• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUSTAINABILITY AND ITS FUTURE CHALLENGES

C. Reposisi Peran dan Fungsi

pertanyaan mengapa seni wayang kulit jauh

lebih bisa bertahan dan berkembang? Tidak Bertolak dari persoalan-persoalan di dapat dipungkiri bahwa seni pertunjukan atas maka upaya untuk pewarisan dan pe-wayang kulit lebih elastis beradaptasi dengan ngembangan nilai-nilai kearifan budaya perkembangan zamannya, seperti misalnya wayang yang dikandungnya harus merepo-Ki Mantep Soedarsono yang selalu dibanjiri sisi peran dan fungsi seni wayang dalam oleh ratusan penonton fanatiknya walau tetap berbagai konteksnya. Kalau seni wayang menyajikan durasi pertunjukan wayang kulit hanya berfungsi sebagai komoditi hiburan, ia selama 8 jam. Hal itu jauh berbeda dengan akan kalah bersaing dengan industri-industri pertunjukan wayang wong masa kini, walau- seni hiburan yang lebih bersifat moderen, pun disajikan selama 3 jam tetap saja

ke-11

W.H. Reassers, Panji, the Cultural Hero: A Structural Study of Religion in Java. (Leiden, the Netherlands: Hague-Martinus, 1982), hlm. 119.

12

Soedarsono, Wayang Wong: The State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hlm. 3.

Jantra Vol. 9, No. 2, Desember 2014 ISSN 1907 - 9605

teknologis atau paket-paket acara televisi bangan seni wayang orang tidak semata pada (swasta) yang semua cenderung meng- hal-hal yang bersifat teknis, artistik, undang tawa atau semua berbau komedi, pembaharuan atau apapun namanya yang komikal, canda dan sejenisnya. Justru dalam lebih bersifat program kepementasan, tetapi kondisi dunia seni hiburan yang seperti ini juga perlu didukung dengan program-kita perlu merapatkan barisan untuk program di luar panggung, yang lebih mereposisi keberadaan seni budaya wayang bersifat memperbanyak masyarakat pecinta dalam konteks peran dan fungsi yang lebih dan kaderisasi, serta program pewarisan luas, lebih cerdas dan lebih mendidik. Sudah nilai-nilai kearifan budaya wayang lewat tentu tanpa menghilangkan khitahnya teks-teks tertulis. Oleh karena itu program sebagai seni pertunjukan. kelestarian, pemberdayaan dan

pengem-bangan seni wayang haruslah lebih banyak Memang tidak mudah membuat dikaitkan dengan program-program di luar terobosan-terobosan baru dalam mencipta- kepementasan.

kan media wayang. Masih dapat diingat

ketika para seniman wayang orang Bharata Selain itu seni pewayangan juga perlu bersama pelawak Timbul (alm.) mencoba diakrabkan dengan para pelajar melalui membuat paket wayang orang televisi (tetap mata-mata pelajaran terkait yang memang model panggung) dengan bahasa Indonesia. dijadikan sebagai 'muatan lokal'. Dalam Apa hasilnya? Mungkin tidak lebih lima kali beberapa hal seni wayang memang sudah ditayangkan. Eksperimen yang lain wayang diperkenalkan di sekolah-sekolah, akan orang humor, dan hasilnya lenyap dalam tetapi masih bersifat sporadis, belum sekejap. Kalau ketoprak humor di RCTI terintegrasi secara sistemik. Oleh karena itu, mampu bertahan beberapa tahun, karena seni sudah saatnya mempertemukan tokoh-tokoh ketoprak memiliki gaya pementasan yang pendidikan dengan budayawan wayang berbeda dengan wayang orang. Di samping untuk memikirkan bersama tentang seni itu, seni ketoprak tidak serumit seni wayang wayang menjadi bagian dari pendidikan

orang. anak-anak bangsa.

Kalau ketoprak humor bisa menghadir-kan/melibatkan bintang tamu artis, aktor atau

IV. PENUTUP

penyanyi dan mereka (bintang tamu) dengan

mudah larut dalam permainan, tetapi tidak Seni pewayangan yang juga dikenal semudah itu ketika mereka dilibatkan sebagai seni pedalangan mengandung nilai-sebagai bintang tamu dalam pertunjukan nilai kemanusiaan, nilai-nilai kehidupan wayang orang. Kira-kira apa penyebabnya? semesta yang perlu dipikirkan untuk Dalam hal ini perlu diapresiasi apa yang kelestariannya di dalam konteks pendidikan dipelopori oleh Ibu Nani Sudarsono dengan kepribadian dan karakter bangsa. Sesuai Yayasan Sekar Budaya Nusantara yang dengan perkembangan zaman, maka berkomitmen menjaga seni wayang orang kehidupan dan perkembangan seni (setiap Minggu malam di TVRI), walau pewayangan juga senantiasa menghadapi sudah dalam bentuk garapan baru tetapi tetap tantangan-tantangan, terutama arus seni-seni masih sarat dengan pelajaran nilai-nilai pop dari Barat yang terus masuk dan kearifan budaya lewat simbol-simbol dalam mempengaruhi generasi muda Indonesia. dunia pewayangan. Sehubungan dengan itu persoalan kelestarian dan perkembangan seni pewayangan tidak Selain bentuk garapan baru, tentunya cukup hanya mengandalkan para seniman masih diperlukan rekayasa-rekayasa tertentu dalang, atau seniman wayang orang. Seni melalui program-program pembinaan, pewayangan haruslah ditempatkan dalam apresiasi dan lainnya yang memungkinkan berbagai perspektif, misalnya seni wayang para kawula muda berminat mengapresiasi- dalam perspektif pendidikan, budaya, nya. Artinya upaya pelestarian dan

pengem-Budaya Wayang: Kelestarian dan Tantangannya ke Depan (Noor Sulistyobudi)

kebangsaan, dan citra kepribadian bangsa. hanya diposisikan sebagai komoditi seni Oleh karena itu, seni pewayangan tidak hiburan semata.

DAFTAR PUSTAKA

Brandon, J. R., 2003. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. Terjemahan R.M. Soedarsono. Bandung: P4ST UPI.

Dewi, T. K. S., 2010. “Dewi Sri di Tengah Era Globalisasi: Sebuah Kearifan Lokal yang Masih Bertahan,” makalah Konferensi dengan tema Renaissance Budaya Nusyantara I. Surakarta: Fak. Sastra dan Seni

Kayam, U., 2001. Kelir Tanpa Batas. Yogyakarta: Gama Media.

___________ , 1984. Semangat Indonesia: Suatu Perjalanan Budaya. Jakarta: PT Gramedia. Mulyono, S., 1979. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta: PT Gunung Agung. Nugroho, N., 2011. Pertunjukan Wayang Kreatif Inovatif Sebagai Solusi Menghadapi

Tantangan Global. Surakarta : Institut Seni Indonesia.

Reassers, W. H., 1982. Panji, The Cultural Hero: A Structural Study of Religion in Java. Leiden, the Netherlands: Hague-Martinus.

Rusdy, S. T., 2012.Ruwatan Sukerta dan Ki Timbul Hadiprayitno. Jakarta: Yayasan Kertagama.

Soedarsono, 1990. Wayang Wong: The State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Soesilo, 2005. Kejawen, Philosofi dan Perilaku. Malang: Yusula

Arjuna: Ksatria Lemah Lembut Tetapi Tegas (Sri Retna Astuti)

ARJUNA: KSATRIA LEMAH LEMBUT TETAPI TEGAS

Dokumen terkait