• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Remaja

Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun, wanita 13 tahun sampai dengan 22 tahun, bagi pria rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 / 13 tahun sampai dengan 17/18 tahun sampai dengan 21 /22 tahun adalah remaja akhir. Pada usia ini umumnya anak sedang

duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) sampai menengah atas (SMA) (Asrori, 2009).

Menurut Monks dkk (1989) dalam Asrori (2009), remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase topan dan badai”.

Sesuai dengan perkembangan usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :

1. Remaja awal (12 – 15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah teragsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

2. Remaja Madya (15 - 18 tahun)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik, yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama

dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai- ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

3. Remaja akhir (18 - 21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :

- Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

- Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

- Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

- Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

- Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa remaja pada penelitian ini adalah masa remaja awal yang berada pada rentang usia 12-15 tahun yang duduk pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Masa remaja adalah merupakan periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa kedewasaan. Ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan remaja adalah sbb :

1. Kegelisahan.; Sesuai dengan fase perkembangannya remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan atau keinginan yang hendak diwujudkan dimasa depan. Namun sesungguhnya remaja belum memiliki kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Tarik menarik antara keinginan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah.

2. Pertentangan; Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri.

3. Mengkhayal; Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi dan jenjang karier, sedangkan remaja putri lebih mengkhayalkan romantika hidup. 4. Aktivitas berkelompok; Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak

dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala, diantaranya biaya, larangan dari orang tua, yang seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja.

5. Keinginan mencoba segala sesuatu; Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). Karena didorong rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Akibatnya tidak

jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya (Ali, 2002).

2.3.1. Faktor yang memengaruhi Remaja merokok 2.3.1.1. Pengaruh orang tua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orangtua tidak begitu memerhatikan dan senang memberikan hukuman fisik yang keras, lebih mudah untuk menjadi perokok dibandingkan dengan anak-anak muda berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Pengaruh paling kuat yang menyebabkan seorang remaja merokok adalah jika orang tuanya sendiri menjadi figur contoh, yaitu sebagai perokok berat. Dengan kata lain apabila orangtuanya seorang perokok, sangat besar kemungkinan anak-anaknya pun menjadi seorang perokok.

2.3.1.2. Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Menurut penelitian, diantara remaja perokok terdapat 87% yang mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat perokok begitu pula sebaliknya.

Sebaliknya remaja yang tidak merokok juga memiliki tidak kurang dari 87% sahabat yang tidak merokok ( Trim, 2006).

2.3.1.3. Faktor kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Disamping itu, orang juga memiliki tingkat kompromi sosial tinggi juga lebih cenderung mudah untuk terjebak dalam rokok.

2.3.1.4. Pengaruh Iklan

Salah satu kategori iklan yang dibatasi adalah iklan rokok. Batasan yang ditulis dalam kode etik periklanan adalah iklan rokok tidak boleh memperlihatkan produknya serta penggunaannya. Karena batasan itu maka tampilan iklan rokok banyak memberikan image atau simbolisasi visual iklannya. Hampir semua iklan produk rokok ditelevisi dengan bahasa-bahasa simboliknya mengajak penonton untuk bermimpi, melayang membayangkan suatu kesenangan atau kenikmatan yang pada akhirnya mau mengkonsumsi produk yang ditawarkan.

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja kerapkali terpicu untuk mengikuti seperti yang ada dalam iklan tersebut (Trim, 2006).

Menurut sekretaris Jenderal Perlindungan Anak (PA) Aris Merdeka Sirait, larangan pemerintah untuk tidak menampilkan wujud rokok dalam setiap iklannya dan harus melampirkan peringatan “Merokok dapat merugikan kesehatan” dinilai

masih kurang efektif untuk menekan jumlah perokok, terlebih lagi bagi perokok muda. Kebijakan ini mendongkrak ide-ide segar dan kreatif yang lebih memikat perhatian remaja dari visual dan selogannya mudah diingat.Hal ini membuat setiap remaja yang menyaksikan setiap tayangan iklan rokok baru dilayar kaca menyentuh “awareness” (kesadaran) remaja dan mengidentifikasi iklan rokok baru (Ageng, 2009).

Dokumen terkait