• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Evaluasi

Dalam dokumen KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (Halaman 13-68)

BAB III PERENCANAAN KINERJA

B. Rencana Evaluasi

Evaluasi sumatif dilaksanakan secara berkala setiap bulan, tri bulan, dan semester sedangkan evaluasi formatif dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan selama hari efektif tahun 2017.

Evaluasi difokuskan pada pencapaian target kegiatan baik kualitas maupun kuantitas.

11 KERANGKA ACUAN KERJA

LAYANAN KEWASPADAAN DINI PENYAKIT BERPOTENSI KLB TAHUN ANGGARAN 2017

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI

Unit Eselon I : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya

Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular,

serta meningkatnya kesehatan jiwa Kegiatan : Surveilans dan Karantina Kesehatan

Indikator Kinerja Kegiatan : Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB

Jenis Keluaran (Output) : Layanan Kewaspadaan Dini Penyakit Berpotensi KLB

Volume Keluaran (Output) : 9

Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan

A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum

1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana

4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang

Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.

6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)

7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.

9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

10. Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular

12 Bidang kesehatan memiliki beban ganda dalam penanggulangan penyakit menular berpotensi KLB/Wabah dimana penyakit lama muncul kembali (re emerging diseases) dan penyakit baru (new emerging diseases) mulai bermunculan. Selain munculnya re emerging diseases dan new emerging diseases, Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana baik bencana alam maupun akibat ulah manusia. Kejadian bencana selalu berpotensi menimbulkan krisis kesehatan dan dapat menimbulkan kejadian luar biasa/wabah penyakit menular karena rusaknya kondisi lingkungan hidup dan menurunnya kualitas kesehatan lingkungan. Selain itu kejadian bencana dan KLB/Wabah penyakit tidak mengenal batas wilayah administrasi baik kabupaten / kota, provinsi, maupun negara sehingga jumlah kerugian yang ditimbulkan sangat besar termasuk adanya korban yang sakit maupun yang meninggal.

Peningkatan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini memegang peranan yang penting karena dapat mencegah atau meminimalisasi terjadinya Kejadian Luar Biasa. Sementara untuk meminimalisir dampak pasca kejadian bencana, mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit berpotensi KLB / wabah perlu penanggulangan saat kejadian berlangsung maupun pasca kejadian. Respon cepat KLB melalui penyelidikan epidemiologi < 24 jam pada wilayah yang mengalami bencana maupun KLB/wabah penyakit perlu dilakukan untuk menentukan upaya penanggulangan selanjutnya.

Deteksi dini dan respon cepat KLB merupakan salah satu tugas tugas pokok Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan & Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya dalam bidang Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan serta Kesehatan Matra.yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan 2349/MENKES/SK/III/2010. Tahun 2013 BBTKL PP Surabaya melakukan deteksi dini dan respon cepat KLB sebayak 31 kejadian, 71% diantaranya disebabkan karena penyakit sedang sisanya karena bencana baik bencana alam maupun akibat ulah manusia.

Identifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiap siagaan menghadapi kemungkinan terjadi KLB serta respon cepat dalam menanggulangi kejadian KLB sebelum < 24 jam.

Penyebaran penyakit berpotensi KLB/Wabah tidak mengenal batas wilayah administrasi baik kabupaten / kota, provinsi, maupun negara. Jumlah korban yang ditimbulkan baik yang sakit maupun yang meninggal juga besar. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit berpotensi KLB / wabah perlu dilakukan penanggulangan baik pada saat kejadian berlangsung maupun pasca kejadian.

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit berpotensi KLB / wabah perlu dilakukan penanggulangan baik pada saat kejadian berlangsung maupun pasca kejadian.

13 B. PENERIMA MANFAAT

Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4 provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT

C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola

2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan

Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:

No Kegiatan

Bulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 Surveilans faktor risiko

penyakit berbasis lingkungan 2 Kajian dampak kesehatan

lingkungan

3 Pelaksanaan Surveilans kesehatan pada situasi khusus 4 Pelaksanaan Pembuatan Model

dan Teknologi Tepat Guna dalam

rangka Kewaspadaan Dini dan Respon KLB

D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran

Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari sampai bulan Desember 2017

E. Biaya Yang Diperlukan

Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya Tahun 2017 sebesar Rp. . 1.306.673.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Enam Juta Enam Ratus Tujuh Puluh Tiga Rupiah).

14 Penanggung jawab

a.n Kepala

Kepala Bidang SE

Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021

15 KERANGKA ACUAN KERJA

LAYANAN RESPON KLB DAN WABAH

TAHUN ANGGARAN 2017

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI

Unit Eselon I : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya

Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular,

serta meningkatnya kesehatan jiwa Kegiatan : Surveilans dan Karantina Kesehatan

Indikator Kinerja Kegiatan : Presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB

Jenis Keluaran (Output) : Layanan Respon KLB dan Wabah Volume Keluaran (Output) : 3

Satuan Ukur Keluaran (Output) : layanan

B. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum

1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana

4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang

Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.

6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)

7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.

9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

10.

Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans

Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular

16 2. Gambaran Umum

Pada tahun 2005, WHO menerapkan International Health Regulation yang mengikat bagi negara anggotanya. IHR 2005 mengusung issue Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan yg meresahkan dunia, yang merupakan suatu kondisi luar biasa yang berisiko menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat bagi negara lain melalui penyebaran penyakit, berpotensi menganggu perdagangan dan perjalanan internasional, dan berpotensi membutuhkan koordinasi respon internasional. Terhitung tanggal 15 juni 2007 semua negara anggota WHO harus sudah menerapkan IHR 2005. Setiap negara harus memberi notifikasi kepada WHO jika terjadi kasus penyakit cacar (variola), poliomielitis yang disebabkan oleh virus polio liar, influenza yang disebabkan oleh strain virus baru, dan kasus severe acute respiratory syndrome (SARS). Selain itu, juga dilakukan notifikasi terhadap kasus-kasus yang dianggap berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia, seperti kolera, pes pneumoniae, demam kuning, ebola, meningococcus, dan lain-lain yang dinilai berdasarkan suatu algoritme.

Implementasi IHR 2005 ini mensyaratkan setiap negara anggota untuk mampu melakukan dua fungsi utama, yaitu fungsi surveilans untuk mendeteksi, menilai, mengirimkan notifikasi dan laporan sesuai dengan tingkatannya dan mampu melancarkan respon yang tepat dan efektif terhadap risiko kesehatan masyarakat dan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia. Untuk itu perlu dikembangkan beberapa kapasitas utama, salah satunya adalah kesiapsiagaan, yang meliputi pengembangan rencana kontijensi di tingkat nasional, intermediet, maupun primer untuk bahaya biologis, kimiawi, radiologis, dan nuklir yang relevan.

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, dan kontaminasi kimia (NUBIKA), dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah suatu kondisi yang dapat diantisipasi sebelumnya, jika faktor risiko KKM dapat terpantau oleh Sistem Surveilans yang ada. Oleh karena ancaman terhadap kesehatan masyarakat dapat terjadi dari luar maupun dalam negeri, surveilans di pintu masuk negara dan program karantina kesehatan merupakan suatu komponen penting untuk mengantisipasi KKM.

Untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat dan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia khususnya di Indonesia, perlu dilakukan koordinasi dan kerjasama lintas sektor. Peran BBTKLPP dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

17 adalah membantu kesiapsiagaan di daerah dengan menyediakan alat untuk mengidentifikasi dan menilai faktor risiko KKM sehingga dapat dilakukan pemetaan risiko kedaruratan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan pemetaan tersebut, daerah dapat mengembangkan suatu rencana kontijensi yang sesuai dengan potensi bahayanya. Hal ini sesuai dengan tupoksi BBTKLPP berdasarkan Permenkes RI nomor 2349/Menkes/Per/XI/2011 yaitu pelaksanaan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, wabah dan bencana kegiatan deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan pintu masuk negara.

B. PENERIMA MANFAAT

Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4 provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT

C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 3. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola

4. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan

Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:

No Kegiatan

Bulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1

Verifikasi rumor penyakit

berpotensi KLB

2

Pelaksanaan respon cepat

dan penanggulangan

KLB/wabah

D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran

Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari sampai bulan Desember 2017

18 E. Biaya Yang Diperlukan

Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya Tahun 2017 sebesar Rp. 221.630.000,-

Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Penanggung jawab a.n Kepala

Kepala Bidang SE

Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021

19 KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE

LAYANAN KEKARANTINAAN KESEHATAN TAHUN ANGGARAN 2017

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI

Unit Eselon I : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya

Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit serta meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular

Kegiatan : Surveilans dan Karantina Kesehatan

Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah kabupaten/kota di pintu masuk negara yang memiliki kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

Jenis Keluaran (Output) : Layanan Kekarantinaan Kesehatan Volume Keluaran (Output) : 2

Satuan Ukur Keluaran (Output) : Lokasi

C. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum

1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana

4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang

Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.

6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)

7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.

9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

10.

Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular

20 Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, dan kontaminasi kimia (NUBIKA), dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah suatu kondisi yang dapat diantisipasi sebelumnya, jika faktor risiko KKM dapat terpantau oleh Sistem Surveilans yang ada. Oleh karena ancaman terhadap kesehatan masyarakat dapat terjadi dari luar maupun dalam negeri, surveilans di pintu masuk negara dan program karantina kesehatan merupakan suatu komponen penting untuk mengantisipasi KKM.

Pada tahun 2005, WHO menerapkan International Health Regulation yang mengikat bagi negara anggotanya. IHR 2005 mengusung issue Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan yg meresahkan dunia, yang merupakan suatu kondisi luar biasa yang berisiko menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat bagi negara lain melalui penyebaran penyakit, berpotensi menganggu perdagangan dan perjalanan internasional, dan berpotensi membutuhkan koordinasi respon internasional. Terhitung tanggal 15 juni 2007 semua negara anggota WHO harus sudah menerapkan IHR 2005. Setiap negara harus memberi notifikasi kepada WHO jika terjadi kasus penyakit cacar (variola), poliomielitis yang disebabkan oleh virus polio liar, influenza yang disebabkan oleh strain virus baru, dan kasus severe acute respiratory syndrome (SARS). Selain itu, juga dilakukan notifikasi terhadap kasus-kasus yang dianggap berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia, seperti kolera, pes pneumoniae, demam kuning, ebola, meningococcus, dan lain-lain yang dinilai berdasarkan suatu algoritme.

Implementasi IHR 2005 ini mensyaratkan setiap negara anggota untuk mampu melakukan dua fungsi utama, yaitu fungsi surveilans untuk mendeteksi, menilai, mengirimkan notifikasi dan laporan sesuai dengan tingkatannya dan mampu melancarkan respon yang tepat dan efektif terhadap risiko kesehatan masyarakat dan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia. Untuk itu perlu dikembangkan beberapa kapasitas utama, salah satunya adalah kesiapsiagaan, yang meliputi pengembangan rencana kontijensi di tingkat nasional, intermediet, maupun primer untuk bahaya biologis, kimiawi, radiologis, dan nuklir yang relevan.

Untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat dan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia khususnya di Indonesia, perlu dilakukan koordinasi dan kerjasama lintas sektor. Peran BBTKLPP dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah membantu kesiapsiagaan di daerah dengan menyediakan alat untuk

21 mengidentifikasi dan menilai faktor risiko KKM sehingga dapat dilakukan pemetaan risiko kedaruratan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan pemetaan tersebut, daerah dapat mengembangkan suatu rencana kontijensi yang sesuai dengan potensi bahayanya. Hal ini sesuai dengan tupoksi BBTKLPP berdasarkan Permenkes RI nomor 2349/Menkes/Per/XI/2011 yaitu pelaksanaan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, wabah dan bencana kegiatan deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan pintu masuk negara.

B. PENERIMA MANFAAT

Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4 provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT

C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 5. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola

6. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan

Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:

No Kegiatan

Bulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 Penilaian dan pemetaan faktor

risiko berpotensi KKM di wilayah Kab/Kota

2 Sosialisasi faktor risiko berpotensi KKM di wilayah Kab/Kota

D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran

Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari sampai bulan Desember 2017.

22 E. Biaya Yang Diperlukan

Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya Tahun 2017 sebesar Rp. 266.642.000,-

Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Penanggung jawab a.n Kepala

Kepala Bidang SE

Dra. Siswati Kesumawardani MM NIP. 1961020119870320021

23 KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE

LAYANAN PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA TAHUN ANGGARAN 2017

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI

Unit Eselon I : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit / BBTKLPP Surabaya

Program : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hasil (Outcome) : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular,

serta meningkatnya kesehatan jiwa

Kegiatan : Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik

Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Malaria

Jenis Keluaran (Output) : Layanan Pengendalian Penyakit Malaria Volume Keluaran (Output) : 2

Satuan Ukur Keluaran (Output) : Layanan

D. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum

1. Undang – Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 2. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang – Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bencana

4. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang

Kejajian Luar Biasa Keracunan Pangan.

6. Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)

7. Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

8. Kepmenkes RI Nomor 2349/MENKES/SK/III/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit.

9. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

10.

Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans

Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular

2. Gambaran Umum

Malaria adalah penyakit yang disebabkan parasit ”Plasmodium” yang menyerang sel darah merah, ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan ancaman di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup

24 tinggi serta sering menimbulkan KLB.Kelompok yang paling rentan adalah ibu hamil dan bayi.Malaria menyebabkan anemia berat pada ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin, berat badan lahir rendah dan bahkan kematian.Malaria juga merupakan salah satu yang menjadi tujuan Millenium Development Goals (MDGs) untuk dikendalikan penyebarannya.

Pengendalian malaria di Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 293/MENKES//SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Program pemberantasan penyakit malaria yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terintegrasi dalam kegiatan terpadu di kabupaten/kota memerlukan proses perencanaan bersama lintas sector terkait yang tertuang dalam rencana strrategis Gebrak Malaria.

Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut :

1. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada tahun 2010. 2. Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015.

3. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020.

4. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi NTT pada tahun 2030.

Hulu dari pengendalian malaria adalah melalui pengendalian vektor, dimana salah satunya menggunakan insektisida. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan kelambu berinsektisida.Penggunaan kelambu banyak dilakukan karena mudah aplikasinya dan sekali aplikasi dapat bertahan lama.

Penggunaan yang terus menerus dapat menimbulkan terjadinya kekebalan nyamuk terhadap insektisida tersebut. Alternatip pemechan masalah :

1) Melakukan monitoring efektifitas kelambu berinsektisida . 2) Merekomendasi penggunaan insektisida yang akan digunakan

Menurut data Dinas Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013, di NTTkasus malaria termasuk tinggi walaupun terjadi penurunan jumlah penderita.Kasus malaria hampir terdapat disemua kabupaten/kota. Angka malaria berdasarkan jumlah positif parasit malaria yang diperiksa dari sediaan darah (API) adalah 16,37 per seribu penduduk, atau tiga kali dari standar maksimal nasional yaitu 5 per seribu penduduk. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur menginformasikan tiga kabupaten dengan kasus malaria tertinggi diantaranya adalah Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba Tengah.

Progam pemberantasan penyakit malaria yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terintregrasi memerlukan proses perencanaan bersama. Pada tahap pra eliminasi

25 diharapkan semua unit pelayanan kesehatan sudah mampu memeriksa kasus malaria secara mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis merupakan gold standard dalam penegakan diagnosis malaria, oleh karena itu sangat diperlukan peningkatan kemampuan dan ketrampilan serta para pelaksana tenaga mikrokopis di unit pelayanan kesehatan, Selain itu juga diperlukan pengawasan (assessment) terhadap surveilan malaria, sehingga diharapkan lebih meningkatkan akselerasi pencapaian eliminasi malaria di wilayah endemis malaria. Salah satu bentuk kegiatan tersebut berupa peningkatan pengelolaan laboratorium mikroskopis serta monitoring pelaksanaan program eliminasi malaria..

BBTKL PP Surabaya sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan antara lain mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan surveilans berbasis laboratorium, akan melakukan kegiatan yang bertujuan dalam menunjang program Eliminasi Malaria.

B. PENERIMA MANFAAT

Kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk masyarakat di wilayah layanan 4 provinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT

C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 7. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah swakelola

8. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan

Untuk tahap pencapaian keluaran yang akan dilakukan pada tahun anggaran 2017, pelaksanaannya diatur sebagai berikut:

No Kegiatan

Bulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 Penguatan Kapasitas Petugas

Crosschecker Malaria 2 Kajian Konfirmasi Tingkat

Endemisitas

D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran

Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 12 bulan yaitu dari bulan Januari

Dalam dokumen KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (Halaman 13-68)

Dokumen terkait