersial ) pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :

39 Tabel 2.3

Penghasilan dari usaha dalam negeri

Penjualan 20,005,654,000

- Retur Penjualan (954,852,000)

- Potongan Penjualan (545,987,000)

Penjualan neto 18,504,815,000

Harga Pokok Penjualan *) (14,654,879,000)

Laba Kotor 3,849,936,000

Biaya Usaha :

- Gaji, upah, THR, tunjangan lain 1,551,900,000

- Alat Tulis dan biaya kantor 23,958,000

- Biaya Perjalanan dinas 53,465,000

- Biaya Listrik dan telepon 16,825,000

- Biaya Makan Karyawan 36,783,000

- Biaya Promosi 297,285,000

- PBB dan bea materai 53,726,000

- Pajak 60,000,000

- Biaya Representasi 65,798,000

- Biaya Royalti 237,465,000

- Biaya konsumsi / Penjamuan 12,132,000

- Biaya Sewa 197,958,000

- Biaya Kerugian Piutang 105,654,000

- Biaya Penyusutan 169,000,000

- Biaya Lain - Lain 293,873,000

Total Biaya Usaha (3,175,822,000)

Laba Usaha 674,114,000

Penghasilan di luar usaha :

- Dividen 40,000,000

- Sewa 25,000,000

Total Penghasilan Luar Usaha 65,000,000

Laba Bersih ( Penghasilan neto ) dalam negeri 739,114,000

Penghasilan dari luar negeri :

- Laba Usaha dari Canada 200,000,000

- Bunga Obligasi dari Singapura 50,000,000

Total Penghasilan dari Luar negeri 250,000,000

Laba ( Penghasilan neto ) 989,114,000

PT. Perdana Laporan Laba Rugi

Untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2011

( dalam rupiah )

40

Persediaan barang dagangan, 1 Januari 2009 Rp. 5.000.000.000 Pembelian neto tahun 2009 Rp. 13.000.000.000 Persediaan barang dagangan, 31 Desember 2009 Rp. ( 3.345.121.000 )

Harga Pokok Penjualan Rp. 14.654.879.000

A. Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian penghitungan laba ( rugi ) fiskal :

1. Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawan sebesar Rp. 20.000.000 yang penagihannya melalui pemotongan gaji setiap bulan.

2. Di dalam gaji, upah, tunjangan hari raya ( THR ) dan tunjangan lain terdapat pengeluaran untuk pembelian beras yang dibagikan kepada karyawan senilai Rp. 20.365.000 dan biaya pengobatan senilai Rp. 5.100.000

3. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti – bukti pendukung atas nama keluarga pemegang saham sebesar Rp. 596.000.

4. Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungan dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp. 12.754.000.

5. Pajak sebesar Rp. 60.000.000 merupakan angsuran PPh bulanan selama tahun 2009 ( angsuran PPh Pasal 25 ).

6. Pengeluaran berupa biaya representasi tidak didukung dengan bukti pengeluaran dari pihak eksternal.

41

7. Biaya royalti sebesar Rp. 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak eksternal sebesar Rp. 225.353.000.

8. Piutang yang benar – benar tidak tertagih dan telah memenuhi syarat untuk diakui sebagai piutang tak tertagih menurut perpajakan dalam tahun 2009 sebesar Rp. 60.500.000.

9. Perusahaan mempunyai aset tetap sebagai berikut :

a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2005 seharga Rp. 500.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun.

b. Kendaraan dibeli pada tanggal 31 Desember 2005 seharga Rp. 400.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun.

c. Komputer dibeli pada tanggal 6 Maret 2007 seharga Rp. 300.000.000; taksiran umur ekonomis 5 tahun.

d. Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2005 seharga Rp. 200.000.000; taksiran umur ekonomis 8 tahun.

e. Bangunan permanen selesai dibangun dan siap digunakan pada tanggal 31 Desember 2004 senilai Rp. 600.000.000; taksiran umur ekonomis 20 tahun.

Berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan : mesin produksi mempunyai nilai residu 10% dari harga perolehan, sedangkan aset tetap yang lain ditaksir mempunyai nilai residu 20% dari harga perolehan.

Metode penghitungan penyusutan yang digunakan adalah garis lurus. Menurut fiskal ( ketentuan perpajakan ), mesin produksi, kendaraan,

42

komputer dan inventaris merupakan aset berwujud kelompok II. Perusahaan memilih metode Garis Lurus dalam menghitung penyusutan fiskal.

10. Dalam biaya lain – lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp. 2.652.000. 11. Penghasilan sewa ( dalam penghasilan luar usaha ) sebesar Rp. 25.000.000 terdiri atas sewa bangunan senilai Rp. 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik senilai Rp. 12.000.000 dan sewa atas kendaraan senilai Rp. 8.000.000. Penghasilan sewa ini diterima dari PT. Putra Surya, yang beralamat di Jl. Mayjen Sutoyo 30 Yogyakarta, NPWP: -1.166.552.541.000. Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk untuk jangka waktu beberapa tahun.

12. Dividen sebesar Rp. 40.000.000 terdiri atas dividen kas dari penyertaan saham ( 20%) pada PT. Adinda sebesar Rp. 15.000.000, yang beralamat di Jl. Lojajar 28 Yogyakarta, NPWP : 01.337.882.1.542.000; dan dividen kas atas penyertaan saham (30%) pada PT. Kapuas Raya sebesar Rp. 25.000.000.

B. Informasi lain yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh adalah :

1. PT. Perdana selama tahun 2009 telah menjual hasil produksinya kepada PT. Telkom Yogyakarta, yang beralamatdi Jl. Hayam Wuruk No.157 Yogyakarta , NPWP : 02.118.722.1.541.000. Penjualan tersebut senilai Rp. 8.800.000.000 ( harga ini termasuk PPN 10% ).

43

2. PT. Perdana ( importir yang mempunyai API ) selama tahun 2011 mengimpor sebagian bahan baku untuk proses produksi dari Nagayo Jepang dengan harga faktur $40.000. PT. Perdana membayar biaya – biaya sebagai berikut : biaya angkut dan biaya asuransi selama perjalanan antar daerah pabean masing – masing sebesar $. 3.000 dan $.7.000, bea masuk sebesar 5% dari CIF, dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan adalah $1= Rp.10.000. PT. Perdana membayar bea masuk dan PPH Pasal 22 impor kepada Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok, yang beralamat di Jl. Pelabuhan no 202 Tanjung Priok, Jakarta Utara, NPWP : 00.455.232.2.021.000.

3. Tarif pajak atas laba usaha di luar neger ( Kanada ) adalah 40 %. 4. Tarif pajak atas bunga obligasi di Singapura adalah 25%.

5. Total angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun2011 sebesar Rp. 60.000.000, dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2011.

6. Laba rugi fiskal 3 tahun terakhir adalah :

 Rugi fiskal tahun 2008 sebesar Rp.350.000.000.  Laba fiskal tahun 2009 sebesar Rp.150.000.000.  Laba fiskal tahun 2010 sebesar Rp.100.000.000.

Sisa rugi tahun 2008 akan dikompensasikan seluruhnya pada tahun 2011.

44

Tabel 2.4 Penyelesaian :

Penjelasan informasi kasus A1 sd A12 untuk menyusun rekonsiliasi fiskal.

Sumber Informasi

Penjelasan Form 1171 yang diisi

A1) Termasuk dalam penjualan adalah penjualan kepada semua pembeli dengan cara kredit atau tunai dan dengan dasar akrual artinya penjualan diakui tidak pada saat penerimaan kas tetapi pada saat penyerahan barang. Penjualan kepada karyawan yang pembayarannya tidak dilakukan pada saat transaksi penyerahan barang tetap diakui sebagai penjualan tahun 2011. Dalam rekonsiliasi fiskal, penjualan kepada karyawan sebesar Rp.20.000.000 akan menambah penghasilan menurut akuntansi dan selanjutnya akan berpengaruh menaikan laba kena pajak (sebagai koreksi negatif ).

1771 – I 5l

A2) Imbalan dalam bentuk natura ( beras Rp.20.365.000 dan pengobatan Rp.5.100.000 ) tidak diboleh dikurangkan dari penghasilan bruto ( non deductibel expense ). Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah biaya tetsebut harus dikurangkan dari biaya menuru akuntansi yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( koreksi positif).

1771 – I 5c

A3) Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham ( perjalanan dinas anggota keluarga pemegang saham sebesar Rp. 596.000) tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto ( non deductible expense). Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah biaya tetsebut harus dikurangkan dari biaya menuru akuntansi yang berarti berpengaruh menaikkan

45 laba kena pajak ( koreksi positif).

A4) Sumbangan untuk berbagai kepentingan kepada pihak – pihak yang tidak mempunyai hubungan kerja, usaha, kepemilikan dan penguasaan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya sumbangan sebesar Rp. 12.754.000 dalam biaya promosi/ iklan harus dikurangkan dari biaya menutu akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikan laba kena pajak ( koreksi positif).

1771 – I 5e

A5) Pajak penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak. Total angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp. 60.000.000 yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Pt. Perdana dalam tahun 2009 tidak boleh dimasukan sebagai biaya tahun 2011. Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah tersebut dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menaikkan laba kena pajak (koreksi positif )

1771 – I 5f

A6) Biaya atau pengeluaran yang tidak terdaftar nominatifnya ( biaya representasi sebesar Rp. 65.798.000 tidak ada daftar nominatif). Merupakan non deductible expense. Dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( koreksi positif).

1771 – I 5l

A7) Penjelasan sama dengan A6) 1771 – I 5l

A8) Menurut akuntansi, perusahaan diperbolehkan membentuk cadangan kerugian piutang pada setiap akhir tahun untuk menaksir besarnya piutang yang tidak dapat ditagih pada tahun berikutnya. Perusahaan membentuk cadangan sebesar Rp. 105.654.000 pada akhir tahun 2011,

46

sehingga dalam laporan laba rugi tampak kerugian piutang sebesar Rp. 105.654.000. hal tersebut berbeda dengan ketentuan fiskalyang menyatakan bahwa kerugian piutang yang bileh diakui adalah sejumlah piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih pada tahun 2011. Oleh karena piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih menurut fiskal adalah Rp. 60.500.000. maka biaya kerugian menurut akuntansi harus dikurangi dengan Rp. 45.154.000. penyesuaian ini akan berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( sebagai koreksi positif ).

A9) Penyusutan menurut akuntansi kemungkinan berbeda dengan menurut fiskal karena terdapat perbedaan dalam metode penyusutan, poengakuan nilai sisa, taksiran masa manfaat/umur ekonomis,penghitungan penyusutan tahun 2011 menurut fiskal dapat dilihat pada tabel penyusutan berikutnya. Tabel ini sekaligus dapat dugunakan sebagai data pengisian Lampiran Khusus tentang ”Penyusutan dan Amortisasi”

Dalam rekonsiliasi fiskal, biaya penyusutan menurut akuntansi harus ditambah dengan Rp.36.000.000 ( yaitu Rp.205.000.0000 – Rp. 169.000.000), hal ini berarti mengurangi laba kenapa pajak ( sebagai koreksi negatif ).

1771 – I 6a dan Lampiran Khusus 1A

A10) Penjelasan sama dengan A2). 1771 – I 5c

A11) Penghasilan berupa sewa tanah dan / atau bangunan adalah penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final. Oleh karena bersifat final maka jumlah pajak yang telah dipotong tersebut tidak dapat dikreditkan dari total PPh yang terutang pada akhir tahun, sehingga penghasilan tersebut juga tidak perlu diperhitungkan dalam menentukan laba kena pajak. Dalam koreksi fiskal,

47

penghasilan berupa sewa atas bangunan sebesar Rp. 5.000.000 dikurangkan dari penghasilan sewa menurut akuntansi,yang berarti menurunkan laba kena pajak (koreksi negatif ).

A12) Dividen yang diperoleh atau diterima perseroan terbatas Wajib Pajak dalam negeri merupakann penghasilan kena pajak ( bukan Objek Pajak ), sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh apabila penyertaannya melebihi 25% dari total modal disetor. Dividen yang diterima PT, Perdana dari PT. Ananda sebesar Rp. 25.000.000 harus dikurangkan dari penghasilan dividen menurut akuntansi, yang berarti akan menurunkan laba kena pajak ( koreksi negatif ), sedangkan dividen yang sebesar Rp.15.000.000 merupakan objek pajak karena penyertaannya kurang dari 25%.

48 Tabel 2.5

Penghasilan dari usaha dalam negeri

Penjualan 20,005,654 A1) 20,000 (+) 20,025,654

- Retur Penjualan (954,852) (954,852)

- Potongan Penjualan (545,987) (545,987)

Penjualan neto 18,504,815 18,524,815

Harga Pokok Penjualan *) (14,654,879) (14,654,879)

Laba Kotor 3,849,936 3,869,936

Biaya Usaha : -

-- Gaji, upah, THR, tunjangan lain 1,551,900 A2) 25,465 (-) 1,526,435

- Alat Tulis dan biaya kantor 23,958 23,958

- Biaya Perjalanan dinas 53,465 A3) 596 (-) 52,869

- Biaya Listrik dan telepon 16,825 16,825

- Biaya Makan Karyawan 36,783 36,783

- Biaya Promosi 297,285 A4) 12,754 (-) 284,531

- PBB dan bea materai 53,726 53,726

- Pajak 60,000 A5) 60,000 (-) -- Biaya Representasi 65,798 A6) 65,798 (-) -- Biaya Royalti 237,465 A7) 12,112 (-) 225,353

- Biaya konsumsi / Penjamuan 12,132 12,132

- Biaya Sewa 197,958 197,958

- Biaya Kerugian Piutang 105,654 A8) 45,154 (-) 60,500

- Biaya Penyusutan 169,000 A9) 36,000 (+) 205,000

- Biaya Lain - Lain 293,873 A10) 2,652 (-) 291,221

Total Biaya Usaha (3,175,822) (2,987,291)

Laba Usaha 674,114 882,645

Penghasilan di luar usaha : -

-- Dividen 40,000 A12) 25,000 (-) 15,000

- Sewa 25,000 A11) 5,000 (-) 20,000

Total Penghasilan Luar Usaha 65,000 35,000

Laba Bersih ( Penghasilan neto ) dalam negeri 739,114 917,645

Penghasilan dari luar negeri :

-- Laba Usaha dari Canada 200,000 200,000

- Bunga Obligasi dari Singapura 50,000 50,000

Total Penghasilan dari Luar negeri 250,000 250,000

Laba ( Penghasilan neto ) 989,114 1,167,645 Koreksi Negatif

Menurut Fiskal Rekonsiliasi Fiskal

PT. Perdana

Rekonsiliasi Fiskal Penghitungan Laba Rugi Tahun Pajak 2011

( dalam rupiah ) Menurut

49 Tabel 2.6

Tabel Penyusutan Aset/Harta Berwujud dan Penghitungan Nilai Residu Tahun 2009 -> tabel ini sekaligus untuk mengisi Lampiran Khusus 1A SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

Jenis Harga Nilai Residu Selisih Penyusutan Akumulasi Nilai Buku

Aktiva Perolehan Komersial Fiskal Komersial Fiskal Penyusutan sd awal 2011

sd awal 2011 ( a ) ( b ) ( c ) ( d ) ( e ) = ( a- b)/( c )(f ) = ( a )/ ( d ) ( g ) = ( e ) - ( f ) ( h ) ( i ) = (a ) - ( h ) Mesin Produksi 500,000,000 50,000,000 10 8 45,000,000 62,500,000 (17,500,000) 375,000,000 125,000,000 Kendaraan 400,000,000 80,000,000 10 8 32,000,000 50,000,000 (18,000,000) 250,000,000 150,000,000 Peralatan Pabrik 300,000,000 60,000,000 5 8 48,000,000 37,500,000 10,500,000 143,750,000 156,250,000 Inventaris 200,000,000 40,000,000 8 8 20,000,000 25,000,000 (5,000,000) 150,000,000 50,000,000 Bangunan 600,000,000 120,000,000 20 20 24,000,000 30,000,000 (6,000,000) 180,000,000 420,000,000 169,000,000 205,000,000 (36,000,000) Catatan :

- akumulasi penyusutan mesin ( Jan 2005 s/d Des 2010 ) : 6 tahun, pertahun Rp. 62.500.000

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 22-45)

Dokumen terkait