• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal

Laporan keuangan fiskal (yang dilampirkan pada SPT) dapat disusun dengan proses penyesuaian atau rekonsiliasi ketentuan perpajakan terhadap laporan keuangan komersial. Untuk mengamankan data historis, atas penyesuaian itu perlu diadakan pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara (timing difference) antara ketentuan pajak dan standar akuntansi keuangan (misalnya penyusutan). Implikasi dari aktivitas itu menunjukkan adanya perangkat “pembukuan ganda” terhadap pos-pos tertentu yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan standar akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi. Namun, karena pembukuan itu dapat direkonsiliasikan, secara yuridis fiskal “pembukuan ganda” itu dapat dipertimbangkan.

Dalam praktik, pajak penghasilan dapat dihitung (untuk keperluan penghitungan laba komersial) berdasarkan laba akuntansi (pajak teoretis) atau laba kena pajak (pajak riil). Selisih antara keduanya dicatat sebagai pos aktiva lain lain dineraca yang secara teoritis dapat dialokasikan dari waktu ke waktu. Menurut berbagai literature Intermediate Accounting

(misalnya Smith & Skousen,1981) alokasi selisih yang dimaksud meliputi :

1. Alokasi dalam tahun yang sama pada berbagai kelompok penghasilan (intra period income tax allocation).

2. Alokasi antar tahun (intra period income tax allocation).

Dari praktik itu tampak bahwa SAK memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode akuntansi pajak penghasilan (Gunadi 2009 : 33).

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara laporan keuangan komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung dalam besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara laporan keuangan komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu penandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya yang terkait (matching cost against revenue).

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perbedaab waktu dan perbedaan tetap (Early Suandy 2003:89)

1) Perbedaan waktu (timing difference) adalah perbedaan bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif.

Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi apabila ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.

2). Perbedaan tetap/permanen (permanent difference) adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut Standar Akuntansi Keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakandan pembebasan pajak, sedangkan perbedaan

permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal.

Hasil koreksi dari laporan fiskal memiliki dua sifat positif dan negatif, yaitu : 1. Koreksi Fiskal Positif

a). Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

b). Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota

c). Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

(1). Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi

(2). Cadangan biaya reklamasi untak usaha pertambangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan

d). Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (Wajib Pajak yang dipotong PPh pasal 21)

e). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali :

1. Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama

2. Penggantian atau imbalan dalam bentuk nature dan kenikmatan didaerah terpencil.

3. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputvsan Menteri Keuangan.

f). Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

g). Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan dan warisan, kecuali zakat atau penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau Wajib Pajak badan dalam negeri yaag dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah

h). Pajak Penghasilan

i). Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya

j). Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, Firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas Saham .

k). Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan

l). Pajak masukan atau perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) yang tidak dapat dikreditkan, kecuali:

m). Faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan Undang-undang PPN(faktur pajak standar cacat)

n). Pajak masukan atas perolehan BKP / JKP yaag termasuk dalam Pasal 9 Undang-undang Pajak Penghasilan.

o). Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, yang pengelolaan pajaknya bersifat final p). Pajak Penghasilan yang telah dipotong pemberi kerja, kecuali pajak penghasilan pasal 26, sepanjang pajak penghasilan tersebut ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan pajak penghasilan pasal 26 tersebut

2. Koreksi Fiskal Negatif

a). Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah dan para peneirima zakat yang berhak.

b). Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

d). Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/sebagai pengganti penyertaan modal

e). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah

f). Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,dan asuransi beasiswa

g). Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan /syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditanam; dan bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunysi usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut

h). iuran yang diterima / diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh. pemberi kerja, maupun pegawai

i). penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan

j). Bagian laba yang diterima atan diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi

k). Bunga obligasi yang yang diterima atau diperoleh perusahan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha

l). Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

(1). Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dan

(2). Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 6. Analisis Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dan seluruh perencanaan strategik perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk meilihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak (tax buraen), perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut;

1. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan.

3. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal.

Dari ketiga hipotesis tersebut akan memberikan hasil yang berbeda. Dari hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan tersebut layak untuk diilaksanakan atau tidak.

Sebagai contoh, misalnya perusahaan A menghitung apabila:

a. Ia tidak melaksanakan perencanaan pajak, pajak yang harus ditanggung Rp 100.000.000,00.

b. Ia melaksanakan perencaraan pajak dan berhasil, maka pajak yang harus ditanggung Rp 75.000.000,00,

c. Ia melaksanakan perencanaan pajak tapi gagal pajak yang harus ditanggung Rp 125.000.000,00.

Perusahaan tentu akan memilih untuk melaksanakan perencanaan pajak karena ia bisa menghemat pajak sebesar Rp 25.000.000,00 jika perencanaan pajak tersebut berhasil sesuai sasaran,

Namun perlu diperhatikan bahwa ada tambahan biaya hukum dan lain-lainnya yang mungkin terjadi apabila pihak otoritas pajak tidak setuju dengan deductible items sehingga menjadi suatu kasus di pengadilan.

Begitu juga mengenai waktu nilai uang (time value of money). Bila perencanaan pajak yang dilaksanakan semata-mata hanya untuk menunda pembayaran bukan untuk mengurangi beban pajak (tax burdens), maka seharusnya ditarik kembali (discounted) terhadap nilai sekarang dan dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sekarang. Dengan kata lain dilihat nilai sekarang {present value) atas penghematan penundaan pajak berbagai tahun di

kemudian hari dikurangi nilai sekarang atas biaya yang dikeluarkan untuk suatu perencanaan pajak.

Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan selain lump-sum bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah pajak penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. PPh yang dapat dikreditkan antara lain: PPh atas penghasilan tanah / bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina, Fiskal Luar negeri karyawan (setoran a.n, karyawan q.q. Perusahaan berikut NPWP perusahaan). PPh Pasal 23 Bunga dari non bank, royalti, PPh Pasal 24 dipotong di Luar Negeri, tidak melanggar Undang- undang (aturan) pajak yang berlaku, paling tidak ada lima persyaratan pokok, yang meliputi (Suandy 2003:7):

1. Mengerti peraturan perpajakan atau peraturan lainnya yang terkait, akan sangat sulit sekali untuk dapat melakokan tax planning yang tidak melanggar koridor undang-undang perpajakan yang berlak. Pelaksanaan tax planning yang dilaksanakan melanggar Undang-undang akan berakibat fatal dan babkan dapat mengancam keberhasilan tax planning .

2. Menentukan tujuan yang ingin dicapai daiam tax planning, dalam hal menghindari dari tindakan yang melanggar Undang-undang sudah tentu tidak dapat melakukan tax planning untuk menghindari kewajiban perpajakan, tax planning paling tidak memiliki dua tujuan utama yakni (1) menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan (2) dalam rangka efisiensi untuk mencapai laba yang diharapkan.

3. Dalam melakukan tax planning harus diperbahrui karakter dari usaha WP, karena hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupan perilaku (behavior),dan kebiasaan-kebiaannya, Dengan memahami secara mendalam seluk-beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan tax planning.

4. Memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi yang diatur dalam tax planning, karena bila pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan Kesulitan-kesulitan karena adanya kecurigaan dari fiskus, dan ini dapat beriplikasi dengan pemeriksaan, biasanya diindikasikan adanya kecurangan pajak.

5.Tax planning harus didukumg oleh kebijakan akuntansi (accounting treatmen) dan didukung dengan bukti-bukti yang memadai, seperti adanya faktor, perjanjian, dan lain sebagainya.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dokumen terkait